Mohon tunggu...
Philosophy Talks
Philosophy Talks Mohon Tunggu... Freelancer - Let's Think Let's Talk This is Philosophy Talks

Ruang diskusi dan konten digital seputar ilmu filsafat

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menelusuri Jejak Pariwisata

4 Juli 2020   00:58 Diperbarui: 4 Juli 2020   01:41 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berbicara mengenai wisata religi tentunya identik dengan kegiatan berwisata yang menjadikan tempat-temat beribadah sebagai objek wisata. Berbagai tempat ibadah religi ternyata cukup menarik untuk menjadi destinasi wisata, mulai dari kekayaan nilai sejarah, keindahan arsitektur, dan tentunya nilai religi dari tempat tersebut bisa membuat pengalaman liburan menjadi anti-mainstream.

Sedangkan, wisata halal dikutip dari studipariwisata.com, Pariwisata/wisata halal adalah bagian dari industri pariwisata yang ditujukan untuk wisatawan Muslim. Pelayanan wisatawan dalam pariwisata halal merujuk pada aturan-aturan Islam.

Contoh konsep wisata halal seperti setiap produk dan jasa dirancang untuk memenuhi kebutuhan para wisatawan muslim. Mulai dari restoran halal (tidak menjual makanan/minuman non-halal), penginapan halal, dan sebagainya.

Tidak terlepas dari Islamic Tourisme, anjuran pariwisata yang sesuai dengan etika dan moralitas Islam terletak dalam ayat 137 surah Ali Imran. “Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunah-sunah Allah; Karena itu, berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” Berdasarkan ayat tersebut, sektor pariwisata erat kaitannya dengan ibadah mu'amalah yang mubah (dibolehkan). Dalam hal ini pariwisata juga dapat dikatakan sebagai media manusia mengenal alam dan lingkungan serta sangat terbuka untuk dikembangkan selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar ajaran Islam.

Pada dasarnya, Islamic Tourisme bukan untuk melabeli produk Islam atau biasanya dianggap sebagai proyek Islamisme. Melainkan sebagai upaya pengenalan budaya Islam yang lebih mengedepankan etika dan moral dalam berwisata, dari pengelolaannya hingga pelaksanaannya.

Jika muncul anggapan seperti ini, pastinya cara berpikir yang demikian sudah jauh dari orientasi objek wisata yaitu mengenalkan budaya. Sederhananya, jikalau kita sebagai wisatawan berkunjung ke Eropa, Inggris, Amerika, dan daerah Barat lainnya, maka kita akan lebih mengenal peradaban Barat yang identik dengan simbol kemajuan peradaban, industrialisasi, dan mungkin kita akan mengetahui gaya hidup mayoritas masyarakat non-muslim.

Hal ini mengingatkan penulis kepada perkataan Muhammad Abduh selama tinggal di Prancis, beliau melihat negara yang sangat rapi, bersih, dan disiplin, berbeda halnya dengan negara tempat kelahirannya, yaitu Mesir. Beliau berkata, "Aku pergi ke negara Barat, aku melihat Islam, namun tidak melihat orang muslim. Dan aku pergi ke negara Arab, aku melihat orang muslim namun tidak melihat Islam."

Dari pernyataan tersebut, penulis mengambil kesimpulan bahwa dalam proses perjalanan atau kegiatan wisata sekiranya justru memberikan kepada kita arti dari pembelajaran budaya, seperti yang dikatakan Toety Heraty - seorang pakar budaya dan antropologi - bahwa budaya menekankan proses dinamik, yaitu pembelajaran. Oleh karena itu, orientasi pariwisata yang termasuk di dalamnya prinsip berwisata adalah proses pengenalan dan pembelajaran budaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun