Mereka mengambil tangan kiriku dari dalam parit coklat kehitaman. Lalu kepalaku mereka temukan di antara belukar, di atas beberapa selongsong peluru. Kelopak matanya kosong menyisakan darah kering. Kaki kananku sudah lebih dulu diamankan di atas jeep, setelah mereka bersusah payah menariknya dari anak sungai sedalam hampir 10 meter.
Setelah menyusun jasadku yang tercerai berai mereka memberi nama baru kepadaku. Aku tidak suka nama itu.
"Dia harus diberi nama," demikian tutur Sang Kapten, pemimpin tim yang telah bekerja tanpa pamrih ini.
Deru kendaraan mereka seketika memenuhi hutan yang nyaris tertutup selimut malam.
"Kita menginap di pos 12," kata Sang Kapten lagi memberi instruksi kepada sopir mobil pertama.
Tentu saja ucapan itu membuatku terkejut setengah mati. Ah, aku memang sudah mati sejatinya.
Tidak!
Jangan di tempat itu!
Tapi apa daya, aku kini hanya bisa menyaksikan iring-iringan kendaraan mereka menjauh. Aku belum bisa kemana-mana, karena salah satu organku masih tertinggal di tempat ini, di dalam salah satu sumur kering yang luput dari pencarian mereka.
Aku pun memungut jantungku yang anehnya... belum berhenti berdenyut. Mungkin inilah yang membuat aku masih bisa bertahan dan merasakan seperti yang kalian rasakan.
Aku harus segera menyusul mereka ke Pos 12. Para penjaga pos adalah jejadian. Mereka manusia serigala yang telah menceraiberaikan tubuhku ke seluruh penjuru hutan. Kulit mereka tak ditembus peluru dan pisau, tapi taring dan cakarnya lebih tajam dari samurai.