Di antara jam-jam lemburku, habit orang-orang finance saban akhir bulan, pesan dari Mirina masuk. Mataku berbinar-binar kembali, lalu cepat-cepat membuka pesan itu.
“Jay, aku capek dengan hubungan kita seperti ini. Aku tidak kuat di-LDR-in lama-lama, Jay. Jadi mungkin kita jalani hidup kita masing-masing saja mulai malam ini. Kita putus. Maaf ya Jay, kalau selama ini sudah membuatmu susah dengan segala keegoisanku.”
That’s it.
Aku diputus cinta hanya lewat pesan sosmed se-simple itu.
Mestinya aku sedih kali ini, tapi… kenapa rasanya aku malah bahagia ya? Rasanya hidup lebih ringan.
Handphone-ku bernyanyi,
“Halo, Ri,” sapaku pada si penelpon.
“Mas Jay lembur lagi, ya? Masih lama, nggak?” terdengar suara merdu Chery, tetangga kontrakanku.
“Iya, nih, Ri. Emang kenapa?”
“Aku baru abis masak Sop Iga nih, Mas. Kalau mau, ntar aku anterin ke kantor Mas Jay. Kebetulan aku sama mbak Sofi mau ke rumah saudara. Tinggalnya di sekitar kantor mas Jay…”
Aku tersenyum. Mungkin inilah yang membuat aku tidak jadi bersedih diputus cinta malam ini.