Mohon tunggu...
Pia Dewi Rahma
Pia Dewi Rahma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Hubungan Internasional

people need to be desperate for their goals

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Neo-Realisme Defensive dan Neo-Realisme Offensive

18 Oktober 2023   03:32 Diperbarui: 25 Oktober 2023   00:56 1407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Neo-realisme adalah salah satu teori atau pendekatan dalam kajian teori-teori Hubungan Internasional. Neorealisme mengembangkan pandangannya terhadap fenomena hubungan internasional dari perspektif realisme klasik. Hal ini menyebabkan terdapat beberapa kesamaan antara realisme klasik dan neorealisme. Keduanya menganggap aktor utama dalam hubungan internasional adalah negara. Neorealis menganggap semua negara akan berperilaku sama di hadapan struktur internasional, tidak ada lagi negara kapitalis, negara komunis, negara baik atau jahat, yang ada hanya negara kuat atau lemah yang diukur berdasarkan kapabilitas militernya.

Neo-realisme muncul sebagai kritik atas asumsi dasar realisme yang menganggap sifat dasar manusia (human nature) sebagai penjelasan atas berbagai perebutan kekuasaan dalam hubungan internasional (Mearsheimer, 2013: 78). Sifat dasar manusia yang konfliktual tidak memberikan dampak terhadap perilaku negara dalam politik internasional, namun struktur anarki internasional yang lebih berpengaruh (Jame, 2002). Struktur ini memaksa negara untuk bertindak agresif.  Neorealisme dibedakan menjadi dua yaitu, neo-realisme defensive dan neo-realisme offensive.

Neo-Realisme Defensive

Realisme defensive merupakan salah satu cabang dari teori neo-realisme yang menggambarkan negara cenderung berprilaku lebih berhati-hati, menghindari konflik, dan lebih memilih mempertahankan keamanan nasional mereka dengan cara membangun persenjataan militer atau membangun balance of power.  Pendukung neo-realisme defensive, seperti Kenneth Waltz berpendapat bahwa negara bertindak secara defensive guna mempertahankan daripada mengganggu balance of power dan status quo.

Kenneth Waltz (1979) berargumen bahwa negara tidak seharusnya mengejar kekuatan sebagai hegemon secara berlebihan, karena pada akhirnya sistem internasional akan mendorong aktor lain merasa terancam dan berbalik menyerang negara tersebut. Pandangan Waltz ini sering disebut dengan defensive realisme. Secara umum realisme defensif menyatakan bahwa system internasional memang memberi ruang kepada negara untuk melakukan perilaku agresif.

Kondisi sistem yang anarkis memberi ruang bagi negara-negara superpower untuk meningkatkan kondisi keamanannya, yang dimana kondisi tersebut membuat kualitas kemanan di negara-negara lainnya menurun secara tidak langsung. Konsep tersebut yang oleh Jervis (1978) disebut sebagai kondisi dilemma keamanan (security dilemma).

Salah satu negara yang menerapkan neo-realisme defensive adalah Switzerland. Negara yang berada di Benua Eropa dan  sering dikenal dengan nama swiss ini dianggap sebagai negara yang menganut neo-realisme defensive. Ada beberapa alasan kenapa swiss termasuk dalam negara yang menganut neo-realisme defensive, yaitu:

  • Memiliki sistem Pemerintahan yang Unik dan Paling Stabil di Dunia                                                                                                           Menjamin bahwa pemerintahan berjalan demi kepentingan rakyat dengan adanya transparansi proses yang terjadi di parlemen. Semua sidang bisa diliput oleh media dan diberitakan secara terbuka. Swiss termasuk negara dengan indeks korupsi paling rendah, kemudian juga negara paling stabil dan makmur.
  • Netralis                                                                                                                                                                                                                                                Swiss telah menganut kebijakan netralis sejak lama, Ketika kongres wina yang berlangsung tahun 1814-1815 untuk memilah perdamaian Eropa setelah Perang Revolusi Prancis dan Perang Napoleon, orang-orang Swiss mengajukan win-win solution untuk seluruh benua yaitu memilih untuk bersikap netral. Swiss tidak terlibat konflik militer negara bahkan selama Perang Dunia 1 dan 2.
  • Prioritas Kepentingan Nasional                                                                                                                                                                                               Swiss cenderung mengutamakan kepentingan nasional mereka dalam kebijakan luar negeri. Mereka berusaha menjaga kedaulatan dan keberlangsungan negara mereka tanpa terlibat dalam konflik internasional yang berpotensi merugikan mereka.

Neo-Realisme Offensive 

Realisme offensive juga merupakan salah satu cabang dari teori neo-realisme, realisme offensive melihat sistem internasional yang anarkis serta tidak adanya otoritas berdaulat di atas negara memang mendorong negara untuk menerapkan kebijakan yang agresif sehingga tercipta kondisi konfliktual dalam struktur internasional yang anarki. Perbedaan mendasar dengan realisme defensif adalah bahwa pandangan realisme offensive menganggap ekspansi militer adalah kunci jika negara ingin menjamin keamanan dan survivalitas negaranya ditengah struktur interansional yang anarki.

Pendukung neo-realisme offensive, seperti, John Mearsheimer berpendapat bahwa anarki dalam sistem internasional mendorong negara-negara untuk mencapai keamanan dan kelangsungan hidup dengan berjuang untuk mendominasi dan mengendalikan wilayah dan sumber daya. Upaya ini terjadi karena negara-negara saling takut akan kekuatan yang dimiliki oleh negara lain dan mendasarkan kebijakan luar negeri mereka pada logika kekuasaan.

John Mearsheimer (2001) melihat kekuatan adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap negara. Tujuan negara berinteraksi dalam hubungan internasional adalah untuk menjadi hegemon. Negara dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan harus berorientasi pada pencapaian kekuatan maksimal. Pandangan ini sering disebut sebagai offensive realisme yang memposisikan pencapaian supremasi kekuatan (utamanya militer) sebagai tujuan interaksi setiap negara. Dalam pandangan realisme offensive, negara tidak akan melakukan penyeimbangan (balancing) bila dihadapkan pada kekuatan yang terlalu besar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun