Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

New Family 100 Bikin Bingung

16 Maret 2014   02:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:53 2304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1394919410887520995

[caption id="attachment_326728" align="aligncenter" width="500" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]


Kuis New Family 100 yang digawangi Tukul Arwana kembali naik daun. Konsepnya memang sepertinya diubah menjadi lebih menghibur dan lebih kocak di banding kuis ini pada zaman Sonny Tulung sebagai host. Saya sesekali juga ikut menjadi penonton.

Menariknya, kuis ini tidak sekedar menghadirkan hiburan segar ke layar kaca penonton, tapi juga menyuguhkan adu wawasan dan kecerdasan pesertanya. Jadi unsur fun dan smart-nya bisa dikatakan berimbang. Lain dengan beberapa kuis lain yang lebih berat unsur fun-nya. Rasanya kurang mendidik. Cuman hahahihi aja bisa dapat gepokan duit. Tapi yah... setiap program pasti punya goal-nya sendiri.

Kembali ke New Family 100, kadang yang bikin saya bertanya-tanya dalam hati adalah bagaimana cara tim yang bekerja menyiapkan materi kuis, terutama tim teknis saat program sudah running mengelola data dari tim survei yang bekerja di lapangan. Lebih teknisnya, bagaimana mereka menyortir suara hasil survei terhadap 100 responden di lapangan sehingga menghasilkan beberapa jawaban teratas, yang kemudian menjadi jawaban pertanyaannya. Anehnya, setelah dijumlah-jumlah skornya kembali menjadi 100 hasil survei.

Kebingungan ini biasa terjadi pada babak awal kuis. Sebagai contoh, saya beri sedikit ilustrasi sesi pembuka kuis yang saya nonton sore hari ini. Disitu Tukul menjelaskan ada 100 orang yang disurvei dan layar akan menampilkan 5 jawaban teratas yang akan menjadi jawaban pertanyaannya. Kemudian Tukul bertanya kepada wakil dari kedua tim peserta “Apa yang dikatakan orang sambil mengangkat jempol jarinya?”

Salah satu wakil peserta memencet tombol lalu menjawab “Baguss...!!”. Ternyata jawabannya tepat. Di layar ditampilkan, jawaban tersebut  ada diantara 5 jawaban teratas, malah jadi top surveinya. Kuis pun dilanjutkan dengan peserta kuis yang lain. Salah satunya menjawab  “Enak...” tapi jawabannya salah karena tidak ada di antara 5 jawaban teratas.

Setelah seluruh jawaban dibuka, ternyata skor 5 jawaban teratas itu setelah dijumlah menjadi 100, sama dengan jumlah responden awal. Disinilah letak kebingungan saya. Kalau yang ditampilkan itu, hanya 5 jawaban teratas, mestinya setelah skornya dijumlah tidak sama dengan jumlah seluruh responden, 100 orang. Asumsinya tidak semua jawaban responden masuk ke 5 jawaban teratas. Di lokasi kuis yang hanya terdiri dari dua kali 5 orang itu saja, sudah ada jawaban yang berbeda-beda. Bagaimana kalau yang disurvei 100 orang?

Bagaimana teknis pengaturan hasil survei yang tidak masuk top five itu? Apakah diabaikan saja? Tapi ini tidak mungkin, karena toh total poin top five setelah dijumlah sama dengan 100 kembali. Atau digabung kembali ke top five? Entahlah. Siapa tahu ada pembaca yang lebih berkompeten bisa membantu menjelaskan.

Selamat malam mingguan dear kompasianer. (PG)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun