Hari ini merupakan hari pertama saya mengikuti in house training (IHT) yang diselenggarakan oleh dinas pendidikan mengenai Training di Bale Atikan (TdBA). Hari pertama ini narasumber menjelaskan mengenai konsep dasar TdBA dan berbagai struktur yang menopang pembelajaran TdBA ini.
Pada awalnya saya memahami konsep TdBA ini tidak jauh dari menanam tanaman semisal cabai, kangkung, atau mengajarkan anak menanam tanaman dari mulai biji hingga panen. Tetapi, setelah hari pertama ini, wawasan saya bertambah, karena "Tatanen yang itu" merupakan bagian dari keseluruhan yang lebih besar yang hendak dicapai pada program TdBA ini. Yaitu kesadaran untuk kembali belajar dari alam, berguru pada bumi dan selaras dengan nafas lingkungan yang sering kita abaikan. Â
Kesadaran saya bertambah jauh ketika salah seorang narasumber menjelaskan mengenai kesenjangan yang terjadi akibat revolusi industry 4.0, sehingga memudahkan manusia menjadi lebih konsumtif dibanding produktif. Bahwa dikatakan orang-orang kini mulai abai terhadap lingkungan nya, terutama permasalahan yang tak kunjung selesai dari dulu yaitu membiasakan diri untuk membuang sampah pada tempatnya.
Permasalahan sampah ini saya kira menjadi salah satu permasalahan yang sangat penting di abad ini. Membuang sampah sembarangan dapat mengakibatkan hal-hal serius yang tidak kita sadari. Berbagai ekosistem dari hewan misalnya saat ikan di laut memakan sampah plastik yang kita buang sampah sembarangan, dan kemudian ketika diolah menjadi makanan sebagai santapan kita sehari-hari telah tercemari. Atau daging sapi yang kita konsumsi tidak sehat lagi, karena ketika diberi pakan rumput sudah tercampur dengan sampah yang tak seharusnya mereka makan.
Hal ini memicu kesadaran saya ketika narasumber yang satu nya lagi mengatakan "kesadaran ekologis" dengan membayangkan bahwa ternyata tumbuhan yang kita rawat benar-benar punya jiwa seperti manusia. Saat mereka disakiti, mereka akan menyakiti kita kembali meskipun secara tidak langsung. Penebangan pohon secara brutal, ijin tambang yang merusak berbagai macam ekosistem akan kembali kepada kita dalam 'bentuk' yang menyakiti kita. atau jangan-jangan wabah corona yang melanda sekarang ini juga adalah evolusi akibat perilaku kita yang kurang menghargai lingkungan sekitar kita?
Maka dari itu, kita hendak merawat lingkungan kita dengan sebaik mungkin, harmoni dan selaras  dengan alam, berguru pada bumi. Sebab, mungkin jika kita tidak berubah dalam sekian kurun waktu, bumi akan kehilangan nafasnya. Dan kita hanya akan terpengap-pengap membeli kantong oksigen yang dijual mahal, atau makanan sehat sudah sulit didapatkan akibat pencemaran-pencemaran yang kita lakukan setiap hari. Yuk berbenah. Kamu siap?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H