Mohon tunggu...
Safinah Al- Mubarokah
Safinah Al- Mubarokah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Catatan

NAPZA dan Ilusi Surgawi

21 Desember 2014   16:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:48 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Moderinitas sebagai keniscayaan hidup tidak bisa dihindari sebagai konsekuensi zaman yang terus bergerak mengikuti perguliran waktu yang tidak pernah berhenti. Bagi yang tidak ingin terlindas oleh gerak zaman maka ia harus berpacu dengan waktu, mengikuti iramanya. Sang waktu pun menjelma menjadi salah satu varibel yang digunakan untuk mengukur tingkat produktifitas seseorang. Semakin dia cepat berlari mengejar waktu maka akan dinilai memiliki produktiftas yang tinggi. Jika dia membiarkan waktu lewat begitu saja, maka ia akan dianggap mengalami penurunan produktifitas sebagai manusia dan bahkan puncaknya akan dianggap tidak produktif.

Meski seringkali disangkal, waktu telah diposisikan sebagai entitas yang dipuja keberadaannya. Salah satupemujaan waktu tercermin dalam manivesto yang menyatakan “ waktu adalah uang”. Manivesto tersebut tidak berdiri sendiri, dalam manivesto yang lain dinyatakan“ uang bukan segala-galanya, tapi tanpa uang tidak akan bisa melakukan segala-galanya”. Tanpa bermaksud ingin mendahului taqdir, uang dalam peradaban umat manusia seperti menjadi bentuk terakhir dari evolusi alat tukar yang digunakan untuk memenuhi beragam aspek kebutuhan masyarakat modern. Sehingga, tidak sedikit orang yang tidak punya pilihan lain selain mendedikasikan diri untuk berburu uang.

Salah satu jalan berburu uang adalah dengan bekerja, dan tentu bekerja merupakan salah satu standar utama dalam masyarakat modern untuk menilai apakah seseirang produktif atautidak (misalnya, ketika memasuki lansia orang dianggap berada pada usia yang tidak produktif lagi). Bekerja sendiri secara sederhana diabgi menjadi bekerja pada diri sendiri dan bekerja pada pihak lain. Dua pilahan yang tidak hanya berbeda dalam hal kepemilikan terhadap hasil kerja, tapi juga disertai oleh perbedaan kepemilikan terhadap waktu. Bagi orang yang bekerja pada diri sendiri, cenderung memiliki waktunya sendiri. Sehingga dengan bebas bisa mengatur kapan dia harus bekerja dan kapan harus beristirahat, serta berapa lama pekerjaanya harus diselesaikan. Sedangkan pada orang yang bekerja pada pihak lain, pada jam kerja otomatis dia tidak berhak atas waktunya sendiri, atau dalam istilah yang lain sering disebut teralienasi dari waktuya sendiri.

Kebanyakan orang yang bekerja pada pihak lain dituntut untuk berada di tempat kerja dan jam kerja, serta tidak sedikit yang dibebani target produksi yang telah ditetapkan. Waktu pun dihabiskan untuk menjalani rutinitas yang statis dalam setiap harinya, atau setidaknya lima hari dalam seminggu. Kondisi tersebut dalam rentang waktu tertentu akan menimbulkan kelelahan fisik sekaligus kelelahan mental. Kelelahan fisik basanya diats dengan mengistirahatkan tubuh di akhir pekan atau sekurang-kurangnya menjaga kebugaran fisik dengan istirahat yang cukup dan olahraga yang teratur. Selain itu juga dibantu dengan mengonsumsi makanan atau minuman yang memiliki nutrisi yang cukup untuk menjaga ketahanan tubuh.

Sedangkan untuk meredakan kelelahan mental masyarakat modern menggunakan waktu akhir pekan dengan berkumpul dengan keluarga di rumah atau bersama keluarga berlibur ketempat-tempat wisata. Selain itu, tidak sedikit yang memanfaatkan libur akhir pekan untuk melepaskan kepenatan dengan menikmati beragam hiburan malam yang disuguhkan oleh industri gaya hidup. Cara yang terakhir ini semakin hari, semakin banyak dipilih yang ditandai oleh semakin menjamurnya pertumbuhan industri hiburan malam.

Sudah menjadi rahasia umum jika tempat hiburan malam seringkali menjadi temapar peredaran narkoba, bahkan merupakan tempat yang menjadi pasar paling menjanjikan. Keberadaan narkoba di tempat-tempat hiburan malam seolah mengafirmasi hasrat untuk melepaskan kepenatan setelah menjalani rutinitas kerja yang statis. Narkoba sendiri merupakan singkatan dari narkotika dan obat atau bahan berbahaya. Kementerian Kesehatan Republik Indonesiamenyebutknya sebagai Napzayang merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif.

Narkoba atau Napza merujuk pada kelompok senyawa yang umumnya berisiko kecanduan bagi penggunanya. Undang-Undang No. 35 tahun 2009 menjelaskan Narkotikan merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Sedangkan Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku. Bahan Adiktif berbahaya lainnya adalah bahan-bahan alamiah, semi sintetis maupun sintetis yang dapat dipakai sebagai pengganti morfina atau kokaina yang dapat mengganggu sistem syaraf pusat, seperti• Alkohol yang mengandung ethyl etanol, inhalen/sniffing (bahan pelarut) berupa zat organik (karbon) yang menghasilkan efek yang sama dengan yang dihasilkan oleh minuman yang beralkohol atau obat anaestetik jika aromanya dihisap.

Awalnya, narkoba atau napza digunakan dalam dunia medis sebenarnya digunakan sebagai obat bius pda pasien yang akan dioperasi atau digunakan untuk mengobati penyakit tertentu. Namun pada perkembangannya disalahgunakan diluar kepentingan medis dan tidak sedikit yang akhirnya jatuh menjadi pecandu. Beragam alasan orang menngunakan Napza di luar kepetingan medis. Salah satunya dalam konteks tulisan ini adalah untuk menghilangkan rasa penat, jenuh, bosan oleh rutinitas yang dijalani. Napza saat dikonsumsi akan mengubah susunan biokimiawi neurotransmitter pada sistem limbus yang ada pada hipotalamus, yakni bagian otak yang bertanggung jawab atas pengelolaan perasaan manusia. Mauknya narkoba pada tubuh akan direspon oleh sel-sel otakpada pusat kenikmatan dengan mengeluarkan neurotransmitter dopamin yang memeberikan efek kesan nikmat dan menyenangkan.

Pemakain narkoba secara berulang tentuk akan merasakan kenikmatan berulag-ulang yang direkam oleh otak sebagai sesuatu yang harus dicari seoalah-olah merupakan kebutuhan yang harus terus dipenuhi sehingga menyebabkan kecanduan. Dalam jangka panjang kecanduan terhadap narkoba akan berakibat pada kerusakan berbagai organ tubuh, dan disertai oleh paparan beragam penyakit. Selain itu dampak sosial yang sering terjadai adalah perasaan nikmat, nyaman, tenang, serta rasa gembira yang dialami akan berakibat pada pengisolasian diri. Hal ini dapat menjadi sebab rusaknya hubungan sosial dengan keluarga, teman, serta dapat menghacurkan masa depan.

Melalui tulisan ini, saya hanya igin mengatakan bahwa mengonsumsi napza tidak lebih dari keterjebakan diri untuk mencari kenikmatan dan kebahagian secara instan yang juga tidak akan bertahan lama. Seperti halnya orang berharap ingin cepat masuk surga namun ditempuhnya dengan jalan bunuh diri. Efek panjang dan berantai sebagai akibat menginsumsi napza hanya akan menjadi “neraka” penderitaan jangka panjang. Tentu hal ini tidak sebanding, surga yang dijanjikan oleh efek narkoba hanya sesaat sedangkan penderitaan yang akan dialami akan bertahan cukup lama, bahkan dalam kondisi yang parah akan bertahan sepajang hidup.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun