“Prajuritku tidak akan menyerang tanpa alasan. Mereka terpaksa, karena prajurit Amenthop tidak mau berbicara baik-baik. Mereka justru meminta prajurit-prajuritku segera meninggalkan kebun anggur itu,” Basalto membela diri ketika Emerald mencecarnya.
Mereka berdua kini sedang berada di dalam ruang kerja raja Basalto, dikelilingi benda-benda antik dan barisan lemari penuh perkamen.
“Tapi tidak harus dengan kekuatan sihir, kan?” sergah Emerald.
“Mereka tidak punya pilihan lain. Saat itu mereka kalah jumlah dari pasukan Amenthop.”
Emerald menggeleng-geleng heran.
“Kalau begitu apapun yang terjadi, kamu tetap harus mencari cara damai untuk menyelesaikan masalah ini. Dan cobalah mengirim utusan untuk menyampaikan permintaan maafmu kepada raja Dursoil.”
“Aku sudah melakukannya…”
Raja Basalto memang sudah mengirim orang ke kerajaan Amenthop. Tetapi utusan itu ditolak mentah-mentah oleh raja Dursoil. Raja yang memang temperamental itu tidak bisa menerima begitu saja prajuritnya diserang oleh prajurit kerajaan Basalto. Dia menganggap itu sebagai sebuah tantangan. Telah bertahun-tahun kerajaannya mengelola kebun anggur di perbatasan dan selama itu tidak pernah ada masalah antara dia dan guru Shandong, termasuk raja Basalto awalnya. Mengapa baru saat ini mempermasalahkan perkebunan itu?
Tetapi raja Dursoil tahu, kalau dia memaksa diri untuk berperang melawan kerajaan Basalto saat itu mereka akan menemui kesulitan. Maka secara diam-diam dia mengirim surat-surat rahasia kepada sejumlah mantan prajurit para kaum Sagit yang ada di kerajaan.
Dua cangkir teh rempah telah tandas. Emerald sebenarnya masih ingin berbicara banyak, tetapi dia mengurungkan niatnya karena melihat Basalto di sisi jendela sedang memandang serius ke arah padepokan. Saat itu juga Daestar juga masuk ke dalam ruangan dan menggelayut di kaki ayahnya.
Raut kaku Emerald berubah menjadi lebih cerah. Dia tersenyum memandang bocah itu.