Lelaki itu makhluk visual katanya. Penglihatan adalah indra yang seringkali memegang kendali cukup besar dalam kehidupan mereka. Konektivitas antara mata dan otak mereka cukup kencang. Makanya cowok-cowok bisa langsung buyar konsentrasinya begitu ada cewek seksi melintas. Mereka juga bisa langsung jatuh hati pada pandangan pertama begitu melihat gadget stylish, atau ada mobil sporty terbaru yang tampilannya menawan.
Mereka mudah terpikat pada segala sesuatu yang packaging-nya dibuat menarik. Masalah isi, belakangan baru dianalisis. Makanya beberapa perusahaan menerapkan strategi jitu, dengan menurunkan staf pemasaran yang cantik, menarik, kalau bisa seksi, apabila pengambil keputusan di pihak calon pembeli adalah seorang bapak.
Manusiawi sih. Kalau ada yang cantik mengapa pilih yang jelek kan? Kalau ada yang menarik mengapa pilih yang kurang menarik?
Saya juga pakai prinsip itu sebagai salah satu kriteria memilih pacar dulu. Mantan pacar (sekarang udah jadi istri) saya juga cantik, menarik dan seksi. Boleh diadu sama Jessica Iskandar atau Raisa. Hehe....
Tapi setelah beberapa bulan menikah, tampilan istri di mata saya pun berubah. Perlahan-lahan body-nya tidak langsing kayak biola espanyola lagi. Kalau saya bergurau dengannya untuk menjaga berat badan ideal, dia biasa balas bergurau, “Buat apa? Kan sudah laku...!!”
Beberapa bulan lalu, dokter memastikan istri saya hamil. Senang sekali rasanya. Kami bersyukur karena peristiwa ini sudah berbulan-bulan kami tunggu. Berita itu jadi titik awal perubahan “dunia” kami. Kesibukan baru muncul. Sebagai suami yang baik dan setia, saya mesti mulai membatasi aktivitas istri. Kalau dulu dia suka grasa-grusu, kesana-kemari, lagi asik numbuk bawang tiba-tiba berlari untuk ngangkat lemari eh pakaian yang kehujanan, sekarang tidak bisa lagi seperti itu. Kebetulan istri saya senang memasak, jadi dia superior sekali kalau sudah bicara urusan dapur. Maka sekarang saya yang mesti mengambil alih. (Yang penting harap maklum saja kalau masakannya keasinan atau gosong). Kerjaan rumah pun sebagian besar jadi tanggungjawab saya. Saya kadang sampai keteteran membagi waktu antara urusan rumah dan kantor.
Orang tua kami berdua yang berada jauh pun jadi sering monitoring lewat telepon. Mereka menitip banyak pesan tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Kami sampai kadang-kadang bingung, karena anjuran-anjuran mereka sepertinya juga blunder antara untuk kepentingan kesehatan ibu dan anak, adat istiadat atau mitos saja. Tapi yah, semua diikuti saja sebisanya. Sambil menghafal segala anjuran dan pantangan dari orang tua, kami juga harus mulai menyesuaikan anggaran keuangan keluarga. Untuk mempersiapkan kedatangan malaikat kecil kami nanti pasti akan butuh biaya besar, begitu pula selama masa-masa kehamilan istri saya ini. Akibatnya hari-hari belakangan ini semua belanja sebelum dieksekusi harus ada fit and proper test-nya dulu (halaahh...!!). Mendesak atau tidak, penting atau tidak.
Well, itulah seni kehidupan. Sekalipun perubahan ini cukup menyita tenaga dan pemikiran, kami tetap bahagia menjalaninya.
Perut istri pun nampak mulai membuncit. Dulu saya tidak begitu suka cewek yang gendut atau chubby. Itu dulu. Sekarang istri badannya rasanya tambah melar tiap hari tapi kok saya makin cinta ya? Perutnya yang buncit itu membuat dia nampak tambah seksi dan cantik. Mungkin karena dia sedang mengandung buah cinta kami. Atau mungkin juga karena memang dia cantik dan seksi, karena dia istri saya.
Ya sudah. Curhatnya segitu dulu. Maaf kalau tulisannya komplikasi antara lebay dan narsis ^_^
(PG)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H