Jika waktu pergi tanpa ucapkan perpisahan, dia akan kembali dengan cara yang sama. Saat itu penyesalan telah jadi kebodohan jenaka yang dirindukan. Kamu pun jadi sedikit lebih tinggi dibanding tembok yang dibangun penyesalan itu.
Medali-medali telah disiapkan, tetapi kepada siapakah nanti lagu kemenangan dinyanyikan jika kamu menolak ikut serta. Memang setiap kali tersadar kamu semakin paham, sebagian besar kemenangan masih menjadi mimpi-mimpi. Tetapi sesekali kamu harus menoleh ke belakang untuk melihat anak tangga yang sedang kamu tapaki sebenarnya tersusun dari mimpi-mimpi yang jadi kenyataan.
Tak usah tangisi waktu. Jika dia pergi tanpa ucapkan perpisahan, dia akan kembali menemukanmu dengan cara yang sama. Saat itu cangkir telah jadi setengah penuh, bukan lagi setengah kosong. Lagu kemenangan akan dituliskan di atas prasasti. Anak tangga, medali kemenangan dan tembok-tembok yang membatasi dirimu dengan pragmatisme semakin tegas mengontras di dalam dirimu. Bahkan mungkin sekat antara mimpi dan pencapaian jadi lebih tipis dari baris-baris doa.
Kamu hanya harus menatap cermin waktu dan menatap masa depan untuk melihat kegemilangan esok hari adalah refleksi dari ikhtiar hari ini.
---
kota daeng, 18 oktober 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H