Vegetasi pantai mangrove memiliki banyak manfaat bagi manusia dan ekosistem. Antara lain: menahan laju abrasi, melindungi warga yang bermukim di pesisir dari hempasan ombak dan angin laut serta menjadi home sweet home bagi hewan-hewan penghuni pantai. Nah, bagaimana jika hutan mangrove yang asri itu disulap jadi lokasi ekowisata?
Ekowisata Mangrove Lantebung berlokasi di pesisir utara Makassar, tepatnya di Desa Lantebung, Kecamatan Tamalanrea, Makassar. Dari pusat kota hanya butuh waktu paling lambat sejam untuk sampai ke lokasi ini.
Beberapa hari yang lalu, saya bersama istri dan beberapa teman kantor sepakat untuk JJS (Jalan-Jalan Sore) ke tempat wisata ini. Hitung-hitung melepas penat setelah seharian bekerja sembari menikmati pemandangan matahari tenggelam.
Tidak sulit menemukan tempatnya, berbekal google map pun jadi. Kemudian tarif yang dikenakan kepada pengunjung juga cukup murah. Biaya untuk masuk ke lokasi ekowisata hanya Rp5.000 per orang, di luar biaya parkir untuk kendaraan.
Kami sampai di lokasi sekitar jam 5 sore lewat sedikit. Pemilihan waktu yang pas, karena panas matahari sudah tidak terlalu menyengat dan kami masih punya cukup waktu untuk menikmati pemandangan sepuasnya dengan mata kepala dan mata kamera sebelum momentum sunset tiba.
Setelah masuk ke lokasi, pengunjung harus melewati track berupa jembatan kayu yang dicat warna-warni untuk melintasi hutan mangrove. Lebar jembatannya pas untuk dilewati dua orang, jadi mesti sedikit hati-hati jika berpapasan dengan pengunjung lain.
Jembatan sejauh dua ratusan meter ini ada yang berujung pada gazebo, juga ada yang berujung pada panggung lebar dengan latar tulisan raksasa "Lantebung". Kedua spot ini sangat cocok digunakan untuk menikmati matahari senja yang jatuh di balik laut.
Kebetulan saat itu air laut sedang surut, sehingga terlihat jelas ekosistem khas pantai lumpur di bawah jembatan warna-warni itu. Ikan mudskipper yang merupakan penghuni khas pantai lumpur, juga kepiting yang malu-malu mengintip dari balik akar-akar napas pohon bakau. Terlihat beberapa perahu nelayan juga dibiarkan terhampar di atas pantai, menunggu waktu melaut tiba.