Literasi Keuangan atau Financial Literacy telah menjadi isu global sejak tahun 1990-an dan semakin diperbincangkan selama lebih dari satu dekade terakhir ini. Literasi Keuangan adalah keterampilan yang harus dimiliki siapa pun yang memiliki arus kas (pendapatan dan belanja) bahkan menurut sejumlah literatur sudah harus diajarkan sejak dini kepada anak-anak yang mulai mengenal uang.
Negara kita beberapa tahun terakhir ini mengalami pertumbuhan ekonomi kelas menengah ke bawah yang pesat seiring pertumbuhan ekonomi yang selalu berada yang berada di kisaran 5-7% per tahun.Â
Sayangnya fenomena ini tidak serta merta diikuti geliat edukasi literasi keuangan pada masyarakat. Tahun lalu OJK merilis informasi mengenai tingkat literasi keuangan Indonesia yang masih cukup rendah, yaitu berada di kisaran 31% saja. Akibatnya, tidak heran banyak masyarakat yang mudah jatuh pada instrumen-instrumen investasi bodong dengan segala iming-imingnya.
Mungkin masih berbekas di ingatan kita kasus-kasus investasi bodong dalam berbagai bentuk dan kemasan seperti misalnya Koperasi Langit Biru, perusahaan forex trading bodong yang dulu menyeret pesohor Sandy Tumiwa atau money game seperti MMM.
Kail dan IkanÂ
Berbicara kemiskinan bukan saja berbicara mengenai infastruktur, sarana prasarana dan hal-hal fisik lainnya. Kemiskinan berarti juga berbicara mengenai mengenai pola pikir atau mindset. Jadi selalu ada dua pendekatan yang berbeda namun memiliki tujuan sama dalam penanggulangan kemiskinan.Â
Ini seperti memberi kail dan ikan pada seorang anak yang sedang kelaparan. Ikan berarti membantu masyarakat miskin dengan cara yang praktis dan sasarannya jangka pendek. Sedangkan kail berarti membantu masyarakat miskin dengan cara pemberdayaan serta menanamkan mindset produktif dan sasarannya jangka panjang.
 Kiat penanggulangan kemiskinan berupa PKH (Program Keluarga Harapan) dari Pemerintah cq Kementerian Sosial lebih condong ke bantuan yang sifatnya memberi ikan walaupun PKH juga memiliki banyak pendamping yang memastikan PKH bisa berjalan berkesinambungan secara efektif. Apalagi PKH memang menyasar titik-titik krusial kebutuhan hidup yang selama ini menjadi beban masyarakat di bawah garis kemiskinan, seperti ibu hamil atau menyusui, kesehatan balita dan anak, pendidikan anak sampai tingkat SMA serta penyandang disabilitas berat dan lansia.
Sebagai program sosial, PKH bisa menjadi alat yang ampuh untuk membantu masyarakat miskin keluar dari permasalahannya. Program yang sudah berjalan lebih dari 10 tahun ini juga cukup berkontribusi menekan persentase masyarakat miskin sampai berada di bawah dua digit tahun lalu. Ini membuat pemerintah menaikkan anggaran PKH menjadi Rp34,4 triliun dari angka tahun sebelumnya sebesar Rp19,2 triliun.
Pendekatan Literasi Keuangan
Nah, bagaimana dengan pendekatan yang menyasar mindset? Pada sisi inilah peran edukasi dan literasi keuangan dibutuhkan. Literasi keuangan sendiri cukup luas cakupannya. Namun untuk keluarga-keluarga penerima manfaat PKH, edukasi tentang literasi keuangan bisa berupa pengetahuan sederhana mengenai pengelolaan keuangan sehari-hari baik pendapatan dan belanja, dimulai dari perencanaan sampai evaluasi dan rencana tindak lanjut.