[caption id="attachment_359620" align="aligncenter" width="300" caption="Mana Kapal yang Lain. laut.co.id"][/caption]
Sewaktu kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) diumumkan oleh Presiden Joko Widodo, seorang teman berkelakar, “apes ini, kapal TNI AL bakal enggak bisa berlayar, enggak mampu beli BBM.” Awalnya, saya anggap perkataan teman saya tersebut benar-benar lelucon. Dipikiran saya, pemerintah pasti menyediakan BBM yang cukup untuk kapal-kapal TNI AL, apalagi Menteri Susi sudah berikrar akan memberantas pencurian ikan yang bahasa kerennya illegal fishing dan pemerintah akan menenggelamkan kapal yang tertangkap. Menteri Susi pun sudah berkoordinasi dan meminta peran yang lebih besar dari TNI AL untuk mendukung kebijakannya tersebut. Kesatuan pasukan TNI AL sempat dipentaskan begitu gagah, “BOOOMMMM”, tiga kapal pencuri ikan asal Vietnam diledakkan di Tarempa, Kepulauan Anambas, Kepualuan Riau. Keren sekali! Pemerintah bertindak begitu tegas dan menurut Presiden penenggalaman kapal asing sebagai prinsip wilayah kedaulatan Indonesia. Kabarnya tindakan pemerintah tersebut sempat membuat beberapa negara tetangga mengingatkan nelayannya untuk tidak menangkap ikan di wilayah kelautan negara Indonesia.
Namun apa daya, ternyata meledakkan kapal saja tidak cukup. Nelayan asing masih berani bebas berlayar menangkapi ikan di laut nusantara ini. Bahkan,Kapal-kapal asing dengan ukuran yang lebih besar berani mengganggu nelayan lokal berkapal kecil yang sedang mencari ikan. Contohnya, Kapal nelayan Kabupaten Kepulauan Anambas sempat dikejar-kejar kapal yang diduga milik nelayan asal Thailand di perairan Belidah, Kabupaten Kepulauan Anambas (sumber: baca disini). Bagi saya, keberanian nelayan asing tersebut tak kalah lucu. Bagaimana mungkin, kapal nelayan Indonesia jutru tak berkutik dan malah kabur setelah kucing-kucingan setelah berhadapan dengan nelayan asing di laut di wilayah negerinya sendiri.
Kejadian itu menggambarkan bahwa pertahanan kelautan Indonesia masih dianggap “remeh temeh” oleh nelayan asing. Indonesia justru tidak berdaulat di lautnya sendiri. Menurut saya, kebijakan pemberantasan pencurian ikan bukan soal menunjukkan kegagahan dengan meledakkan kapal asing semata, tetapi “kemampuan pertahanan” kelautan wilayah kelautan yang justru harus ditingkatkan, agar tak ada lagi kapal asing yang berani mengejar nelayan lokal. Sehingga, mereka dapat memanfaatkan anugerah laut dan menyambung hidup dari tangkapan ikan yang berasal dari negerinya sendiri.
Lalu, apa yang menyebabkan begitu lemahnya pertahanan kelautan negeri kita yang tercinta ini? Jawabannya ternyata persis sesuai dengan kelakar teman saya, Kapal TNI apes karena kekurangan BBM. Kepala Staf TNI AL Laksamana Marsetio menyatakan bertekad memberantas pencurian ikan, namun operasional TNI AL terkendala bahan bakar minyak (Harian Kompas, 14/12/2014). Meskipun bukan berita baru, saya cukup terhenyak, karena pemerintah belum mengatasi permasalahan kekurangan BBM untuk kapal-kapal TNI AL. Kok bisa, Menteri Susi meminta TNI AL untuk menjaga kelautan, namun pemerintah belum mampu memberikan pasokan BBM yang mencukupi.
Sebelumnya saya berpikir, pengalihan subsidi yang diumumkan oleh Presiden akan membuat pemerintah memperhatikan sektor strategis, seperti pertahanan kelautan. Apalagi ini sesuai dengan pidato Presiden untuk tidak memunggungi laut. Ternyata oh ternyata, alokasi anggaran untuk BBM kapal TNI AL tidak sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Laksamana Marsetio juga menyebutkan bahwa bahwa TNI AL memiliki 159 kapal, namun BBM yang tersedia hanya cukup untuk memenuhi 50 % dari kebutuhan operasional.
Jangan Jauh Panggang dari Api!
Ironisnya, menurut Panglima TNI Jenderal Moeldoko bahwa selama ini TNI berhutang ke Pertamina sekitar Rp 6 triliun Panglima TNI Jenderal Moeldoko. Meski memiliki kecanggihan yang mumpuni, kapal-kapal milik TNI AL itu nyatanya tak bisa beroperasi lantaran tidak adanya BBM. (sumber: baca disini). Dampaknya tentu saja banyak wilayah kelautan Indonesia yang tak terawasi Pertanyaan dari hal tersebut adalah apakah tujuan pemerintah menyediakan Kapal TNI AL nan canggih, tetapi anggaran BBM tidak mencukupi. Sebagian kapal-kapal TNI AL tersebut nyatanya tak bisa berlayar dan tak mampu menjadi garda pertahanan terdepan dari serbuan kapal-kapal nelayan asing yang jumlahnya tidak sedikit dan ukuran ternyata cukup besar untuk sanggup mencuri ikan dengan jumlah yang sangat besar.
Pemerintah tak bisa membiarkan kekurangan BBM untuk Kapal TNI ini terus terjadi. Pemerintah harus memperhatikan permasalahan alokasi anggaran terhadap pertahanan kelautan. Kalau keadaan tersebut terus berlanjut, penangkapan secara illegal yang dilakukan nelayan asing takkan pernah berhenti dan Indonesia akan terus mengalami kerugian. Kabarnya Indonesia diperkirakan kehilangan 6,7 juta ton ikan dan dirugikan ratusan triliun rupiah tiap tahun (sumber: baca disini). Pemerintah harus mampu mengamankan perairan Indonesia dari pencurian ikan dengan dukungan kekuatan yang maksimal. Sesuai dengan salah satu program dari 9 program prioritas yang disebut 'Nawa Cita’: Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H