“Kalau tidak kenapa, Kesha? Kamu mungkin penyihir paling berkuasa di wilayah Selatan. Tapi ingat, kamu disini hanya tamu saja.”
Emerald hendak membalas perkataan keras Basalto, tetapi suara hati menahannya. Kekesalannya hanya ditunjukkan lewat sentakan kepalan tangan. Pada saat dia hendak beranjak keluar ruangan,tiba-tiba ruangan itu seperti dihembus angin kencang. Sebuah cahaya biru bersinar terang benderang di sudut ruangan, lalu dua orang penyihir berjubah dan mengenakan pakaian kebesaran kaum sihir berloncatan dari dalam cahaya itu.
Basalto cepat-cepat mengarahkan tongkat sihirnya, tetapi langsung menurunkannya begitu melihat penyihir-penyihir itu lebih jelas.
“Kalian rupanya.”
Ametys dan Ruby, raja kaum sihir di wilayah timur dan utara Gopalagos.
“Kami harap tiba di saat yang tepat. Waktu ini menjelang makan siang, bukan?” Ametys berusaha mencairkan suasana kaku yang seketika dirasakannya di tempat itu.
Sebaliknya, Ruby langsung berjalan mendekat ke meja panjang dan memandang ngeri perkamen serta kitab-kitab sihir di atas situ.
“Jadi ini penyebabnya?” ucapnya dengan nada khawatir.
“Kalian bisa membuat portal di dalam istanaku?” Basalto balik bertanya.
“Ini ide Ruby. Dia ingin segera sampai ke dalam istana. Kami pun mencobanya, dan ternyata perisai sihir yang kamu bangun untuk menutup pintu portal di dalam istana sudah rapuh, Basalto. Mungkin sudah lama kamu tidak memperbaharui mantranya lagi sehingga kami dapat menembusnya dengan mudah.”
“Maaf, Kawan. Aku merasa kami harus secepatnya sampai ke dalam istanamu. Dan tolong, Basaman. Kita hanya berempat di sini, akan lebih nyaman jika memanggil nama kecil kita masing-masing saja,” sambung Ruby.