(Nomor peserta 305)
“Bunda, kenapa Coco ngga bisa bicara seperti kita?” tanya Wildan pada ibunya sambil menunjuk ke arah kelinci putih peliharaannya.
“Emang Wildan tidak tahu? Kelincinya juga bicar kok, cuman bicaranya hanya sama kelinci saja,” jawab ibunya.
Wildan masih berumur 8 tahun. Ia sangat suka dengan kelinci. Makanya saat ulang tahun yang ke 8 ia meminta hadiah kelinci pada orang tuanya. Awalnya ibu Wildan tidak mengizinkan, karena khawatir tidak ada yang memelihara. Tapi setelah Wildan berjanji memelihara kelinci itu dengan baik, akhirnya dibelikanlah kelinci putih yang diberi nama Coco.
Wildan sangat sayang pada kelincinya. Setiap pagi sebelum berangkat sekolah, ia selalu memberikan makan pada Coco. Setelah pulang sekolah juga. Pada hari minggu Coco dibersihkan. Kandangnya dirapikan oleh Wildan dan ayahnya. Setelah itu baru diajak jalan-jalan ke sekitar rumah.
Suatu saat, Wildan mengajak teman-temannya ke rumah untuk melihat Coco sepulang dari sekolah. Ada Andi, Zidan, dan Mail.
Mereka lalu berjalan ke taman belakang rumah Wildan. Tapi alangkah kagetnya Wildan dan teman-temannya saat menemuukan Coco sudah tak bergerak lagi.
Melihat hal itu, Wildan berlari ke arah kelincinya. Digerak-gerakkanlah tubuh kelinci putihnya. Tapi, Coco tidak bergerak juga. Air mata Wildan jatuh.
“Coco, Coco ...” teriaknya. Teman-teman Wildan ikut sedih melihat Wildan menangis.
***
Seharian Wildan menangis. Bahkan ketika teman-temannya pulang, Wildan tidak peduli. Wildan juga tidak mau menguburkan Coco. Karena tidak rela berpisah dengannya. Setelah ayahnya pulang dari kantor Wildan kembali dibujuk untuk segera menguburka Coco.
“Sayang, kalau Coco tidak dikubur nanti ia jadi sedih. Sekarang, kita kubur Coco sama-sama, yah?” ucap ayah pada Wildan.
“Tapi aku tidak mau berpisah dengan Coco, Ayah,” ucap Wildan dengan suara terisak. Matanya sudah bengkak karena kelamaan menangis.
“Kan Coco kita kuburkan di taman Wildan. Lagi pula Coco pasti tahu kalau Wildan sayang sama dia,” ucap ayah lembut pada Wildan.
Wildan masih berpkir sebelum akhirnya mau menguburkan Coco setelah dibujuk ayahnya.
***
Malam hari karena kelelahan seharian menangis, Wildan tidur lebih awal.
“Wildan! Wildan!” sebuah suara memanggilnya. Wildan mencari-cari dari mana asal suara itu. Karena sangat gelap, makanya Wildan tidak dapat melihat sekelilingnya.
“Wildan!” sekali lagi suara itu memanggil nama Wildan. Lalu muncul cahaya kecil dari depan Wildan. Awalnya sangat kecil, lama-lama semakin jelas.
“Coco? Kamu Cocokan?” tanya Wildan pada kelici putih yang bercahaya itu.
“Iya. Terimakasih ya Wildan karena kamu sudah menjagaku selama ini.” Wildan kaget karena Coco bisa bicara.
“Kamu bisa bicara? Kan seharusnya tidak biasa.”
“Wildan, kamu baik-baik yah. Jangan menangis lagi.” Kata Coco, sebelum akhirnya semakin menjauh.
“Cococ! Coco! Coco!” Wildan terus berteriak memanggil kelinci putihnya.
“Wildan, sayang kamu kenapa?” mata Wildan perlahan terbuka. Ternyata tadi ia bermimpi.
“Bunda, aku ketemu Coco tadi. Dia bisa bicara, dia bilang terimakasih sama aku. Di juga bilang agar aku tidak menangis lagi.” Jelas Wildan pada ibunya.
“Itu artinya Coco ingin Wildan tersenyum lagi seperti saat Coco masih di sini. Jadi Wildan tidak akan menangis lagikan?” Wildan mengangguk. Lalu ibunya memeluk Wildan hingga kembali tertidur.
*****
Tulisan ini diikutkan dalam Festival Fiksi Anak yang diadakan oleh FIksiana Community
NB : Untuk membaca karya peserta lain silakan menuju akun Fiksiana Community
Silakan bergabung di grup FB Fiksiana Community
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H