Mohon tunggu...
Phadli Harahap
Phadli Harahap Mohon Tunggu... Freelancer - Aktif di Komunitas Literasi Sukabumi "Sabumi Volunteer"

Seorang Ayah yang senang bercerita. Menulis dan Giat Bersama di sabumiku.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Memahami Dampak Kenaikan LPG Non-subsidi

20 September 2014   01:06 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:11 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14111322761210031941

Pada tanggal 1 Januari 2014, PT Pertamina menaikkan hargaliquified petroleum gas (LPG) sebesar Rp.3959 per kg atau Rp.47.508 untuk kemasan tabung 12 kg, sehingga terjadi perubahan harga dari Rp.70.200 menjadi Rp.117.708. PT. Pertamina menaikkan harga dengan dasar rekomendasi BPK, karena menanggungkerugian bisnis atas penjualan LPG 12 kg dan 50 kg. PT Pertamina mencatat Kerugian mencapai Rp.17 trilyun sejak tahun 2009hingga tahun 2013.

Kenaikan harga LPG 12 kg menimbulkan gejolak pada warga karena kenaikan yang terlampau tinggi. Melihat kekisruhan semakin meningkat, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bereaksi dengan memerintahkan PT. Pertamina dan menteri-menteri terkait untuk meninjau keputusan tersebut. Pada akhirnya, kenaikan harga LPG 12 kg diubah menjadi Rp.1.000/kg pada 7 Januari 2014. Dibalik kebijakan perbaikan harga tersebut, pihak pemerintah dan PT. Pertamina tampak tidak melakukan koordinasi dalam menetapkan harga LPG. Bahkan terjadi “drama” dengan pengakuan Menteri ESDM, Dahlan Iskan bahwa kenaikan harga LPG yang terlampau tinggi merupakan kesalahan dirinya.

Revisi harga LPG 12 kg memang terbukti mampu meredam protes warga. Meski begitu, warga tampak kurang memahami alasan dan tujuan pemerintah menaikkan harga LPG 12 kg. Selain itu, seolah-olah semua rumah tangga akan terkena dampak dari kenaikan harga tersebut, padahal LPG 12 kg sebagai produk non subsidi ditujukan penggunaannya bagi warga mampu dan jenis usaha seperti restoran dan hotel. Sehingga, warga kurang mampu dan usaha kecil semestinya tidak terkena dampak dari kenaikan LPG 12 kg.

Kekhawatiran Terhadap Kenaikan LPG 12 Kg

Warga mampu “berteriak” atas kenaikan LPG 12 kg. Sementara, warga kurang mampu turut was-was atas kenaikan harga LPG 12 kg, karena pemerintah kurang sosialisasi untuk menjelaskan siapa yang berhak menggunakan LPG 3 kg sebagai produk subsidi dan siapa yang selayaknya menggunakan LPG 12 kg sebagai produk non subsidi. Sedangkan, warga mampu menanggapi kenaikan harga LPG 12 kg dengan membeli LPG 3 kg. Kondisi tersebut tampak menjadi bertolak belakang dengan tujuan pemerintah yang mencoba mengurangi beban anggaran untuk subdisi LPG 12 kg, justru malah meningkatkan beban subsidi untuk LPG 3 kg.

[caption id="attachment_343354" align="aligncenter" width="300" caption="LPG 3 kg untuk keluarga kurang mampu"][/caption]

Untuk itu, PT. Pertamina selayaknya lebih berhitung terhadap kebijakan subsidi terhadap kenaikan LPG 12 agar tidak berdampak terhadap penggunaan LPG 3 kg. Selain itu, pemerintah tampaknya luput untuk memahami masalah sosial yang terjadi akibat kenaikan LPG non subdisi. Secara sosial, warga melakukan tindakan rasional untuk memilih atau membeli produk dengan harga yang lebih terjangkau. Sosiolog bernama Ritzer (2012) menjelaskan pilihan rasional berkaitan dengan hubungan antara tindakan individu atau kelompok dan sumberdaya yang langka. Hal ini dapat dilihat dari tindakan warga mampu yang ikut membeli LPG 3 kg dengan harga yang lebih murah ketika terjadi kenaikan harga LPG 12 kg. Sementara warga kurang mampu harus bersaing dengan warga mampu untuk memperoleh gas untuk kebutuhan rumah tangganya.

Alternatif Pemecahan Masalah

Dari pemaparan paragrap sebelumnya, Pemerintah dan PT. Pertamina tampaknya tidak berkoordinasi dengan baik berkaitan dengan penjualan LPG non subsidi. Selain itu, pemerintah hendaknya memperhatikan dampak sosial yang terjadi dibalik kenaikan gas LPG 12 kg. Oleh karena itu, penulis mencoba mengusulkan alternatif pemecahan masalah agar tidak terjadi dampak yang sama pada masa mendatang, antara lain:


  1. Pemerintah dan PT. Pertamina hendaknya berkoordinasi lebih dulu sebelum mengumumkan kenaikan harga LPG non subsidi.
  2. PT. Pertamina harus menjelaskan alasan menaikkan LPG 12 kg, agar warga mengetahui kenaikan harga disebabkan beban anggaran untuk menyediakan LPG bersubsidi. Penjelasan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti diumumkan melalui media dan agen-agen penjualan agar dapat diketahui oleh warga secara luas.
  3. Pertamina juga harus menjelaskan kalau harga LPG 12 kg akan dinaikkan secara berkala, agar warga tidak mengalami keresahan kembali. Warga harus mengetahui bahwa kenaikan harga akan terus dilakukan secara berkala dari tahun 2014 hingga tahun 2016 dengan harga konsumen Rp.14.660/ kg (175.900/ tabung). Hal tersebut sesuai dengan rekomendasi BPK bahwa PT. Pertamina menaikkan LPG tabung 12 kg sesuai biaya perolehan untuk mengurangi kerugian sesuai dengan kemampuan daya beli konsumen dan kesinambungan pernyediaan LPG.
  4. Untuk menguragi gejolak sosial yang terjadi, PT. Pertaminan perlu menjelaskan status konsumen LPG non subdisi dan bersubdisi. LPG 12 kg sebagai produk non subsidi wajib dibeli oleh warga mampu dan LPG 3 kg sebagai produk non subsidi merupakan hak bagi warga kurang mampu. PT. Pertamina hendaknya memikirkan masalah sosial yang terjadi dibalik kenaikan LPG 12, agar kekisruhan tidak terulang lagi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun