Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Gagal Landing Gara-gara Awan Rendah

10 Mei 2014   22:02 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:38 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini jadwal bangun pagi saya di luar jadwal biasa. Hari masih subuh saya sudah wangi dan rapi. Pagi ini Manajer kami melangsungkan Pemberkatan Nikah di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Jadi saya dan dua kawan kantor didaulat untuk mewakili manajemen Kantor Pusat dan Kantor Makassar Credit Union kami untuk menghadiri acara tersebut.

Kami mengambil penerbangan Lion Air paling pertama dari Makassar ke Kendari. Di tiket tertulis pesawat akan bertolak dari Bandara Sultan Hasanuddin pukul 06.15 pagi. Jadi jam 5 kurang sedikit, kami sudah melakukan boarding dan sisa waktu digunakan untuk menunggu ditemani bakso dan cangkir kopi. Kebetulan perut juga sudah keburu minta diisi.

Kira-kira pukul 06.10 panggilan untuk penumpang penerbangan kami pun diumumkan. Kami meninggalkan gedung terminal melalui salah satu gate dan menuju ke pesawat menggunakan sebuah shuttle bus. Pesawat yang kami tumpangi adalah pesawat jenis ATR (menggunakan baling-baling) dengan nomor penerbangan JT 1332. Kursi penumpang yang row sampai nomor dua puluh dan disetiap row ada empat seat,  kelihatan penuh dengan penumpang. Penerbangan kami ditemani oleh dua orang pramugari atau awak kabin.

Sekitar pukul 06.25 pesawat yang kami tumpangi sukses tinggal landas. Cuaca cukup baik untuk memulai sebuah penerbangan. Matahari juga masih mengintip malu-malu di ufuk timur.

Tempat duduk saya sebenarnya di row 4D, namun sebelum demo dan tinggal landas, pramugari memindahkan saya ke kursi paling depan yang kosong untuk meminta tolong jadi operator jendela darurat, jika terjadi sesuatu yang tidak dinginkan. Saya senang karena di depan space-nya lebih lapang.

Perjalanan berjalan mulus. Hanya saja saya kesulitan menahan kantuk karena malamnya hanya tidur 4 jam. Maka untuk tetap terjaga, saya membolak-balik inflight magazine yang disediakan. Sesekali membuang pandangan ke luar jendela, mengamati panorama alam dari atas langit pagi.

Pagi itu kami beruntung karena cuaca benar-benar cerah. Angkasa jadi lukisan Tuhan yang hidup. Pesawat kami melayang di atas lautan awan cirrus yang menghampar memenuhi langit. Dari dalam pesawat saya membayangkan lautan awan itu mirip gula-gula kapas raksasa atau permadani bulu domba raksasa. Sayang saya tidak membawa kamera untuk mengabadikannya. HP yang bisa dipakai jeprat-jepret pun diamankan di dalam tas yang terkurung dalam kabin.

Jarak tempuh Makassar-Kendari kurang lebih satu jam. Setelah mendekati kota Kendari, kapten pun memberi isyarat “flight assistant, landing position!” Penumpang juga diminta untuk kembali mengenakan sabuk pengaman. Kedua awan kabin pun membuka kursi lipat mereka dan duduk sambil menunggu saat-saat menjelang pesawat landing.

Perlahan-lahan ketinggian pesawat diturunkan. Tapi rupanya kota kendari dan sekitarnya tertutup lautan awan rendah yang tebal. Pesawat kini terbang tepat di atas lautan awan yang mirip tumpukan bola-bola kapas yang mengambang. Jarak pandang ke bawah minim sekali. Tadinya kami masih bisa melihat laut, pantai dan pemandangan darat dari celah gulungan awan. Kini yang terlihat sejauh mata memandang hanyalah tumpukan awan putih bergulung-gulung.

Saya dan mungkin juga penumpang lain deg-degan menunggu keberhasilan pilot menembus awan tebal tersebut.

Akhirnya karena merasa kesulitan, pilot pun membelokkan arah pesawat juga menaikkan ketinggian terbangnya. Seorang awak kabin memberitahu melalui pengeras suara, kalau pesawat akan terbang memutar selama kurang lebih 15-20 menit sebelum mencoba kembali landing, karena awan rendah menutup jarak pandang dan menyulitkan pilot mendaratkan pesawat.

Terdengar kasak-kusuk penumpang di belakang. Ada yang harap-harap cemas, ada juga yang tetap tenang seperti biasa. Awak kabin yang duduk di depan tak jauh dari kursi saya terlihat tenang saja. Artinya tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Beberapa waktu kemudian setelah memutar, nampak pesawat kembali berada pada jalur terbang sebelumnya,  jalur terbangnya menjelang landing. Pemberitahuan dari kapten agar para kru berada pada posisi landing kembali terdengar. Kami semua berharap angin sudah merubah posisi awan tebal yang menutupi sudut pandang sehingga pesawat kami dapat mendarat dengan mulus. Tapi mendekat kota Kendari terlihat awan malah semakin tebal.

Tapi kali ini sepertinya kapten mencoba berspekulasi. Dia tetap menurunkan ketinggian pesawat perlahan dan mencoba menembus lautan awan tersebut. Awak kabin di depan mencoba untuk tetap tenang. Sekalipun mulai terasa, pelan tapi pasti pesawat berguncang halus dan guncangannya makin keras, setiap pesawat menembus lapisan awan lebih dalam.

Sepertinya pilot tidak berani berspekulasi lebih jauh, pesawat kembali meninggi, menjauhi lapisan awan. Penumpang pun gaduh. Awak kabin di depan sampai dua kali meminta salah satu bapak untuk tetap duduk, karena bapak itu berdiri saking penasarannya melihat kondisi cuaca di sekitar pesawat.

Saya melihat ke bawah, dari celah awan, nampak samar-samar landasan runway bandara Haluoleo berada jauh di bawah sana dan pesawat kami telah bergerak meninggalkannya. Upaya landing yang kedua pun gagal lagi. Kapten kembali melakukan manuver untuk memutar arah pesawat. Saya spontan berpikir mengenai stok bahan bakar pesawat. Jangan-jangan gara-gara landing yang gagal melulu, bahan bakarnya habis. Mau cari dimana SPBU di atas sini.

Tapi kali ketiga ini rupanya manuver kapten agak lain. Pesawat tidak terbang kembali ke rute sebelumnya. Saya merasa pesawat memutar membentuk angka delapan. Mungkin pesawat membelok panjang sambil menurunkan ketinggian sedikit demi sedikit, sehingga tahu-tahu pada belokan terakhir, pesawat kami berhasil menembus lautan awan rendah tersebut. Kini pemandangan di bawah jadi terang benderang. Lapisan awan tebal sudah berada di atas pesawat kami.

Tak butuh waktu lama, pesawat ATR tersebut mendarat mulus di landasan bandara Haluoleo Kendari. Penumpang pun kembali gaduh. Tapi kali ini gaduhnya karena lega dan senang, pesawat sampai dengan selamat pada tujuan. Seorang penumpang di belakang nyeletuk “Saya pikir tadi mau balik ke Makassar lagi,”

Saat turun dari pesawat barulah kami melihat rupanya saat itu memang kota Kendari dipayungi dengan awan sejauh mata memandang. Waktu menunjukan pukul delapan pagi lewat sedikit. Penerbangan yang semestinya hanya memakan waktu satu jam pun jadi molor satu setengah jam gara-gara awan rendah yang memayungi kota dan bandara.

Demikian pengalaman singkat deg-deg plas gara-gara pesawat kami dua kali gagal landing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun