Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

Peri Bulan dan Raja Kunang-kunang

28 Januari 2015   04:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:15 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1422370079575913878

Malam ini bumi diselimuti kegelapan. Hanya ada satu dua bintang yang betah memancarkan kerlipnya di sudut-sudut langit kelam.

Peri bulan yang seharusnya sedang berjaga di atas sana ternyata turun ke bumi dan bermain dengan Raja kunang-kunang di antara kembang ilalang.

Keduanya terbang deras sambil menyibak rerumputan dan embun yang memenuhi udara. Tarian mereka meninggalkan pendar cahaya keemasan, kontras dengan kegelapan padang rumput yang terhampar luas di sekitar mereka.

Sejumlah kunang-kunang yang sedang bergerombol untuk menghangatkan tubuh, jadi terusik dengan kesibukan Peri Bulan dan Raja kunang-kunang tersebut. Mereka pun terbang perlahan mendekat ke padang rumput, lalu tanpa sadar mereka mulai terhanyut dan ikut terbang berkejaran dengan Raja mereka.

Peri bulan yang terbang paling depan tertegun memandang barisan cahaya yang mengikutinya dari belakang. Dia tersenyum dan mempercepat kepakan sayapnya. Semakin cepat dia terbang, semakin terang pula bayangan cahaya yang ditinggalkannya. Barisan kunang-kunang dibelakangnya pun terbang semakin cepat. Kini tarian mereka benar-benar menyemarakkan padang rumput tersebut.

Tak terasa peri bulan kini terbang mendekati sebuah desa kecil di tepi padang rumput. Karena tidak bermaksud mengganggu ketenangan penduduk desa, Peri bulan meredupkan pendar cahaya yang memancar dari sayap dan sekujur tubuhnya. Barisan kunang-kunang dibelakangnya juga melakukan hal serupa.

Pemandangan pertama yang ditemui peri bulan adalah seorang lelaki tua yang berjalan tertatih menyusuri jalan setapak desa. Nyala lampu obor yang ditentengnya bergerak-gerak tertiup angin. Sebentar-sebentar lelaki tua tersebut berhenti untuk membentengi nyala obornya dari derasnya angin malam yang hampir memadamkan lampu obor itu.

Meninggalkan lelaki tua tersebut, peri bulan terbang di atas rumah sepasang suami istri petani. Suami istri petani itu sekarang sedang berada di beranda rumah sambil termangu menatap langit. Keduanya sedih, karena mala mini bulan purnama tidak muncul dan menerangi cakrawala.

Peri bulan pun ikut termangu. Dia lalu terbang menjauh dari desa tersebut, diikuti raja kunang-kunang dan pasukannya.

Di tepi sebuah telaga, Peri Bulan duduk dan menengadahkan telapak tangannya untuk memberi tempat singgah bagi Raja Kunang-kunang.

“Sahabatku,” ucap Peri bulan. “Aku masih ingin bermain bersama kalian. Tapi….. aku sadar aku tidak bisa selamanya berada disini.”

“Kita baru saja berjumpa, Peri Bulan,” sahut Raja Kunang-kunang.

“……dan kita masih tetap akan terus berjumpa. Tapi banyak penghuni bumi lain yang membutuhkan cahayaku.”

“Lihatlah…. Kita baru saja membuat tarian cahaya yang menyemarakkan malam gelap ini. Itu  yang kamu inginkan bukan…?”

“Benar, sahabat. Tapi aku adalah milik seluruh bumi. Aku tidak bisa menyemarakkan malam di padang rumput ini, tapi membiarkan padang rumput lainnya merana ditelan kegelapan.”

“Aku bisa memerintahkan rakyatku membantu menerangi padang rumput lainnya itu…,” sahut Raja Kunang-kunang terus mendesak.

“Aku tidak meragukan itu. Hanya saja,…. orang-orang akan menangkap cahaya kalian untuk diri mereka sendiri.”

Raja kunang-kunang pun mengerti. Perlahan dia terbang dari telapak peri Bulan lalu berucap lirih,

“Baiklah, sahabat. Lakukan apapun yang perlu. Kamu tahu, kami akan senang hati menerima kedatanganmu kapanpun kamu inginkan.”

Peri Bulan pun tersenyum. Dia berdiri dan mengedarkan pandangannya ke seluruh pasukan kunang-kunang disekitarnya.

“Aku akan merindukan kalian…. Sampai jumpa….”

Tak lama kemudian Peri Bulan terbang melesat kencang ke angkasa.

Lalu langit malam yang semula diselimuti gelap gulita perlahan-lahan menjadi benderang. Di ujung langit, bulan purnama pun malu-malu mulai menunjukkan dirinya.

Padang rumput yang semula temaram, jadi bermandi cahaya keemasan. Penduduk desa pun bersorak gembira, karena sang purnama yang lama dinanti kini telah menerangi malam mereka.

______________________________

gambar dari: www.publicdomainpictures.net

Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun