Karena nila setitik rusak susu sebelanga. Sepertinya peribahasa ini cocok untuk menggambarkan imbas kasus perbudakan PT. PBR (Pusaka Benjina Resource) terhadap ratusan anak buah kapal yang menjadi pekerja di sejumlah kapal penangkap ikan mereka. Aneh memang, di zaman modern seperti ini masih ada saja orang-orang berduit yang gelap mata, sehingga memperlakukan manusia lain sewenang-wenang.
Aktivitas perbudakan manusia di Benjina kepulauan Aru Maluku selama ini memang tertutup rapat-rapat bak bangkai yang dipendam di dalam peti. Awalnya Menteri Susi Pudjianti pun terkejut dan “sedikit” membela diri kalau pihak Kementerian KKP tidak mentolerir perbudakan manusia terutama yang terjadi di sektor perikanan.
Tak pernah sedikitpun terendus media lokal, wartawan AP (Associated Press) yang dipimpin oleh Martha Mendoza berhasil menyibak kasus ini. Rupanya sebagian besar pekerja berasal dari Myanmar. Menurut laporan portal berita www.nrp.org, penyingkapan kasus ini sebenarnya tidak disengaja. Pada awalnya beberapa ABK asing yang sedang melakukan aktivitas bongkar muat di salah satu pelabuhan mendengar salah satu wartawan AP bercakap-cakap menggunakan bahasa Birma, bahasa ibu mereka. Para ABK pun memanggil wartawan tersebut, meminta tolong, dan menjelaskan keadaan mereka saat ini.
Wartawan tersebut memutuskan untuk menelusuri laporan ABK tersebut. Proses peliputan dilakukan diam-diam, dimulai dengan mendatangi pulau Benjina. Disana kemudian ditemukan sejumlah pekerja pria yang berada dalam kurungan. Mereka disekap sehingga tidak bisa kemana-mana. Bahkan ada yang sudah 10 tahun tidak bertemu keluarganya.
[caption id="attachment_408570" align="aligncenter" width="560" caption="Pekerja asing yang disekap dalam kurungan. Gambar dari: www.npr.org oleh Dita Alangkara (AP)"][/caption]
AP melakukan investigasi terhadap para ABK ini. Terungkap kemudian, mereka harus bekerja puluhan jam sehari melakuan loading berton-ton ikan hasil tangkapan. Banyak dari mereka yang bekerja tanpa gaji dan tidak diberi istirahat yang cukup. Mereka juga sering mendapat penyiksaan dari mandor-mandornya. Mereka tidak bisa berbuat banyak, karena tidak mampu berbahasa Inggris apalagi Indonesia. Banyak dari mereka yang terjebak sampai ke tempat itu, karena penipuan sindikat penyalur tenaga kerja dari Myanmar.
Tidak sampai disitu saja, AP pun menelusuri jejak distribusi ikan-ikan yang diproduksi PT. PBR. Setelah dikapalkan ke Thailand, ikan-ikan tersebut dikemas menjadi seafood dan dipasarkan ke sejumlah negara termasuk ke negeri Paman Sam, dijual di sejumlah supermarket besar seperti Wal-Mart, Kroger, Albertson’s dan lainnya.
AP kemudian menutup investigasi panjangnya dengan merilis laporan bertajuk “Was Your Seafood Caught by Slaves?” yang mengejutkan Indonesia dan dunia.
Nila Setitik
Setelah itu, muncul desas-desus kalau Amerika dan negara Uni Eropa akan memboikot produk seafood dari Indonesia kalau kasus ini tidak segera diselesaikan. Kita tahu, negara-negara tersebut memang sangat sensitif terhadap isu-isu yang menyangkut hak asasi manusia.
Yang terancam bukan saja seafood dari PT. PBR, tetapi seluruh produksi seafood dari Indonesia. Menteri Susi mengungkap kekhawatiran tersebut di depan media. Amerika dan Eropa merupakan pasar besar untuk ekspor seafood Indonesia selama ini. Jika boikot tersebut benar-benar terjadi, Indonesia bisa kehilangan potensi ekspor seafood sebesar kurang lebih 4,6 miliar dolar.
Boikot produk ini adalah muara dari terungkapnya satu lagi kasus perbudakan di negeri ini. Kita tentu masih ingat kasus perbudakan yang menimpa sejumlah pekerja pabrik kuali di Tangerang beberapa waktu lalu. Menteri Susi pun telah berkomitmen untuk menghapus semua tindakan perbudakan khusussnya yang berada di wilayah kerjanya, kelautan dan perikanan.
Aktivitas tidak berperikemanusiaan yang telah berlangsung bertahun-tahun memang mustahil tertutup rapat jika tidak ada “orang dalam” yang terlibat. Menindaklanjuti ultimatum Menteri Susi, satu langkah penting pun telah diambil Inspektorat Jenderal Kementerian KKP dengan memeriksa beberapa oknum “orang dalam” kementerian KKP yang diduga telah menerima suap dari PT. PBR.
Inilah bahayanya kalau konglomerat hitam melakukan affair dengan birokrat hitam. Kejahatan apapun yang tidak kita bayangkan sebelumnya bisa saja terjadi. Mudah-mudahan kasus ini segera terang benderang, agar oknum-oknum yang bersalah bisa diberi hukuman setimpal. Dan yang tidak kalah penting, kita bisa menyelamatkan produksi seafood kita. (PG)
Referensi:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H