Mungkin Jokowi dan Risma adalah dua dari sedikit pemimpin berkarakter down to earth yang dimiliki negeri ini. Keduanya membawa warna baru dalam dinamika birokrasi yang selama ini sering dipandang negatif oleh rakyat. Pertama kali menyita perhatian masyarakat melalui kiprahnya sebagai Walikota Solo, lalu terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo seolah membawa harapan baru masyarakat mengenai sosok pemimpin yang dekat dengan rakyat. Lalu disusul dengan Tri Rismaharini yang akhir-akhir ini menarik perhatian lewat sepak terjangnya sebagai walikota Surabaya.
Segala sesuatu yang “berbau” Jokowi pun laris manis dikonsumsi massa. Akhir-akhir ini nama Risma pun mulai dikejar-kejar penikmat media. Akan menarik jika kepribadian kedua tokoh ini kita coba analisis untuk mendalami karakter kepemimpinan mereka.
Manusia terdiri dari empat tipe kepribadian dasar yaitu Koleris, Melankolis, Sanguinis dan Plegmatis. Setiap orang memiliki satu atau dua kepribadian dominan yang akan membentuk karakternya.
Pada umumnya seorang pemimpin terlahir dari kepribadian Koleris. Koleris sosok yang ambisius, tendensius, tegas dan visioner. Sayangnya dia seorang yang resisten terhadap kritik, tapi paling jago mencari kesalahan orang lain. Dari gesture dan pembawaannya yang tenang, tidak grasa-grusu, kemungkinan besar kepribadian dominan Jokowi bukan Koleris. Mungkin dia lebih tepat dengan kepribadian Plegmatis. Ciri khas seorang Plegmatis adalah adalah pandai menyembunyikan perubahan emosinya, tidak suka menonjolkan diri, memiliki selera humor yang baik dan tidak suka melakukan konfrontasi terbuka. Kalau ada masalah, orang-orang tipe ini lebih senang menyelesaikannya dengan cara diplomasi. Oleh karena itu, orang-orang dengan kepribadian ini pada umumnya enak diajak curhat dan dapat menjadi teman yang menyenangkan.
Kelemahannya, orang-orang Plegmatis cenderung kurang suka dinamika dan perubahan. Mereka senang hidup dalam zona nyamannya. Mereka juga adalah penunda tulen. Makanya sebagian orang (terutama dari kepribadian lainnya) cenderung melihat mereka sebagai orang yang lamban. Untunglah pada Jokowi, kepribadian ini tertutup oleh karakter Kolerisnya, walaupun karakter ini tidak menjadi karakter dominan. Memang kepribadian Koleris seseorang cenderung tumbuh berkembang seiring kepemimpinannya.
Kepribadian introvert yang hampir sama dapat kita lihat pada sosok Walikota Surabaya, Risma. Hanya sepertinya Plegmatis bukan kepribadian dominannya. Setelah melihat wawancaranya di program Mata Najwa plus membuka satu dua referensi dari dunia maya sepertinya kepribadian dominan Risma adalah Melankolis. Melankolis hampir sama introvertnya dengan Plegmatis. Seorang Melankolis adalah sosok yang perfeksionis, sistematis dan idealis. Oleh karena itu mereka seringkali menaruh pandangan negatif terhadap kemampuannya sendiri, apalagi bila mereka mengalami kegagalan. Tapi melankolis itu penyuka seni dan keindahan. Dari empat kepribadian yang lain, Melankolis-lah yang memiliki rasa empati paling tinggi. Makanya mereka gampang menangis dan mudah berkorban habis-habisan untuk orang lain apalagi orang yang sudah sangat dipercayainya.
Kabar paling pertama yang saya dengar mengenai Risma adalah kepiawaiannya menata taman-taman kota Surabaya. Refleks saya menebak dia seorang Melankolis. Saat menjawab pertanyaan-pertanyaan Najwa Shihab dia juga kedengaran memberikan penekanan-penekanan pada upaya untuk secepatnya menyelesaikan masalah-masalah warga Surabaya yang dijumpainya saat blusukan. Risma juga gampang trenyuh manakala menyampaikan peristiwa-peristiwa sensitif, misalnya saat dia menemui seorang anak kecil yang terlantar akibat kedua orang tuanya baru saja meninggal.
Kekurangan seorang Melankolis adalah mereka seringkali terjebak pada alam berpikirnya sendiri. Sifat perfeksionisnya kadang memaksanya menuntut kesempuranaan dirinya secara berlebihan. Celakanya mereka adalah orang yang intolerir terhadap kegagalan. Oleh karena itu mereka seringkali jadi frustasi sendiri apabila berhadapan dengan masalah pelik. Sedikit tergambar dari reaksi Risma saat Najwa menyinggung kekisruhan KBS. Untunglah untuk membenahi Dolly, sepertinya Risma menggunakan kekuatan Plegmatisnya, diplomasi, dan berpikir untuk kebaikan semua.
Jokowi dan Risma adalah dua orang pemimpin berkharisma yang tidak perlu lagi kita ragukan dedikasinya untuk kemajuan masyarakat. Tapi berpikir untuk menduetkan keduanya, tunggu dulu. Jika bekerja berpasangan, dua orang yang sama-sama introvert seperti Jokowi-Risma ini biasanya tidak akah menghasilkan duet maksimal. Introvert perlu diimbangi dengan ekstrover yang berasal dari kepribadian dominan Koleris atau Sanguinis. Contoh, duet Jokowi dan Ahok. Jokowi yang Plegmatis-Koleris, bisa diimbangi dengan Ahok yang Sanguinis-Koleris. Jokowi adem ayem, Ahok blak-blakan dan suka mencari sensasi, suka memancing perhatian masyarakat (ciri khas Sanguinis). Contoh lainnya pasangan SBY dan JK. SBY memiliki kepribadian dominan melankolis dan JK dominan Sanguinis.
Walaupun setiap orang memiliki satu atau dua kepribadian dominan, kepribadian lain bukannya diam tertidur. Mereka akan muncul keluar jika sewaktu-waktu dibutuhkan. Seorang yang paling Melankolis sekalipun, bisa jadi Sanguinis jika situasi menuntut demikian. Di negara kita yang begitu kaya budaya dan suku yang berbeda-beda, kepribadian-kepribadian itu bisa saja terdistorsi oleh karakter setiap suku. Seorang Melankolis yang besar dalam budaya Jawa misalnya, belum tentu demikian jika seandainya dia dibesarkan di daerah Batak. Analisis saya dalam artikel ini juga masih ada kemungkinannya meleset. Jokowi dan Risma, keduanya orang Jawa yang biasa memang lebih kalem. (PG)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H