Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Jejak-jejak Demon

8 September 2015   13:18 Diperbarui: 29 Mei 2020   19:43 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah satu bulan ini Kepala Polisi tidak bisa tidur nyenyak. Kantung hitam di matanya makin hari makin berat. Sepanjang hari sampai malam dia harus meladeni pemburu berita dan protokol-protokol legal formal yang benar-benar mengganggu. Suasana hati yang tidak tenang itu bertambah, karena hampir setiap hari pak Wali Kota datang ke Kantor Polisi dan menekannya dengan retorika dan wejangan birokratis lainnya.

Sebulan lalu seorang penjahat kelas berat berhasil kabur dari penjara. Penjahat itu divonis karena kasus pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, penculikan dan aneka kejahatan lainnya. Berita lolosnya penjahat nomor satu dari penjara itu menjadi kabar buruk bagi warga kota. Sudut-sudut kota yang sepi kini seperti menghadirkan teror baru, bahkan banyak warga yang mulai merasa tidak aman sekalipun mengunci diri di rumah sendiri.

Apalagi media juga gemar menghembuskan kabar kabur demi oplah. Demon Terlihat di Orchard Park”, “Berhasil Kabur, Demon Jadi Teror Baru bagi Warga”, “Pria Mati Tergantung, Ada Sidik Jari Demon” dan berita mencekam sejenis hari-hari belakangan ini menjadi headline dan menghantui warga kota.

Di ruang kerja Arnold, Kepala Polisi, mengepul asap tipis dari dua cangkir kopi. Hari masih pagi, namun   wajah Ernest, sang Walikota sama kusutnya dengan remasan kertas di tempat sampah dan beberapa di lantai.

Ernest menyesap cangkir kopi untuk kesekian kali.

“...mertuaku tadi menelepon, katanya dia melihat Demon meloncati pagar belakang rumah,” ucap Ernest dengan suara berat. “..aku tahu dia mengada-ada lagi. Dia pernah divonis dokter terkena gejala Alzheimer.  Tapi point-nya,… masyarakat benar-benar ketakutan saat ini…”

Arnold menyimak dari belakang berkas-berkas setinggi kepala orang dewasa, lalu menyahut,

“….kemarin kami mengecek perumahan Boulevard, serta selusin lokasi lain yang dilaporkan warga. Tapi sekali lagi hasilnya nihil, tuan. Demon benar-benar seperti setan. Kami sebenarnya punya teori dia tidak berada di kota ini lagi. Hanya saja wartawan-wartawan brengsek itu selalu menebar berita picisan…,”

Ernest menanggapi dingin. Menghentakkan cangkir kopi, memakai topinya lalu berdiri dari kursi jati.

“Berhenti menyalahkan media, Arnold. Aku harap besok ada laporan yang lebih baik. Keparat itu berada di kotaku atau tidak, aku ingin data yang valid…”

Lima menit kemudian, Ernest dan ajudannya telah meninggalkan kantor Polisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun