Haris tersenyum. "Berantem sih, tapi next time gak lagi, kok. Suer..."
Lastri ikut tersenyum. "Nanti kalau dia like status aku lagi, bagaimana?"
"Tenang aja, gak bakalan!"
Rentetan cerita Haris selanjutnya, membuat Lastri terkejut setengah mati.
Siang tadi, setelah menghajar Boy di salah satu sudut kampus yang sepi senyap, Haris mengambil pisau tentara yang sudah disiapkannya dan memotong kedua jempol Boy, tidak peduli teriakan ampun dan pilu-nya memenuhi udara di tempat itu. Setelah melihat kedua jempol kompetitornya tak berada di tempatnya lagi, Haris tersenyum puas. Tapi hanya sesaat, dia lalu melihat masih ada delapan jari-jemari lain yang bisa menggantikan fungsi jempol.
Tak lama kemudian teriakan pilu yang lebih panjang terdengar. Kesepuluh jari Boy telah tercampak ke tanah, bercampur dengan debu dan rumput kering.
Haris pun pergi meninggalkan Boy yang meronta-ronta kesakitan. Tapi tak lama kemudian, raungan mesin motornya terdengar mendekat. Dia turun dari motor dan menghampiri Boy. Pisau tentaranya kembali terhunus. "Tanggung!" gumamnya.
"Ka, kamu serius?" tanya Lastri dengan ekspresi tak percaya.
Haris mengangguk mantap. "Apapun untuk kamu, Sayang..."
Layar smartphone Lastri berkedip, ada pesan dari Sarah, teman seangkatannya di fakultas informatika. Refleks, Lastri menyentuh layar smartphone untuk membuka dan membaca pesan itu. Dia sekonyong-konyong merasa mual. Lalu seperti ada palu-palu besar yang menggedor-gedor kepalanya.
Lastri, si Boy itu teman kamu kan? Dia dibunuh orang, Las...