Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pengalaman Berlayar dengan Kapal Pelni

8 Desember 2014   23:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:45 1519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum lama ini saya mengambil cuti tahunan untuk liburan ke kampung halaman di Raha, kota kecil di sudut Sulawesi Tenggara. Berhubung membawa serta istri, anak, om, dan bapak mertua, kami memilih menggunakan transportasi laut. Pilihan pun dijatuhkan pada kapal milik PT. Pelni salah satu BUMN yang core business-nya melayani lalu lintas laut di Indonesia.

Satu-satunya kapal Pelni yang bisa langsung menghubungkan Makassar-Raha adalah KM. Tilongkabila, kapal yang dibuat di Jerman 20 tahun lalu .  Dulu pada masa-masa kuliah, saya biasa menggunakan kapal Pelni lain yang lajunya lebih kencang. Tapi kapal Pelni yang lain hanya berlayar sampai pelabuhan Bau-bau-Buton saja. Jadi saya mesti menyambung lagi perjalanan sampai ke Raha. Lumayan rempong untuk membawa serombongan orang, apalagi ada bayi yang kami bawa serta.

Makanya sejak jauh hari jadwal cuti tahunan sudah dicocokkan dengan jadwal kapal KM. Tilongkabila tersebut yang trip Makassar-Raha cuma ada dua kali dalam sebulan.

Kami mengambil kelas ekonomi alias kelas bangsal. Petugas yang bersiaga di depan tangga naik kapal, dengan ramah mengarahkan kami untuk  menuju ke dek 3. Saat naik ke kapal, tidak nampak calo-calo kasur seperti yang biasa terjadi. Pikiran saya melayang pada zaman kuliahan dulu, saat seringkali harus negosiasi dengan buruh bagasi yang merangkap jadi calo kasur. Padahal kasur di bangsal itu adalah fasilitas kapal untuk penumpang, bukan untuk diperjualbelikan lagi. Atau kalau duit lagi pas-pasan, saya terpaksa menunggu sampai kapal berlayar, baru menelusuri satu per satu dek ekonomi untuk mencari kasur yang masih lowong. Kali ini pengalaman tersebut tidak muncul lagi. Apakah karena pelayanan di Kapal Pelni sudah lebih baik dibawah kepemimpinan bapak Syahril Japarin, atau memang kebetulan bukan lagi musim libur saja.

Dari Makassar, kapal berangkat tepat jam 19.00 WITA sesuai jadwal yang tertera pada tiket. Dimensi kapal yang kecil juga mungkin faktor umur, membuat laju KM. Tilongkabila lebih lambat dibanding kapal Pelni lain. Perjalanan menuju ke Pelabuhan Raha maka waktu kurang lebih 27 jam, sudah termasuk transit selama satu setengah jam di Pelabuhan Bau-bau. Untunglah jam keberangkatan berdekatan dengan jam tidur malam, sehingga tak lama setelah kapal meninggalkan pelabuhan Makassar para penumpang, termasuk kami beristirahat, menghabiskan sebagian durasi perjalanan.

Kapal yang kami tumpangi pun menyusuri kaki selatan pulau Sulawesi. Setelah sampai di ujung paling selatan, kapal berbelok ke arah timur, melewati selat Selayar lalu melintasi teluk Bone menuju ke arah kaki pulau Sulawesi yang lain. Tujuan berikutnya adalah pelabuhan Bau-bau yang terletak di pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Mulai dari keesokan pagi sampai siang, tidak nampak satu pulau pun sejauh mata memandang, pertanda kapal sedang melintas di antara dua ujung kaki pulau Sulawesi. Siang hari, sekitar pukul 13.00 WITA, nampak pulau Kabaena dari kejauhan. Ini menandakan pulau tujuan berikutnya sudah dekat. Kurang lebih pukul 16.00, kapal pun merapat ke pelabuhan Bau-bau untuk menurunkan penumpang, juga mengangkut penumpang ke pelabuhan-pelabuhan berikutnya.

Sekitar pukul 17.30 kapal meninggalkan pelabuhan Bau-bau. Tujuan berikutnya adalah pelabuhan Raha, Muna, tujuan kami. Saat ini kapal berlayar melintasi selat Buton menuju ke arah utara. Di sebelah barat kapal adalah pulau Muna, sedangkan di sebelah kirinya adalah pulau Buton. Pemandangan bersisian dengan dua pulau ini sebenarnya cukup memikat. Apalagi kadang jika beruntung, kita bisa melihat keluarga pesut yang mengekor buritan kapal, atau aktivitas nelayan-nelayan lokal. Sayang hari sudah mulai gelap. Tapi penumpang masih bisa menghibur diri dengan menikmati sunset dari lambung kapal.

Kurang lebih pukul 22.00 WITA, kapal pun merapat ke pelabuhan Raha. Perjalanan selama 27 jam pun dituntaskan. Untunglah sepanjang perjalanan, cuaca sedang baik sehingga laut cukup tenang.

KM. Tilongkabila yang kami tumpangi adalah kapal yang diproduksi pada tahun 1994. Saking uzurnya, kapal ini sudah beberapa kali docking. Usianya yang sudah tua bisa terlihat pada beberapa bagian kapal yang keropos dimakan karat, terutama di haluan dan buritan. Beberapa kamar mandi di dek ekonomi juga sudah banyak yang perabotnya tak bisa digunakan lagi. Misalnya keran yang tidak berfungsi, sehingga diganti oleh selang biasa. Oleh karena itu, sebelum menggunakan kamar mandi/toilet saya selalu memastikan terlebih dahulu air-nya lancar atau tidak.

Kabar baiknya, perjalanan menggunakan kapal Pelni bisa jadi salah satu sarana refreshing. Pihak manajemen kapal juga selalu berusaha membuat penumpang merasa nyaman dengan fasilitas-fasilitas yang ditawarkan di atas kapal. Misalnya di dek enam ada kafe yang buka 24 jam sehari. Pagi-pagi café sudah nampak ramai. Saya pun mengajak om dan bapak mertua untuk nongkrong menonton acara music, menikmati sarapan mie rebus dan kopi instan sambil mengedarkan pandangan ke laut lepas. Kapan lagi kan bisa menikmati sensasi sarapan pagi di atas samudra.

Mini theater kapal juga selalu siap menghibur penumpang. Pada siang sampai sore hari, teater memutar film-film bergenre action dan drama, sedangkan pada malam hari, teater diisi film-film dewasa. Saya yang penggemar film, ikut menghabiskan waktu juga dengan membeli tiket untuk beberapa pemutaran film. Berbeda dengan harga makanan atau minuman di atas kapal yang cenderung lebih mahal dari harga di darat, tiket untuk masuk ke teater mini tergolong murah. Cuma sepuluh ribu perak per pertunjukkan. Seingat saya tarif ini tidak berubah sejak beberapa tahun lalu.

Buat mereka yang suka menghabiskan waktu dengan mengobrol dengan kenalan baru, kapal Pelni bisa menjadi tempat yang cocok untuk menghabiskan waktu. Apalagi bila membeli tiket ekonomi. Saat berada di dalam dek ekonomi, sejauh mata memandang yang nampak hanya tempat tidur dan wajah-wajah penumpang. Mengobrol dengan tetangga kanan kiri seringkali membuat kita tak menyadari waktu bisa berlalu begitu cepat. Kalimat awal untuk membuka percakapan sudah jamak terdengar seperti “Bapak, tujuannya kemana?” atau “Asalnya dari mana?”. Setelah itu, pembicaraan pun mengalir. Cerita-cerita seru biasa terdengar dari penumpang yang sudah berada dua tiga hari di atas kapal. Mereka bisa bercerita banyak tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di atas kapal dua tiga hari terakhir. Seperti jika ada penumpang yang kena musibah kehilangan, kelakuan penumpang lain yang unik-unik atau cerita tentang cuaca buruk beberapa hari lalu.

Buat yang doyan belanja, kapal juga jadi tempat yang pas untuk menghabiskan uang. Harga makanan dan minuman yang ditawarkan biasa berkisar 30%-50% lebih mahal dari harga biasa. Bahkan kadang lebih. Para petugas atau ABK yang sedang off pun memanfaatkan jam off nya dengan menawarkan dagangan kepada para penumpang. Macam-macam dagangannya, mulai dari buah-buahan, mainan anak, perhiasan sampai pakaian. Setiap kali kapal transit, pedagang asongan juga biasa diberi kesempatan naik ke kapal untuk menjajakan jualannya kepada para penumpang transit. Dagangan mereka biasa lebih komplit. Mulai dari penganan lokal, sotfdrink, sampai penjual vocher pulsa ada juga.  Penumpang yang sudah berada berhari-hari di atas kapal juga senang dengan kehadiran pedagang asongan itu. Mereka bisa merasakan variasi makanan selain makanan yang disajikan di atas kapal.

Setelah berlibur selama seminggu. Kami pun menggunakan kapal yang sama untuk perjalanan balik kembali ke Makassar. Kali ini kapal meninggalkan pelabuhan Raha pukul 05.30 pagi. Kali ini perjalanan melewati selat Buton berlangsung pagi hari, sehingga mata lebih leluasa menikmati pemandangan di sebelah kanan kiri kapal. Mendekati pelabuhan Bau-bau kami disambut oleh atraksi anak-anak nelayan lokal yang mengendarai perahu-perahu kayu dan berebut uang yang dilemparkan oleh penumpang dari atas kapal. Jika ada penumpang yang membuang koin seribuan, mereka pun mengejar sampai kadang harus loncat menyelam ke dalam laut. Penumpang kapal cukup terhibur dengan aksi mereka.

Mendekati pelabuhan Makassar keesokan paginya, cuaca mulai kurang bersahabat. Angin dan hujan sejak subuh membuat gelombang laut cukup tinggi, sehingga kapal terombang-ambing. Tapi syukurlah pada pukul 09.00 WITA kapal yang kami tumpangi berhasil merapat ke pelabuhan Makassar dengan selamat. (PG)

Pemandangan dari buritan kapal saat melewati selat Buton. Gambar: Dokpri

14180295151014694499
14180295151014694499
Dari kejauhan nampak perahu anak-anak nelayan yang mengejar recehan dari penumpang. Gambar: Dokpri

1418029669496597228
1418029669496597228
Menikmati pemandangan kota Bau-bau dari atas dek 6 saat Kapal Transit. Gambar: Dokpri

1418029778833871512
1418029778833871512
Seorang bocah meniti tali kapal saat kapal sedang sandar. Gambar: Dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun