Di atas butir embun sebuah aubade dimulai
pertanda mimpi terakhiri dan ikhtiar diawali
tabuhan genderang perang sebarkan bunyi
pasukan awan berderap memanggil prajurit sejati
dipimpin panglima raja hari.
.
Klakson dan derum mesin-mesin luluhlantakkan sepi
memaksa peluang keluar dari celah pundi-pundi
tubuh-tubuh pun memasak kalori rembeskan bulir peluh
kerajaan para pekerja bergeliat dalam ria dan keluh. Â
.
Panglima berteriak lantang di atas tahta
dan kita prajurit berperang dengan gagah perkasa
berjibaku di medan terbuka
lumpur menghitam di kaki sawah desa
atau ruangan beraroma lavender di belantara beton kota.
.
Di bawah panji-panji perang
kita melawan nasib dan kestatisan
anehnya perang ini tak memiliki pemenang
kita selalu kalah agar selalu punya alasan berjuang
.
Lalu akhirnya kita sadar
kalah dan menang hanya permainan alam bawah sadar
.
Perang kita bukan untuk mencari pemenang
melainkan untuk memisahkan pencundang dan pejuang.Â
---
kota daeng, 08 Februari 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H