[caption caption="Generasi Sandwich dan Masalah Keuangannya | Ilustrasi: wondrlust.com"][/caption]
Terinspirasi dari roti lapis yang menjadi asal mula penamaannya, Generasi Sandwich bisa diartikan sebagai generasi yang terapit di tengah-tengah dua generasi lainnya. Orang-orang yang tergolong ke dalam generasi sandwich memiliki rentang usia 30-40 tahun atau lebih. Pada usia ini, mereka pada umumnya telah memiliki tanggungan sendiri yaitu anak-anak, sekaligus sudah mesti “mengasuh” orang tua yang telah lanjut usia.
Jika berada pada tahapan hidup sandwich ini, kita mesti siap dengan sejumlah konsekuensi yang dapat mempengaruhi kondisi finansial kita terutama jika orang tua tidak memiliki persiapan hari tua yang memadai. Di satu sisi, kebutuhan biaya anak-anak mulai meninggi. Sementara di sisi lain, orang tua juga membutuhkan perhatian, mulai dari biaya hidup sampai biaya yang berhubungan dengan kesehatan mereka.
Jadi jika dipetakan, pos pembiayaan generasi sandwich sebagai berikut:
Biaya Anak-anak
Pada tahapan ini anak-anak biasa sudah mulai beranjak remaja. Selain biaya pendidikan yang sudah lazim kita keluarkan, biaya hidup mereka terkait dengan lifestyle pun meningkat. Anak-anak mulai melek terhadap mode. Mereka juga membutuhkan biaya untuk mendukung tetek bengek seputar dunia mereka, ekskul, hobi, sosial media dan lain-lain.
Biaya Orang tua
Jika sudah berada pada usia di atas 60-an tahun, kesehatan kita akan semakin rentan. Perubahan cuaca sedikit saja bisa mengakibatkan gangguan berkepanjangan. Oleh karena itu, sebagian besar biaya yang dialokasikan untuk orang tua adalah biaya untuk mendukung kesehatan mereka. Apalagi jika orang tua memiliki riwayat penyakit kronis, sepertinya misalnya jantung, stroke, diabetes dan lain-lain
Dua garis besar pos biaya ini diluar biaya hidup rutin yang mesti kita keluarkan, seperti transportasi, komunikasi, makan dan minum, dan lain-lain. Akibatnya, jika tidak pandai-pandai, para generasi sandwich akan kesulitan mengelola arus kas mereka.
Ada beberapa kiat yang bisa dilakukan jika kita termasuk dalam generasi sandwich untuk mengefisienkan pengelolaan arus kas, terutama jika orang tua kita benar-benar membutuh bantuan dari anak-anaknya.
- Perlindungan Kesehatan. Ikutkan pula orang tua pada program asuransi atau perlindungan kesehatan lainnya. Saat ini cukup banyak pilihan yang ada disekitar kita. Dengan mengikuti perlindungan kesehatan, arus kas kita bisa lebih stabil jalannya. Jika terjadi masalah pada orang tua, kita juga telah membagi tanggungan dengan pihak ke tiga penyedia jasa perlindungan kesehatan tersebut.
- Emergency Fund. Kita perlu membentuk tabungan darurat sedini mungkin. Dana ini akan menjadi dana taktis apabila ada hal-hal darurat yang terjadi. Bisa menjadi dana pertolongan pertama jika orang tua mengalami masalah medis secara tiba-tiba. Bisa juga menjadi dana darurat pada saat gangguan keuangan lainnya terjadi, seperti misalnya usaha kita merugi, atau terkena PHK. Selain itu, dana darurat ini dapat dikonversi menjadi dana hari tua saat kita mengalaminya nanti. Cara membangun dana darurat dapat dilihat pada tulisan ini.
- Memboyong Orang Tua. Jika memang kita telah menanggung sebagian besar atau seluruh beban hidup orang tua, memboyong orang tua untuk tinggal bersama bisa jadi alternatif. Dengan tinggal bersama kita bisa memberi perhatian lebih pada orang tua dan biaya hidup bisa diefisienkan. Tentu ada konsekuensi-konsekuensi lain yang harus dipikirkan seperti privacy, kenyamanan suami/istri dan kenyamanan orang tua kita sendiri. Namun dengan komunikasi yang baik, konflik-konflik mungkin terjadi dapat diminimalkan
- Bahu Membahu. Kita bisa menjalin komunikasi dengan saudara yang lain untuk bahu membahu meringankan biaya hidup orang tua. Mekanisme dan proporsinya disepakati bersama, bisa disesuaikan dengan tingkat income masing-masing.
- Bangun DHT (Dana Hari Tua). Kiat ini sebenarnya cocok untuk generasi sandwich-nya sendiri. Mumpung masih produktif, sedapat mungkin kita harus membangun Dana Hari Tua kita sendiri. Sejumlah perusahaan atau instansi pemerintah sudah menyediakan untuk karyawannya. Namun tidak ada salahnya kita ikut menyisihkan sebagian pendapatan untuk meningkatkan dana guna menunjang masa tua kita. Dengan memiliki DHT, pada masa depan nanti, kita pun tidak perlu membebani anak-anak kita, generasi sandwich berikutnya.
Memang tidak mudah mengelola hidup terutama jika kita menjadi tulang punggung dari dua generasi, di atas dan di bawah kita. Namun dari sudut pandang lain, menjadi generasi sandwich memiliki kenikmatannya sendiri. Kita bisa merasakan indahnya kebersamaan dengan dua generasi tersebut sekaligus. Jadi kiat yang bisa dilakukan adalah mengelola arus kas dengan bijak, agar kita bisa menjadi berkat bagi orang tua dan anak-anak kita. (PG)