Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kesaktian "Brand" Haji Lulung

15 Maret 2015   20:26 Diperbarui: 14 Desember 2021   11:49 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nilai sebuah produk seringkali bukan ditentukan oleh bahan baku produk tersebut, melainkan content atau muatan dalam produk tersebut. Uang yang kita kantongi saat ini pun memiliki nilai nominal dan nilai instrinsik di dalamnya. 

Nilai intrinsik adalah nilai yang melekat pada bahan baku yang digunakan untuk mencetak uang tersebut, sedangkan nilai nominal adalah nilai yang tertera pada uang tersebut. 

Uang kertas memiliki nilai nominal lebih besar dibanding nilai intriksiknya. Bahan yang digunakan untuk membuat uang kertas Rp 50.000,- dan Rp 100.000,- sama saja, tetapi karena nominal yang diterakan di atasnya berbeda, maka nilai kedua uang tersebut jadi berbeda.

Saat membeli beberapa produk susu tertentu, pembeli diberikan bonus CD berisi film pendek untuk anak-anak. Ini artinya kita sebagai pembeli memperoleh film pendek tersebut secara gratis. 

Sebaliknya, kita mesti membayar sejumlah rupiah untuk membeli CD berisi film Hollywood terbaru. Lihat, nilai bahan baku kedua CD tersebut sama saja, tapi karena content-nya berbeda maka nilai dan harganya juga jadi berbeda.

Malah kadang, nilai content dan nilai bahan bakunya sungguh jauh berbeda.

Konon, ada selembar kertas buram yang harganya 41.000 Poundsterling. Dengan kurs GBP vs IDR sekarang, berarti harganya sekitar Rp 800 M. 

Harganya bisa segila itu karena di atas kertas ada tangan asli Jimi Hendrix, musisi terkenal dari Amerika. Seorang peserta lelang berani membayar 49.000 Poundsterling untuk sebuah gitar bekas, karena ada tanda tangan Jimmy Page, pendiri band Led Zeppelin di atas gitar tersebut.

Hari ini saat membuka-buka portal berita sampai pada portal kompas.com, perhatian saya teralih pada berita tentang seorang bapak bernama Redi yang memanfaatkan Car Free Day di Bundaran HI pagi tadi untuk menjajakan jualannya. 

Redi memboyong 400 kaus, 200 lembar kaus berwarna putih dan 200 lagi berwarna hitam. Kaus yang berwarna hitam dibanderol dengan harga Rp 98.000,- per lembar, lebih mahal dibanding dengan kaus yang berwarna putih Rp 75.000,- per lembar. Kaus-kaus tersebut ludes diserbu pembeli dalam tempo dua jam saja.

Menurut pengamatan jurnalis kompas.com yang menulis berita, bahan kaus yang dijual oleh Redi tidak tergolong bagus. Kualitas sablonnya juga bukan kualitas kelas satu.

Tetapi mengapa kaus-kaus tersebut bisa laris manis seketika? Jawabannya karena Redi pandai meng-capture dinamika yang sedang ramai diperbincangkan masyarakat lalu menuangkannya dalam content jualannya.

Rupanya sablon kaus-kaus tersebut bertemakan haji Lulung plus tulisan-tulisan lucu sebagai pemanis. Tulisan tersebut di antaranya, "Lulung gak pernah kesemutan, tapi semutnya yang kelulungan; Lulung lewat Pancoran, patungnya langsung hormat; Lulung santai kayak di pantai, slow kayak di pulau".

Kaus yang lain berisi tulisan "Lulung" yang dibuat mirip dengan tampilan mesin pencari Google, gambar Lulung dengan tampilan akun Twitter ataupun Path, serta tulisan "Butuh bantuan? Kirim ke gmail@hajilulung.com". Ada-ada saja.

Kita tahu bersama kalau kisruh DPRD DKI vs Gubernur DKI sedang panas-panasnya diperbincangkan. Dan salah satu tokoh sentral dalam kekisruhan tersebut adalah Abraham Lunggana yang acap disapa Haji Lulung.

Rupa-rupanya Haji Lulung ini kalau mau dianalogikan sebagai sebuah brand, punya market value yang tinggi. Lihat saja, kemarin tagar #SavehajiLulung nangkring cukup lama di tangga trending topic worldwide medsos Twitter. Kemudian haji Lulung jadi inspirasi pembuat gantungan kunci, dan karakter pada salah satu game android.

Jika semua kaus laris, maka Redi mengantongi omset tidak kurang dari Rp 34,6 juta. Anggaplah biaya produksi untuk baju kaos tambah sablon Rp 50.000 per lembarnya, kemudian dikali 400 lembar sama dengan Rp 20 juta, maka keuntungan kotor Redi adalah 14,6 juta. 

Anggaplah margin bersihnya 10% dari omset. Maka Redi memperoleh keuntungan bersih sekitar Rp 3.460.000,- Keuntungan ini hanya diperoleh dalam waktu dua jam saja.

Terinspirasi? (PG)

Referensi: kompas.com | beritaunik.com 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun