Setiap orang pasti memiliki strategi atau cara-cara mengelola keuangan yang berbeda-beda, karena tingkat pendapatan serta tujuan keuangan masing-masing orang juga berbeda satu sama lain. Izinkan saya sedikit sharing bagaimana kiat-kiat kami mengelola keuangan. Saya dan istri sama-sama bekerja sebagai karyawan swasta. Komponen biaya keluarga kami secara garis besar adalah menabung, membayar tagihan-tagihan dan kewajiban (utang), transportasi, biaya hidup sehari-hari dan kadang-kadang biaya untuk membantu keluarga.
Anak pertama kami berusia hampir dua tahun. Jadi saat ini perhatian utama perencanaan keuangan kami adalah persiapan biaya pendidikannya nanti. Anak adalah titipan dari Tuhan sekaligus harapan masa depan orang tua, sehingga bagaimanapun juga kami mesti mengusahakan yang terbaik untuk pendidikannya.
Inflasi biaya pendidikan biasanya melebihi besarnya inflasi umum. Kisaran inflasinya kurang lebih 10%-20% per tahun bahkan bisa lebih. Jadi jika mengatakan biaya pendidikan sekarang ini cukup mahal, bayangkan bagaimana nanti biaya pendidikan anak-anak kita 10-15 tahun ke depan? Hitung-hitungan sederhana, jika hari ini biaya untuk masuk kuliah misalnya Rp10.000.000, maka pada saat anak kami masuk kuliah kurang lebih 16 tahun ke depan, biayanya meningkat menjadi Rp45.948.000. Itu pun hanya dengan menghitung inflasi rata-rata 10% tahun saja.
Sementara itu di sisi lain, usia produktif manusia ada batasnya. Kemampun kami memperoleh pendapatan hari ini tentu tidak sama lagi dengan saat 16 tahun yang akan datang. Jadi kesempatan untuk menabung ini dimanfaatkan sebesar-besarnya selagi masih memiliki tenaga dan pikiran yang cukup untuk menghasilkan uang.
Untuk instrumen menabungnya, kami membuka tabungan di koperasi tempat saya bekerja. Memang koperasi membatasi besarnya tabungan yang dimasukkan per bulan karena si kecil masih termasuk kategori anggota luar biasa. Tapi karena dilakukan secara teratur, cukup terlihat progress peningkatan tabungannya.
Menggunakan prinsip don’t put your eggs in one basket, kami juga mencari alternatif tabungan yang lain. Kebetulan beberapa waktu lalu, kawan yang bekerja di salah satu bank swasta juga menawari saya produk tabungan junior untuk si kecil. Produk tabungannya bebas biaya administrasi, jadi lumayanlah untuk menambah saldo tabungan si kecil. Tabungan ini diisi jika ada kelebihan pendapatan yang tidak dianggarkan sebelumnya, misalnya insentif atau honor di luar gaji rutin setiap bulan.
Idealnya, imbas hasil dari instrumen tabungan atau investasi harus berada di atas inflasi, agar tabungan yang kita bangun jangan digerus nilainya oleh inflasi. Oleh karena itu istri saya juga membeli salah satu produk asuransi yang menawarkan imbas hasil yang menarik. Memang tercatat pemegang premi atas nama istri saya, tetapi rencana kami peruntukkan nilai tunai asuransinya nanti untuk membantu biaya pendidikan anak.
Sebagaimana sudah dipaparkan di atas, berinvestasi itu penting agar aset kita tidak lekas digerus inflasi. Ada macam-macam cara berinvestasi. Bisa dengan membeli aset tetap, membeli obligasi, membangun deposito, membeli saham, berinvestasi lewat produk investasi asuransi dan lain-lain.
Kami memilih cara yang disesuaikan dengan dompet, kebutuhan dan kemampuan kami memilih resiko. Di kota besar seperti Makassar, tanah semakin sulit diperoleh dan harganya terus menanjak. Oleh karena itu selagi masih produktif, kami “memaksa diri” membeli dua lokasi tanah. Yang satu digunakan untuk membangun rumah nantinya, yang satu lagi menjadi instrumen investasi. Memang keduanya diperoleh dengan cara kredit, namun anggap saja keduanya adalah utang positif karena tren harga tanah selalu mengalami peningkatan.
Proteksi Keuangan