[caption caption="Ilustrasi gambar dari: KOMPAS.com/TRI SUSANTO SETIAWAN"][/caption]
Â
Sejak kemarin hampir seluruh media se-Indonesia Raya kompak menayangkan kasus pelecehan seksual yang dilakukan pedangdut Saipul Jamil (SJ). Berita ini menjadi ramai karena terjadi di tengah-tengah hangatnya pembicaraan mengenai LGBT di tanah air dan SJ sendiri adalah seorang pesohor yang wajahnya sudah cukup sering tampil di layar kaca.
Kasus ini sedang ditangani Polda Metro Jaya. Jika alat-alat bukti mendukung, hukuman maksimal 15 tahun sedang menanti SJ.
Saya tidak akan membahas pelecehan seksualnya, karir atau nasib SJ saat ini. Sudah banyak sumber informasi lain yang membahasnya. Saya hanya mencoba mengalihkan fokus sejenak kita kepada pelapor sekaligus korban, pemuda berusia 17 tahun dengan inisial DS.
Kasus pelecehan seksual seperti yang dilakukan SJ mungkin hanya satu dari banyak kasus yang tidak sempat terekspos ke permukaan, seperti fenomena gunung es. Penyebabnya adalah keengganan korban  untuk melaporkan pelecehan yang menimpanya. Bisa jadi karena malu, tidak enak sama pelaku, diiming-imingi sesuatu oleh pelaku dan penyebab-penyebab lainnya.
Selain itu, pada umumnya kasus seperti ini terjadi antara dua orang yang saling mengenal dan sudah akrab satu sama lain. Sehingga jika terjadi kasus, jarang yang berakhir dengan pengaduan pada polisi karena ini berarti mempertaruhkan  persahabatan mereka.
Nah, di tengah rasa prihatin yang mesti ditujukan kepada DS, saya juga menyelipkan apresiasi atas keberaniannya melaporkan perbuatan SJ pada kepolisian setempat sehingga kasus ini menjadi terang benderang. Butuh keberanian besar untuk melakukan hal tersebut.
Pertama, saat melapor DS mesti siap dengan segala konsekuensinya. Namanya akan dikait-kaitkan dengan peristiwa yang bagi sebagian besar masyarakat kita dianggap memalukan. Belum lagi proses hukum yang terjadi setelahnya seperti visum, penyelidikan dan lain-lain.
Kedua, DS melaporkan seorang selebritis, orang yang sudah terkenal. Orang ini mapan dan bisa saja punya pengaruh yang bisa balik merugikan diri DS sendiri.
Ketiga, tindakan DS tergolong berani untuk seorang pemuda berusia 17 tahun. Tidak banyak orang muda yang mau berpikir dan mengambil jalan yang lebih panjang seperti itu. Bukankah lebih baik kalau DS cukup pergi diam-diam dan jangan berhubungan dengan SJ lagi. Skandal yang mengorbankannya tidak ketahuan dan tidak akan ada kegaduhan.