Mohon tunggu...
Philip Anggo Krisbiantoro
Philip Anggo Krisbiantoro Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

"_Cogito Ergo Sum_"

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Serbu Rote (Seribu Buku untuk Rote): Satu Buku Anda "Emas" Bagi Mereka

21 Maret 2014   15:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:40 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Malam itu mencekam, kapal itu bergoyang depan, belakang, kiri dan kanan, seperti tidak maju rasanya. Tampak wajah kekhawatiran seribu manusia di dalamnya. Di dek itu, seribu lebih nyawa saling berbagi tempat untuk dapat membaringkan diri di tengah tingginya gelombang Selat Fuku Afu. Di tangga, di bawah gantungan sekoci, di pinggir rantai pengaman, mereka tampak mencoba untuk tidur. Saya? Saya hanya terdiam dan memandang. Ini adalah awal cerita dari niat mengabdi kami.

***

Di Jawa, betapa nyamannya kita pergi ke sekolah, betapa mudahnya kita sekolah, mengakses internet, membaca buku, berbelanja dan aktifitas lain yang menjadi rutinitas manusia pada umumnya. Pun demikian dengan saya, otak kecil ini tidak mampu untuk berpikir apa yang ada di Sabang sana, apa yang terjadi di Merauke, bagaimana keadaan Pulau Nias di sana, dan apa kabar Pulau paling selatan Indonesia. Hingga tingginya Badai laut dan pemandangan anak-anak kecil yang berebut makanan gratis di Kapal K.M Awu membuat kami merasakan, betapa luasnya negeri ini untuk diselami dan dimengerti bahkan hanya untuk sekedar diketahui.

18 Januari 2014, empat pasang kaki menjejakkan kaki setelah tujuh jam menaklukan selat Fuku Afu Nusa Tenggara Timur. Berjalan kami datang dan memandang pesolek Pulau Rote yang belum terlihat indahnya di tengah kegelapan jam 12 malam. Gelombang yang menyamai tinggi pelabuhan seolah ingin menyalami kami para manusia dari Pulau Jawa. Menunggu pagi kami dijemput Danramil Kota Kabupaten di Pulau Rote. Angin baru, orang baru dan pasang mata yang ramah tersorot ke arah kami. Mata yang menyiratkan beribu pertanyaan tentang keberadaan dan kedatangan kami di Pulau paling selatan itu. Seolah mengerti, kami memberikan bahasa tubuh yang seolah memberikan satu kalimat penuh senyum: “kami tidak membawa apa-apa selain niat mengabdi di Pulau ini.”

Hingga pagi akhirnya datang, sebuah sabat yang manis menyampaikan salam hangat pagi matahari. Setelah berbulan-bulan Tim KKN Pulau Rote membangun sebuah niat untuk mengabdi, akhirnya kami memperoleh kesempatan untuk melihat keadaan sebenarnya dari Pulau Rote.

***

Rote Barat, sebuah kota kecil yang lebih mirip sebuah dusun di Jawa. Ah, ini Kota Kabupaten, lalu seperti apa tempat dimana saya mengabdi di Rote Timur? Saya tidak tahu. Hingga akhirnya 19 Januari adalah satu-satunya tanggal yang memberikan waktunya kepada kami untuk menjejakkan kaki Di Kecamatan Rote Timur. Suatu pemandangan Wild Life selama perjalanan, sapi, domba, kerbau, kuda, babi dan banyak hewan berkeliaran di atas segarnya padang rumput yang masih hijau. Walaupun waktu kemudian membawa kami mengerti akan kenyataan pendidikan disini tidaklah sehijau dengan pendidikan yang ada di Pulau Jawa.

Melewati satu-satunya jalan yang menghubungkan wilayah Rote Timur dan Rote Barat. Sebuah jalan beraspal tanpa marka, dengan kiri dan kanan padang rumput dan hutan liar, tanpa penerangan, pun traffic light hanya ada satu di Kota Kecamatan, pun lobang-lobang berlomba untuk mengisi tengah jalan yang jarang dilalui itu.

Kami tiba, disambut Bapa dan Mama Bapinsa Kecamatan Rote Timur. Dari situ, kami memulai mempelajari permasalahan utama di Kecamatan Rote Timur. Dengan berbagai pertimbangan, kami memilih untuk menitikberatkan survey ke arah dunia pendidikan Kecamatan Rote Timur. Karena, bagi kami pendidikan adalah dasar utama untuk perkembangan ke arah selanjutnya.

MTs Papela, SD Papela dan TK Papela adalah tujuan pertama kami waktu itu. Nampak tidak ada yang berbeda dengan sekolah-sekolah tersebut, hingga akhirnya kami memasuki sebuah ruangan yang memiliki papan bertuliskan “Perpustakaan”. Tampak di dalamnya 3 buah rak berjejer dengan hanya beberapa buku di dalamnya. 95% bagian rak masih kosong melompong. Kendati demikian, kami melihat buku-buku yang ada, dan ternyata tidak ada satupun kurikulum baru disana, di sisi lain, kurikulum KBK bahkan kurikulum sebelum itu menjadi mayoritas buku yang ada di sana. Buku yang hanya sedikit membuat siswa tidak dapat memiliki satu-satu, di perpustakaan mereka harus membaca, itu pun bergantian. Bahkan di salah satu wilayah, kami menemukan SD, dimana buku hanya ada satu dan hanya dipegang oleh sang pengajar.

Hingga akhirnya penjelasan dari kepala sekolah dan pengajar, bahwa mayoritas sekolah di sana memiliki keterbatasan dalam hal buku. Disisi lain, antusiasme dan motivasi untuk belajar sangat tinggi dari mereka. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya satu dan dua siswa yang berhasil maju lomba Matematika di tingkat Provinsi.

“Sebuah niat belajar yang besar, tetapi tidak didukung referensi yang memadai” itulah masalah pendidikan utama yang ada di sana. Bagaimana mereka belajar? Bagaimana mereka mengerti hal yang baru? Bagaimana mereka membuka lembaran masa depan yang lebih luas jika buku yang adalah jendela ilmu sangat terbatas keberadaannya? Padahal kita tentunya menginginkan negara Indonesia maju, majunya Indonesia tentu tidak akan terjadi jika ada wilayah yang absen dalam dunia pendidikannya.

Internet? Jangan berbicara internet disini, jika buku saja masih terbatas keberadaannya, apalagi internet? Ya tidak ada akses disini, sehingga jika ada yang membantah kenapa tidak mendownload ebook, maka kalimat di atas adalah jawabannya. Bagaimana jika kita membawa ebook dari Jawa? Tidak juga terasa berguna, karena disini hanya ada 4 PC dengan listrik yang hanya berarus selama seperempat hari tiap hari, selebihnya? Selebihnya adalah jam-jam tanpa listrik, siang tidak terasa, tetapi malam, hidung kami hitam karena lampu minyak.

Anda tidak kaget? Tidak masalah, karena di tempat bernama Oeseli masih ada kelas 3 dan 4 SD yang belum bisa membaca. Silahkan tentukan pilihan anda, tetap tutup mata atau membuka mata, sehingga mereka mau dan mampu untuk membaca.

Disinilah kami memulai niat untuk mengumpulkan buku yang berguna untuk anak-anak yang sejatinya adalah saudara kita yang adalah kewajiban kita sebagai saudara untuk  membantu mereka mampu membaca, membuka mata dan tertawa bersama menyongsong masa depan Indonesia. Tidakkah akan sakit rasanya meninggalkan mereka dengan keadaan buta? Tidakkah sakit rasanya jika mereka pergi meninggalkan Indonesia? Di sinilah tugas kita sebagai saudara, membawa mereka ke dalam terang dan indahnya dunia pendidikan yang di masa depan akan memajukan bangsa ini.

Kami disini membuka kesempatan bagi teman-teman, Bapak, Ibu, Guru, Dosen, Kepala Sekolah atau siapapun di forum Kompasiana yang secara tidak sengaja membaca tulisan ini. Mari berkontribusi, satu buku daripada tidak sama sekali.

Tidakkah menjadi sebuah kebahagiaan jika buku yang anda berikan menjadi satu-satunya buku yang dimiliki seorang anak kecil di pulau itu, menjadi buku yang dibawa kesana-kemari, dibaca ketika melaut, dipeluk ketika tidur dan diceritakan ketika bermain? Tidakkah anda ingin mereka tersenyum dan tertawa ketika buku anda ada di tangan mereka?

Mari berkontribusi :)

1395363782612115723
1395363782612115723

Berikut foto-foto lain ketika kami survey:

1395364517422797334
1395364517422797334

1395364537299027131
1395364537299027131

Pembaca juga dapat mengirimkan juga pakaian yang mungkin sudah tidak digunakan, tetapi masih layak pakai. Karena disana masih banyak yang menggunakan pakaian seadanya yang mungkin tidak lebih baik dari pakaian bekas pembaca yang budiman. Semua pemberian pembaca akan kami pertanggungjawabkan melalui bukti dokumentasi dari buku dan pakaian dari pembaca yang budiman. Jika pembaca yang budiman menghendaki foto-foto lain atau info yang lebih jelas, silahkan mengirimkan email ke alamat di kknugmrote14@gmail.com, twitter @kknugmrote atau CP: +6282134378555,maka dengan senang hati kami mau untuk berbagi dan bercerita melalui dokumentasi ataupun tulisan yang kami susun tentang perjalanan kami :)

"Cogito Ergo Sum"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun