Saat membaca berita tentang deklarasi KAMI dan menemukan ada nama-nama seperti Meutia Hatta dan Sri Edi Swasono di sana, saya mengernyitkan kening. Pasalnya kedua nama tersebut selama ini jarang terdengar berada satu barisan dengan para punggawa KAMI lainnya. Prof Edi Swasono malah bisa dibilang cukup steril dari afiliasi politik sejauh pengamatan saya.
Apa KAMI memang tidak boleh dianggap sepele seperti pesan Din Syamsuddin di depan awak media beberapa waktu lalu? demikian pertanyaan saya dalam hati saat itu.
Bagaimanapun juga, jika tokoh seperti mereka bersedia hadir pada acara yang cukup kental nuansa politisnya itu, KAMI pasti punya magnet tersendiri yang tidak terlihat oleh orang awam politik (seperti saya).
Lalu kemarin Dubes Palestina, Zuhair al-Shun, yang ternyata juga ikut hadir saat deklarasi KAMI, memberi klarifikasi bahwa dia menghadiri undangan tersebut karena menghargai undangan Din Syamsudin selaku kawan lamanya dan awalnya berpikir acara tersebut adalah bagian peringatan hari kemerdekaan RI, yang dirayakan sehari sebelumnya.
Zuhair pun memberi penegasan kalau Palestina sangat menghormati pemerintahan Jokowi dan tidak ingin berpihak dalam gerakan politik mana pun di Indonesia. Â
Hari ini, klarifikasi serupa pun dilontarkan oleh putri mantan wakil presiden pertama Indonesia. Meutia Hatta mengaku tidak terlalu paham seperti apa konsep dari acara deklarasi KAMI. Meutia diminta hadir untuk membacakan teks Proklamasi.
"Karena saya anak sulung Bung Hatta, ya saya merasa harus menerima permintaan itu," ucap mantan menteri pemberdayaan perempuan pada era Presiden SBY itu sebagaimana dikutip dari portal detik.com. Meutia pun hadir bersama sang suami Sri Edi Swasono, salah satu guru besar di Universitas Indonesia.
Seperti halnya klarifikasi dari Dubes Palestina yang sudah dipaparkan di atas, klarifikasi dari Meutia Hatta ini muncul setelah acara deklarasi tersebut memicu polemik serta pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat.
Peristiwa ini sebaiknya dijadikan pengalaman berharga oleh para tokoh non-partisan lainnya  apalagi yang punya nama dan pengaruh besar di dalam masyarakat. Para elite politik kita ini cukup lihai dan akan menggunakan berbagai cara untuk menarik perhatian masyarakat.
Jangan sampai karena kurang hati-hati, para tokoh masuk "jebakan betmen" untuk menghadiri acara-acara yang sepintas lalu terlihat netral tapi ternyata punya keterkaitan dengan kepentingan politik tertentu. Eksesnya bisa macam-macam: penilaian masyarakat menjadi bias, terjadi kegaduhan di tengah-tengah masyarakat bahkan bisa merugikan tokoh yang bersangkutan (karena namanya dikait-kaitkan dengan afiliasi politik tertentu)