Mohon tunggu...
Novi Muharrami
Novi Muharrami Mohon Tunggu... Penerjemah - Governor's Speechwriter

Abdi Negara yang kangen menulis bebas lagi. Masih tetap hobi menulis daripada ngoceh.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tak Ada Ayam yang Tak Makan Padi

21 Oktober 2011   10:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:40 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Filosofi inilah yang digunakan oleh lawan-lawan politik Anda dan bahkan terbawa sampai ke meja perundingan internasional. Betapa hebatnya para perunding negara-negara luar yang akan berunding dengan Indonesia.

Sebut saja Singapura. Mengapa Singapura sulit sekali untuk diajak menandatangani perjanjian ekstradisi? Ini semua karena Singapura telah mendapatkan manfaat dari kegiatan pelarian para 'penjahat kerah putih' Indonesia.

Lalu, apakah Singapura enggan menandatangani? Bukan itu masalahnya. Si diplomat yang akan berunding soal perjanjian ekstradisi ini siapa dulu. Apakah dia orang bersih? Apakah dia diberikan janji-janji oleh Singapura?

Hahaha! Inilah yang tak pernah terungkap ke media massa. Kita cenderung berpikir bahwa Singapura teguh tak ingin menandatangani ekstradisi lantaran sudah kekenyangan dengan investasi dari Indonesia.

Mengapa kita tidak berpikir, bahwa perundingan itu justru untuk menegaskan agar Singapura jangan pernah menandatangani perjanjian ekstradisi dengan memberikan kepastian bahwa orang Indonesia akan semakin banyak yang melancong dan berinvestasi ke sana?

Sehingga, jika para penjahat 'kerah putih' lari ke sana, sulit untuk diekstradisi dengan jaminan mereka akan berinvestasi di Singapura. Wow! *analisis ngasal*

Kembali ke judul, ayam mana yang enggak makan padi? "Ayam ajaib, bu." jawab siswa saya di kelas.

Maksudnya begini, kebanyakan dari perundingan kita di luar negeri gagal lantaran mereka telah memahami budaya Indonesia, yakni kerap menjamu tamu datang. Namun sayangnya, tidak ada yang gratis dalam sebuah diplomasi. Jamuan yang kita sangka sebagai welcome party mereka, sesungguhnya untuk memperdayai kita saja.

Apalagi jika para perunding mau saja dijamu dengan 'wanita'. Sudah pasti ambruk deh, langsung tanda tangan tanpa dibaca dulu tuh isi perjanjian.

Well, ada yang ingin berbagi opini? Saya menunggu opini cerdas dari para Kompasianers di laman komentar di bawah ini.

Let's get together to discuss whatever ... #eh!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun