Mohon tunggu...
Safinah Al- Mubarokah
Safinah Al- Mubarokah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gubernur Tandingan dan Paranoid Keberagamaan

21 Desember 2014   16:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:48 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Gubernur tandingan" mungkin pertama dan satu-satunya yang pernah saya tahu di sepanjang hidup saya. Sebuah keputusan berani yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan masyarakat Jakarta untuk menentang pengangkatan Ahok sebagai Gubernur Jakarta. Berani, sebab mereka tidak hanya sedang melawan Ahok secara politik, namun mereka juga sedang ingin mendelegitimasi konstitusi yang berlaku di Negara ini. Sebagaimana dimahfumi, Ahok diangkat secara otomatis menjadi Gubernur Jakarta dikarenakan Gubernur sebelumnya, Jokowi yang terpilih menjadi Presiden pada oktober lalu.

Sudah menjadi rahasia umum, jika yang bersuara paling lantang menolak kepemimpinan Ahok sebagai Gubernur Jakarta adalah Front Pembela Islam atau sebutan populernya FPI. Hampir semua masyarakat negeri ini tahu bagaimana "dakwah populer" ala FPI dalam memerangi "nahi mungkar" demi menegakkan amar makruf. Saking populernya beberapa daerah bahkan menolak pendirian FPI di daerah masing-masing. FPI pun menegaskan popularitasnya dengan menjadi motor penggerak demonstrasi rutinan untuk menolak Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta menggantikan Jokowi yang berhalangan tetap. Demonstrasi yang puncaknya mengangkat Fahrurrozi sebagai gubernuh tandingan.

Alasan yang sering dihembuskan atas penolakan tersebut adalah gaya bicara Ahok yang sering ceplas ceplos yang dianggap tidak mencerminkan budaya timur, tidak berakhlak yang bisa menyebabkan ketidaktentraman bagi masyarakat Jakarta. Namun faktanya alasan tersebut bukanlah alasan tunggal. Bahkan alasan yang cukup substansial pernah dinyatakan oleh sang empunya FPI, Habib Rizieq yang dengan terang benderang membuat pernyataan penolakan terhadap Ahok sebagai Gubernur. Penolakan yang lebih dikarenakan berbedanya status agama yang melekat pada ahok. Pernyataan yang cukup melukai kebhinekaan yang menjadi fondasi bangunan berbangsa dan bernegara yang susah payang dibangun oleh pendiri negara ini.

Peristiwa penolakan pemimpin yang berbeda agama mungkin rasional jika negara ini adalah negara agama, yang menjadikan agama sebagai konstitusinya. Namun di negara yang terajut oleh oleh warna warni keberagaman termasuk keberagaman dalam keberagamaan merupakan sikap yang irrasional. Irrasionalitas yang lebih disebabkan oleh pemahaman agama yang ekslusif. Pemahaman yang hanya melihat agama secara hitam putih atau dengan kata lain kebenaran agama hanya dilihat dari kebenaran yang mereka anggap anggap benar. Sedang kebenaran agama yang berada di luar area yang mereka anggap benar maka di ekslusi. Sikap keberagamaan seperti itu cenderung jatuh pada keyakinan yang bukan sekedar keyakinan buta tapi bahkan jatuh pada keyakinan yang membabi buta.

Pada ahirnya, cara berkeyakinan tersebut akan meciptakan garis batas yang tegas antara aku/kita dengan mereka. Bahwa orang yang tidak memiliki keyakinan terhadap kebenaran yang sama akan dianggap sebagai the other/liyan/kafir. Hal ini berisiko memunculkan kecurigan yang irrasional terhadap kelompok lain di luar kelompoknya. Dimana, kelompok lain tak sekedar sebagai kompetitor melainkan juga sebagai ancaman bagi eksistensi kelompoknya.

Kondisi tersebut dapat dijelaskan sebagai gejala paranoid dalam konteks keberagamaan. Paranoid sendiri diartikan gangguan kepribadian ganjil atau eksentrik yang melibatkan ketidakpercayaan dan kecurigaan yang sangat kuat terhadap orang lain dan mencoba menterjemahkan motif motif dengki di belakang mereka. Merujuk ciri-ciri gangguan kepribadian paranoid pada DSM-IV-TR, maka ada beberapa ciri paranoid kebergamaan. Pertama, Ketidak percayaan dan kecurigaan yang sangat kuat terhadap orang lain. Dalam konteks keberagamaan, ketidakpercayaan dan kecurigaan beralamat pada orang yang berbeda agama, bahkan seagama yang dianggapnya tidak sejalan dengan cara beragama yang di dasarkan pada tafsir kebenarannya sendiri.

Kedua, Curiga bahwa orang lain sedang memperalat, mencelakai atau menipunya. Setiap kebaikan yang dilakukan oleh orang yang beragama lain akan dianggap sebagai kepura-puraan yang hanya menipunya dan agamanya. Hal ini misalnya terlihat Ahok membuat kebijakan untuk memberangkatkan para marbot masjid untuk melaksanakan ibadah umroh ke tanah suci dicurigai memiliki motif terrtentu.Motif yang cenderung dibaca memiliki maksud merendahkan atau menganca keutuhan umat Islam secara tersembunyi.

Pada tingkat tertentu gannguan kepribadian paranoid mengakibatkan orang mengalami delusi, yakni suatu keyakinan yang dipegang secara kuat namun tidak akurat, yang terus ada walaupunbuktimenunjukkan hal tersebut tidak memiliki dasar dalam realitas.Denagn memaksakan diri untuk mengangkat gubernur tandingan dalam tidak lebih dari akibat delusi dalam sistem ketatanegaraan yang ada.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun