Dari bubungan awan, Cupid memandang sedih ke arah pria dan wanita muda yang sedang duduk berdua di atas kursi taman. Dia bisa saja mengasah mata panahnya untuk dilesatkan ke jantung mereka. Tetapi dia sedang melihat takdir yang lain.
Pria itu mengidap penyakit kanker stadium 4 dan hidupnya tidak akan sampai dua bulan lagi. Cupid melihat kehidupan wanita setelah ditinggalkan kekasih. Dia menderita kesedihan yang amat dalam. Setelah itu mati karena tertabrak mobil saat menyeberang jalan dengan pikiran melayang-layang.
Dari taman, kedua manusia itu sedang menatap awan-awan.
“Apa lagi yang ditunggunya?” keluh pria.
“Ya, dia biasa begitu bersemangat,” sambung wanita.
Pria pun berteriak ke atas memanggil Cupidturun. Malaikat cinta itu terkejut tapi hanya sesaat. Tidak semua manusia bisa melihat wujudnya, hanya mereka yang akan segera mati yang bisa melihatnya. Dia pun mengepakkan sayap dan membawa dirinya terbang merendah
“Mana anak panah cintamu?” tanya pria begitu Cupid melayang di hadapan mereka.
“Cinta akan membunuh kalian berdua,” sahut Cupid lirih.
“Memang. Tapi bukankah cinta dan kematian sudah suratan semesta?” sahut wanita.
Cupid mengangguk lemah. Dia pun memasang anak panah, menarik tali busur dan menjalankan tugasnya.
Pada senja yang kelabu itu, pria menggandeng wanita meninggalkan taman dengan hati berbunga-bunga. Mereka sedang jatuh cinta.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H