Mohon tunggu...
Philipus Dellian Agus Raharjo
Philipus Dellian Agus Raharjo Mohon Tunggu... lainnya -

Seorang yang ingin menjadi kawan seperjalanan anda.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Dimensi Sosial dari Idul Adha

14 Oktober 2013   21:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:32 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1381754515700670017

Bapa Semua Orang Beriman

Abraham atau Nabi Ibrahim a.s., nama yang tak dapat dipisahkan dari peristiwa yang melatarbelakangi Idul Adha ('Id al-Adhā) yang diperingati setiap tanggal 10 Dzulhijjah. Ibrahim diuji imannya oleh Allah SWT dengan mengurbankan putranya, Ismail. Peristiwa ini bukanlah ujian iman pertama bagi Ibrahim. Bagi tiga agama samawi (Yahudi, Kristen, dan Islam), Ibrahim adalah teladan iman. Pergulatan Ibrahim untuk mencari Allah digambarkan begitu indah dalam Q.S. Al An'aam 6:74-83. Bagaimana Ibrahim menghancurkan berhala-berhala juga digambarkan dengan indah dalam Q.S. Al Anbiyaa' 21:51-72. Begitu banyak peristiwa yang berkaitan dengan ujian iman Ibrahim, maka dalam tradisi Kristiani Ibrahim - atau Abraham - disebut sebagai Bapa Semua Orang Beriman (Sirakh 44: 19-21, Roma 4, Galatia 3:7, dan Ibrani 11:8-12). Ibrahim taat ketika diperintahkan Allah meninggalkan tanah kelahirannya di Ur (Babilonia) menuju ke Palestina, suatu tempat yang belum pernah dikunjunginya.

[caption id="attachment_272105" align="aligncenter" width="606" caption="Peta Perjalanan Ibrahim/Abraham. Sumber: https://bible.org/assets/netbible/ot1.jpg"][/caption]

Pengurbanan Nabi Ibrahim

Tidak ada orang tua normal yang tega membunuh (baca: menyembelih) anaknya. Demikian pula dengan Ibrahim. Lebih-lebih menyembelih anak yang lahir pada waktu usia Ibrahim sudah beranjak ke barat. Anak yang berpuluh tahun didambakan harus disembelih atas perintah Allah SWT. Namun toh Ibrahim melaksanakan juga perintah Allah SWT tersebut (Q.S. Ash Shaffaat 37:99-113).

Memang di antara Qur'an dan Kejadian terdapat perbedaan mengenai siapa yang dikurbankan. Di dalam Al Qur'an disebutkan anak Ibrahim yang dikurbankan adalah Ismail, sedangkan di dalam Kejadian adalah Ishak. Menurut hemat saya, biarlah perbedaan ini tetap tinggal sebagai perbedaan. Tidak perlu diperdebatkan karena telah menjadi keyakinan masing-masing umat kedua agama (Islam dan Kristen). Jadi biar masing-masing meyakini apa yang disuratkan dalam kitab sucinya. Di antara perbedaan itu terdapat persamaan : iman Ibrahim. Inilah yang menjadi pesan sesungguhnya, bahwa kerelaan Ibrahim menjawab perintah Allah menjadi bukti betapa besar imannya.

Qurban dan Ibadah Haji

Ibadah haji di Mekah adalah bagian terakhir dari kelima Rukun Islam. Ibadah haji adalah bentuk pengurbanan diri untuk menjawab panggilan Allah SWT. Untuk dapat memenuhi panggilan ibadah ini, umat Islam harus merelakan diri meninggalkan sanak keluarga beberapa waktu lamanya, juga harus merendahkan hati, tidak berlebih-lebihan dalam berbusana, cukup mengenakan ihram. Pendek kata, umat yang menjalani ibadah haji diharapkan mampu melawan nafsu kedagingan/duniawi. Qurban atau Kurban dalam istilah fiqh adalah Udhiyyah yang berarti hewan yang disembelih pada waktu dhuha. Hewan yang disembelih adalah unta, sapi, dan kambing. Ada aturan-aturan tertentu untuk melaksanakan Qurban, baik itu bagi penyembelihnya, hewan yang akan disembelih, dan waktu penyembelihan. Qurban ditujukan pula untuk memberi makan kepada mereka yang melaksanakan ibadah haji (Q.S. Al Hajj 22:27-28, 22:34-37). Dalam Q.S. 22:28 disebutkan tentang hari tertentu yang dijelaskan dalam catatan kaki sebagai "Hari yang ditentukan" ialah hari raya haji dan hari raya tasyriq, yaitu tanggal 10, 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.

