“Katakan apa lagi yang disukai nenekmu…, aku akan kembali menyuruh orang mengirim paketnya. Atau kalau kamu tetap bersikeras, aku bisa menghilangkan senyuman dari wajah wanita tua itu….. selamanya,…”
Brutus kelihatan bingung. Dengan geram dia melempar sisa pizza ke dinding, lalu meraih tongkat golf yang disembunyikan di belakang sofa.
“Polisi busuk…!!,” kilat amarah membuncah dari matanya.
Arnold terkejut dan berusaha mengambil pistol revolver dari holster-nya. Namun terlambat, besi dingin tongkat golf lebih dulu menghantam pelipisnya.
Arnold kini terkapar tak sadarkan diri di lantai apartemen. Dari pelipis kirinya mengucur darah tipis merah segar.
Brutus berusaha menenangkan gejolak amarahnya. Dia sedang mengingat-ingat potongan tutorial yang pernah diberikan psikolog beberapa waktu lalu di lembaga pemasyarakatan. Namun sepertinya dia tidak berhasil, sekeras apapun dia berusaha mengingatnya. Karena kesal, dia kembali menggenggam tongkat golf kuat-kuat lalu menghantamkannya sekali lagi ke kepala Arnold.
*******
Dua hari kemudian penduduk kota kembali geger oleh headline sejumlah media cetak dan elektronik. “Demon Serahkan Diri Tanpa Perlawanan”, “Polisi Ringkus Demon Tanpa Konfrontasi”, “Demon Ditangkap, Kota Kembali Aman” lalu keesokan harinya headline yang tidak kalah sensasionalnya kembali bergulir. “Kapten Arnold Hilang Misterius”, “Demon Ditangkap, Kepala Polisi Menghilang” dan berita sejenis.
Setelah seminggu lamanya mencari, pihak Kepolisian tidak mendapatkan hasil apapun selain menemukan mobil Sedan Arnold di daerah pinggiran kota. Demon alias Brutus sementara diselidiki, dan sejauh ini nampaknya “bersih”, kendati kedua peristiwa ini terlalu aneh jika dinyatakan sebagai sebuah kebetulan.
*******
Nyonya Hatcher, isteri Arnold masih tenggelam dalam kesedihan. Dia tidak memiliki firasat apapun mengenai kehilangan suaminya. Sejauh ini dia hanya bersedia menerima kedatangan anak-anak, pengacara dan rekan suaminya. Dia belum bersedia menerima wartawan dari media manapun.