Pendampingan diberikan baik dalam bentuk produk dan pelayanan yang membangun kebiasaan produktif anggota, maupun kunjungan secara langsung ke tempat tinggal anggota atau tempat usaha anggota. Beberapa koperasi membentuk kelompok-kelompok kecil usaha untuk anggotanya.
Kelompok tersebut diberi pelatihan dan pinjaman khusus untuk usaha kecil. Setelah itu pengurus, manajemen atau aktivis koperasi mengunjungi mereka secara berkala untuk memantau perkembangan usaha mereka. Kiat ini juga dilakukan untuk memastikan kalau pinjaman dimanfaatkan tepat guna dan memperkecil resiko gagal bayar dari anggota-anggotanya.
Memberikanfasilitas kredit yang sesuai.
Koperasi yang berbasis komunitas dapat lebih mudah memberikan pelayanan kepada anggota-anggotanya. Karakteristik produk kredit yang ditawarkan pun bisa disesuaikan dengan keadaan dan usaha anggota. Misalnya: Untuk anggota koperasi di dekat pasar yang anggota peminjamnya didominasi oleh pedagang di pasar, pembayaran kreditnya dapat ditagih harian untuk meringankan pembayaran mereka.
Atau jika sebagian besar anggota adalah peternak, koperasi dapat memberikan pinjaman yang waktu jatuh temponya disesuaikan dengan masa produksi.
Jejaring.
Seringkali masalah utama yang dihadapi pengusaha kecil selain permodalan adalah pemasaran. Nah, dalam hal ini koperasi dapat menjadi fasilitator dalam hal pemasaran hasil usaha anggota-anggotanya.
Koperasi dapat membangun jejaring dengan toko, pemilik modal atau entitas lain yang relevan. Atau paling tidak koperasi memfasilitasi pemasaran di antara anggota-anggota koperasi sendiri menggunakan prinsip “dari, oleh dan untuk anggota.”
Namun tidak bisa disangkal, untuk sampai ke sana masih banyak pembenahan yang harus dilakukan dalam gerakan perkoperasian di negara kita. Tantangan-tantangan yang dihadapi antara lain:
- Pengelolaan yang konvensional. Banyak koperasi yang belum dikelola secara modern sehingga menimbulkan banyak masalah yang ujung-ujungnya bisa merugikan anggota. Masalah-masalah tersebut misalnya: penguatan SDM yang belum memadai, pengurus dan pengawas yang inkompeten serta produk dan pelayanan yang belum berorientasi pada anggota.
- Teknologi. Belum semua koperasi menerapkan sistem informasi dan akuntansi yang komprehensif sehingga banyak pekerjaan yang masih dilakukan secara manual. Ini tentu meninggalkan celah keamanan keuangan yang besar dan pekerjaan menjadi lambat bahkan terbengkalai.
- Pendampingan kepada anggota masih kurang. Koperasi masih cenderung pasif dan menunggu anggota. Padahal pendampingan yang dimaksud adalah aktivis koperasi turun ke lapangan dan berjumpa dengan anggota untuk mengetahui kendala-kendala dalam usaha dan pengelolaan keuangan mereka.
Jika setiap koperasi berperan dengan maksimal memajukan usaha kecil anggota-anggota, negara kita memiliki satu senjata lagi untuk menghadapi tantangan global Masyarakat Ekonomi Asean. Tantangan ini mungkin terlihat menakutkan pada satu sisi, namun pada sisi yang lain sebenarnya juga adalah peluang untuk menaikkan kelas koperasi dan UMKM kita. (PG)