Spiritualitas Idul Adha

Ada banyak tafsir mengenai Qurban. Tafsir modern menyampaikan makna qurban lebih mendalam. Di dalam tafsir tersebut makna qurban dikaitkan dengan kerendahan hati, kesabaran, kebenaran, dan ketakjuban mendalam pada kebesaran Allah SWT (Q.S. Al Hajj 22:34-35) Dan bagi tiap-tiap umat telah Kamu syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserahlah dirimu kepada Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah), (yaitu) orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami rezkikan kepada mereka.

Qurban yang diwujudkan dalam rupa penyembelihan hewan adalah sebuah perbandingan terhadap usaha manusia untuk menaklukkan nafsu hewani yang seringkali muncul dalam dirinya. Qurban bukanlah penghapusan ego, melainkan pengendalian ego. Melalui qurban diharapkan supaya ego ditaklukkan dan dengan demikian akan muncul kesadaran yang lebih tinggi akan hakikat manusia. Melalui qurban dan penghayatannya, manusia diharapkan tidak lagi diperbudak oleh materialisme.

Dimensi Sosial Idul Adha

Seperti tersurat dalam Q.S. Al Hajj 22:35, qurban mengandung dimensi sosial : kesediaan untuk berbagi. Inilah yang menjadi permasalahan besar di negeri kita ini. Tiap hari kita melihat, mendengar, dan membaca mengenai tertangkapnya para pelaku korupsi. Koruptor adalah orang yang menjadikan ego sebagai tuan dan memperbudak dirinya bagi materialisme. Koruptor merampok kesejahteraan rakyat. Perilaku korup tidak memandang agama. Tidak Islam, tidak Kristen, tidak Hindu, tidak Buddha, tidak Konghucu, tidak juga penganut kepercayaan. Kita bisa melihat, bahwa yang menjadi pelaku korupsi tidak hanya penganut agama tertentu. Celakanya, para koruptor ini terlihat begitu fasih menggunakan ayat-ayat suci dan rajin beribadah. Ironis. Inilah yang sungguh menyedihkan dari bangsa kita ini.

Melalui qurban kita senantiasa diingatkan untuk terus berbagi kebaikan. Manusia tidak hidup sendiri dan tidak hidup untuk diri sendiri. Manusia yang beriman harus membuktikan imannya, bukan melalui pemaksaan agama, melainkan melalui kesediaan berbagi kebaikan. Iman adalah hak pribadi, sedangkan bagaimana perwujudan iman di tengah-tengah masyarakat itu adalah hak dan kewajiban sosial. Qurban menjadi ungkapan sosial demi kesejahteraan bersama, di samping sebagai amal perbuatan kasih karena daging qurban diberikan kepada mereka yang tidak mampu, kepada mereka yang berhak.

Saya sering merasa sedih bila melihat pembagian daging qurban yang memakan korban. Biasanya perempuan, para lansia, dan anak-anak yang menjadi korban dalam desak-desakan. Tak cuma sekali pembagian daging qurban memakan korban meninggal dunia. Tragis. Harus dipikirkan dan dilakukan mekanisme yang lebih manusiawi untuk mengurangi jatuhnya korban dalam antrian penerimaan daging qurban. Saya percaya, jika ada kemauan pasti ada jalan.

Qurban juga menjadi ungkapan kebersamaan dan toleransi masyarakat. Di kampung saya, keluarga yang non-muslim juga mendapat daging qurban setelah panitia membagi-bagikan daging qurban kepada mereka yang tidak mampu. Ini merupakan salah satu wujud toleransi dan kebesaran hati umat Islam kepada non-muslim. Sebaliknya pada hari Idul Fitri, keluarga kami mengunjungi mereka dan kepada orang-orang yang pernah bekerja di rumah kami, kami memberikan perlengkapan shalat dan pakaian baru untuk mereka berlebaran.

Akhir kata, saya ucapkan Selamat Idul Adha kepada anda, saudara-saudariku umat muslim! Tuhan memberkati anda senantiasa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun