Assalamu alaikum Wr.Wb.
Sebelum saya menyampaikan informasi yang menurut saya sangat penting ini saya ingin memperkenalkan diri :Nama saya Ishak, S.Ft.,Physio, Pendidikan : S1 Profesi Fisioterapi (Physio) Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Unit kerja : Puskesmas Banggae I Dinas Kesehatan Kabupaten Majene.
Seperti kita ketahui bersama bahwa sejak Januari tahun 2014 sistem pelayanan kesehatan kita telah berubah terutama dalam hal sistem pembayarannya khusus untuk Puskesmas dengan sisitem kapitasi yang dibayarkan setiap bulan oleh BPJS, untuk Puskesmas dimana tempat saya bekerja mendapatkan dana kapitasi sekitar 60 juta setiap bulan dimana 60% diantaranya dibagi untuk jasa pelayanan.
Menteri Kesehatan telah mengeluarkan suatu peraturan untuk mengatur pembagian jasa ini yaitu PMK Nomor 19 Tahun 2014 tentang: PENGGUNAAN DANA KAPITASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL UNTUK JASA PELAYANAN KESEHATAN DAN DUKUNGAN BIAYA OPERASIONAL PADA FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA MILIK PEMERINTAH DAERAH, PMK inilah yang akan kami soroti terutama pada BAB III JASA PELAYANAN KESEHATAN Pasal 4 ayat 3 yang selengkapnya berbunyi:
(3) Variabel jenis ketenagaan dan/atau jabatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a, dinilai sebagai berikut:
a. tenaga medis, diberi nilai 150;
b. tenaga apoteker atau tenaga profesi keperawatan (Ners), diberi nilai 100;
c. tenaga kesehatan setara S1/D4, diberi nilai 60;
d. tenaga non kesehatan minimal setara D3, tenaga kesehatan setara D3, atau tenaga kesehatan dibawah D3 dengan masa kerja lebih dari 10 tahun, diberi nilai 40;
e. tenaga kesehatan di bawah D3, diberi nilai 25; dan
f. tenaga non kesehatan di bawah D3, diberi nilai 15.
Dari poin yang disebutkan diatas jenis tenaga yang disebutkan adalah berdasarkan kategori kecuali poin b dimana pada poin ini tidak disebutkan kategorinya akan tetapi disebutkan secara spesifik yaitu tenaga apoteker dan atau tenaga profesi keperawatan (Ners) poin ini jelas sangat merugikan tenaga kesehatan lain yang pendidikannya juga profesi yang setara atau satu kategori dengan apoteker maupun ners, tenaga yang dimaksud adalah Physio (gelar profesi untuk Fisioterapi) dan nutrisionist untuk profesi tenaga gizi dan tidak menutup kemungkinan tenaga profesi psikolog yang bekerja di Puskesmas.
Pada Tahun 2014 yang lalu kami berhasil meyakinkan bahwa Jenis pendidikan profesi Physio itu setara dengan apoteker maupun Ners dan memastikan bahwa Universitas yang menerbitkan ijazah saya bukan Universitas Abal-abal. Surat terbuka ini tidak dimaksudkan tidak untuk memperjuangkan hak secara pribadi namun lebih pada pengakuan profesi kami yaitu “Physio” yang kami yakin masih sangat jarang di Indonesia bahkan ibu Menkes mungkin saja belum mengenalnya.
Di tahun 2015 ini mereka (Pengelola JKN dan tim yang dibentuk untuk menilai jenis ketenagaan yang diberi nama Tim 7) mengubah keputusannya dengan alasan tidak disebutkan secara sepesifik didalam Permenkes Nomor 19 Tahun 2014 jo. Permenkes No. 28 Tahun 2014. Walaupun S1 Fisioterapi, S1 Kesehatan Masyarakat, S1 Keperawatan juga tidak disebutkan secara spesifik hanya berupa kategori dan disinilah menurut kami kelemahan Permenkes ini karena tidak konsisten dalam membuat jenis ketetenagaan yang bekerja di pelayanan kesehatan dimana pada poin a,c,d,e, dan f yang disebutkan adalah kategorinya namun pada poin b disebutkan secara sepesifik sehingga menutup kemungkinan untuk masuknya tenaga kesehatan yang sama kategorinya apabila tidak ditafsirkan. Menurut kami Peraturan bisa ditafsirkan bahkan Al-quran saja bisa ditafsirkan. Meskipin demikian apakah hal ini mesti diajukan secara Judical review dengan kata lain harus diputuskan oleh Hakim? .Untuk itulah kami membuat surat terbuka ini mudah-mudahan ibu menteri sempat membacanya atau minimal orang yang ada di Kemenkes RI atau orang yang mempunyai kepentingan yang sama ataupun orang yang mengerti tentang hukum mudah-mudahan dapat memberikan pendapatnya. Kami tidak bisa memaksakan bahwa pendidikan kami harus dikategorikan sama dengan apoteker maupun Ners kepada pihak Puskesmas maupun Dinas Kesehatan dengan alasan bahwa kami bukan orang hukum yang paham tentang hukum dan kami juga berusaha menghindari konflik dengan mereka. Namun sepengetahuan saya sebagai orang awam dibidang hukum bahwa dikenal berbagai macam jenis penafsiran yaitu: 1. Penafsiran menurut tata bahasa (gramatikal), 2. Penafsiran segi sejarah (historis), 3. Penafsiran dari segi sistem peraturan perundang-undangan yang bersangkutan (sistematis0, 4. Penafsiran dari masyarakat (sosiologis), 5. Penfsiran otentik, 6. Penafsiran analogis, 7. Penafsiran a contrario, 8. Penafsiran ekstensif, 9. Penafsiran perbandingan. Namun lagi-lagi saya tidak memahami apakah penafsiran ini yang melakukannya harus hakim di pengadilan?.
Sekedar informasi bahwa kami mempunyai STR yang dikeluarkan MTKI atas nama Menteri Kesehatan dan kompetensi kami adalah Kompetensi Fisioterapis Profesional ini menunjukkan bahwa pengakuan dari Kementerian tentang jenis tenaga kami sebagai tenaga profesional.
Harapan kami dengan surat terbuka ini adalah; Menteri Kesehatan membuat suatu Surat Edaran yang memuat tentang kategori pada poin b Peraturan Menteri Kesehatan no. 19 Tahun 2014 sebagai kategori tenaga kesehatan profesi non medis apabila tidak dimungkinkan untuk merevisi Peraturan Menteri ini.
Demikian Surat terbuka ini kami buat semoga dapat memberikan informasi kepada kementerian kesehatan beserta seluruh jajarannya karena kami juga adalah salah satu tenaga kesehatan.
Wassalam,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H