Perjodohan, cinta dan supranatural. Sepertinya inilah tiga kata yang tepat untuk menggambarkan dinamika kehidupan dalam novel besutan Rudie Chakil berjudul Aradhea. Novel ini dirilis pada tanggal 22 Mei 2016 oleh penerbit Jentera Pustaka. Dalam 208 halaman, pembaca akan disuguhi kisah cinta orang muda yang dinamis dan kental dengan persahabatan dan… bumbu mistis.
Tapi bukan mistis yang identik dengan kata “angker”, melainkan lebih cenderung kepada kemampuan supranatural tokoh cerita yang menggerakkan seluruh plot dan membuat kisah hidupnya menjadi kompleks, tidak terkecuali untuk urusan cinta.
Aradhea sendiri adalah nama seorang pemuda yang sangat berbeda dari kebanyakan pemuda seusianya. Aradhea memiliki talenta tersediri yang dikaruniakan Sang Maha Pencipta, yaitu penglihatan yang dapat menembus dimensi ruang dan waktu. Dia juga memiliki “koneksi” dengan sosok spiritual yang sering memandunya untuk berbuat baik dan memberi nasihat untuk menyelesaikan masalah orang-orang di sekitarnya.
Namun dengan segala kelebihannya itu, dia adalah sosok yang sangat ramah dan sederhana tapi juga cenderung keras kepala. Bisa jadi penyebabnya adalah semenjak ditinggal mati oleh kedua orang tuanya, kehidupan dan kakeknya-lah yang membesarkan dan membentuk wataknya.
Lalu hadir seorang gadis manis dan baik hati bernama Lina Caroline. Lina sebenarnya membuat banyak pemuda di sekelilingnya jatuh hati, hanya saja dia telah dijodohkan oleh orang tuanya sejak kecil. Perjodohan ini adalah bentuk balas budi dari orang tuanya kepada seorang kakek sakti mandraguna bernama Mbah Waskita, semenjak Lina berusia lima tahun.
Pada perjodohan itu, mbah Waskita menjodohkan Lina dengan cucunya sendiri karena dia tertarik dengan pesona yang dimiliki Lina sejak kecil. Orang tua Lina menerima perjodohan itu karena mbah Waskita berhasil “mengusir” sial yang membuat bisnis orang tua Lina tidak bisa berkembang.
Bertahun-tahun lamanya orang tua Lina memegang teguh janji mereka itu. Lina pun sadar kalau dia sudah dijodohkan, sehingga tidak pernah serius menanggapi perhatian dan sinyal-sinyal cinta dari lelaki di sekitarnya, termasuk teman karib sekaligus teman kampusnya sendiri, Fendi.
Fendi berteman dengan Aradhea atau yang biasa disapa Ade, karena mereka bergabung dalam komunitas pemotor Vespa. Fendi juga sering bertandang ke rumah Ade, sang filsuf muda, untuk berdiskusi tentang kehidupan atau masalah-masalah pribadi yang dialaminya. Lewat Fendi pula, Lina kemudian mengenal Ade.
Setelah 17 tahun perjodohan itu, mbah Waskita ingin agar Lina segera berkenalan dengan jodohnya, Wahyu, cucu mbah Waskita sendiri. Orang tua Lina cukup antusias dengan keinginan mbah Waskita itu. Padahal saat itu justru Lina juga mulai merasa dekat dengan Ade.
Walaupun awalnya Ade nampak misterius, semakin lama semakin terlihat kebaikan yang terpancar dari dirinya. Ade mampu membuat Lina merasa nyaman dan memahami segala kegalauan hatinya. Sedangkan Wahyu, ternyata tidak semanis kelihatannya. Walaupun selalu terlihat baik di depan orang tua Lina, semakin lama Lina semakin menyadari kalau Wahyu memiliki sigap egois yang tinggi. Lina juga mencurigainya sebagai seorang pecandu ganja.
Konflik demi konflik bermunculan. Sekalipun Ade sebenarnya juga mulai menaruh rasa pada sosok Lina, dia tetap meminta Lina untuk berbakti kepada orang tua dengan menerima perjodohan itu dan berusaha membuka diri terhadap Wahyu.
Lina mencoba menuruti nasihat itu. Namun siapa sangka saat membiarkan Wahyu lebih dekat dengan dirinya, dia justru hampir dilecehkan oleh calon suaminya sendiri. Kesedihan hatinya bertambah saat orang tua, terutama ayahnya sendiri justru lebih membela Wahyu.
Pikiran Lina hampir buntu. Tapi pada satu kesempatan, dia berhasil melarikan diri dari rumah dan menyusul Ade yang saat itu akan berkunjung ke desa tempat kakeknya berada. Mobil Lina berhasil menyusul bus yang ditumpangi Ade. Kehadiran Lina yang tiba-tiba membuat Ade cukup terkejut, tapi kemudian mereka berdua pun melanjutkan perjalanan menggunakan mobil Lina.
Perjalanan ke desa itu membuka babak baru kisah mereka. Ade semakin tidak bisa membohongi kata hatinya kalau dia juga memiliki cinta untuk Lina. Namun pada saat yang sama dia menyadari Lina adalah milik orang lain yang diikat oleh tali perjodohan. Orang tua Lina saat ini juga pasti sedang mencemaskan anak gadis semata wayangnya itu. Ade pun berniat mengantar kembali Lina pulang begitu kunjungannya di desa kakeknya selesai.
Mbah Sayyidi, kakek Ara, juga ternyata seorang yang hatinya begitu kaya. Kendati hidup sederhana, dia berhasil membesarkan Ade menjadi lelaki yang tulus hati, bijakana dan memahami nilai-nilai kehidupan. Pertemuan dengan kakeknya membantu Ade memahami garisan takdir yang dituliskan Tuhan untuk dirinya dan membawa keyakinan baru tentang hubungannya dengan Lina.
Kunjungan yang singkat berakhir. Ade dan Lina kembali ke Jakarta. Ade merasa bertanggungjawab mengantar Lina sampai ke depan orang tua Lina dengan selamat, kendati untuk itu dia harus menerima sambutan yang pahit dari ayah Lina.
Hati Lina bertambah getir karena sikap orang tuanya itu. Pada satu sisi dia kini benar-benar meyakini Ade-lah cinta sejatinya. Sedangkan pada sisi lain, dia juga tahu perjodohan itu tidak akan bisa dibatalkan lagi. Akhirnya sebuah kegilaan menghampirinya. Kegilaan yang akan membuatnya menantang maut untuk menunjukkan cinta mereka kepada dunia. Ade bukannya tidak mengetahui rencana gila Lina itu, tetapi diri spiritualnya mengarahkannya untuk mengikuti suratan semesta.
Dan akhirnya, ending cerita yang manis dan mengharukan pun menyapa pembaca. Perjodohan, cinta dan takdir mempertemukan seluruh tokoh cerita, termasuk mbah Waskita dan mbah Sayiddi pada muara novel ini.
Kisah utama di atas dikuatkan oleh bumbu yang pas dari kisah-kisah persahabatan dan cinta khas anak muda. Kita bisa ikut merasakan bagaimana Fendi harus bersikap dewasa saat mengetahui Lina yang selama ini disayanginya lebih memilih Ade atau bagaimana perasaan Aida, mantan kekasih Ade yang masih menyimpan rasa pada mantan kekasihnya. Padahal Aida juga berkawan karib dengan Lina
Kekuatan
Kekuatan novel ini terletak pada keseriusan mas Rudie membangun karakter Aradhea yang bijaksana, sederhana, sedikit cuek, tetapi sebenarnya memiliki perhatian kepada kawan-kawannya. Mas Rudie berhasil memadupadankan sikap keras kepala Ade dengan sifat seorang filsuf. Juga merangkai alur yang tepat untuk menggambarkan Ade yang “dirasuki” sosok spiritual. Peristiwa luar biasa ini-lah yang banyak membantunya memberi nasihat-nasihat kepada kawan-kawannya dan memperingatkan mereka akan bahaya yang mengancam di depan.
Begitu pula dengan pembentukan karakter tokoh-tokoh yang lain.
Bahasa yang digunakan juga mengalir, bahasa khas anak muda sehingga tidak membosankan. Ada kutipan-kutipan mutiara yang saya yakin adalah hasil permenungan pribadi penulisnya. Saya sendiri langsung jatuh cinta pada Aradhea begitu membaca inspirasi yang terletak pada awal kisah ini
Perumpamaan setiap manusia di dalam garis hidupnya adalah seperti semut kecil yang berjalan pada ranting yang bercabang dua. Di setiap cabangnya bercabang tiga, dan di setiap tiga cabang itu, bercabang empat. Hingga cabang ranting menjadi tujuhpuluh tujuh cabang.
Indah bukan?
Kemudian buat pembaca yang masih awam dengan cerita-cerita indigo, kisah Aradhea cukup membantu memahami bagaimana sebenarnya hidup seorang indigo itu.
Kelemahan
Mungkin yang menjadi catatan kecil untuk novel ini adalah masih ada sejumlah kecil kesalahan typografi (yang sayangnya tidak sempat saya catat). Tapi percayalah, satu dua kesalahan ketik tidak akan mengganggu keutuhan jalan cerita.
Kemudian bagi pembaca yang memiliki selera antagonis-protagonis yang kontras, Aradhea tidak akan memuaskan selera anda. Tokoh “jahat” Wahyu memang memiliki andil besar dalam konstruksi konflik pada hidup Lina tapi menurut saya masih perlu greget lagi. Termasuk tokoh mbah Waskita atau bahkan tokoh Aida yang awalnya saya pikir akan memberi rintangan ekstra untuk membuyarkan hubungan Ade dan Lina.
Tapi mungkin gaya penulisan seperti inilah yang membuat Aradhea menjadi unik dan lebih “manusiawi”.
Kesimpulan
Aradhea layak jadi koleksi mereka yang ingin mencicipi percintaan khas orang muda yang dikemas dalam kisah mistis dan supranatural. Manusia indigo yang mungkin jarang kita temui, dapat kita kenali dengan akrab dalam novel ini.
Melalui Aradhea, mas Rudie Chakil ingin berbagi permenungan untuk para pembaca sekalian. Di atas kisah romansa yang mengharu biru, kita dapat menemukan begitu banyak nilai dalam kehidupan. Mawas diri, bersyukur, kejujuran, keikhlasan dan banyak lagi. Dan benang merah dari seluruh kisah ini adalah cinta. Cinta adalah anugerah Tuhan yang harus diperjuangkan karena kekuatan cinta begitu besar dalam hidup kita.
****
Resentator : Pical Gadi
Email: picalgadi@gmail.com
Facebook:www.facebook.com/pical.efron
Twitter: @picalg
IG: @picalg
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H