Ahok dikabarkan cipika-cipiki dengan Haji Lulung pada acara Lebaran Betawi. Rasanya genit sekali, setelah adu pendapat melalui media, Ahok mengatakan “kita teman dekat kok.” Ah ada-ada saja, padahal publik sudah gemas melihat konflik tersebut. Konflik Ahok vs H.Lulung dipicu oleh perdebatan pemilihan pemimpin daerah oleh DPRD atau rakyat, hingga Wagub Jakarta itu mengundurkan diri dari Partai Gerindra. Dasar dunia politik, isu tata cara memilih pemimpin daerah bak bola yang segaja ditendang kemana-mana. Isunya terus bergulir dan tampaknya menjadi senjata bagi koalisi Merah-Putih dan membuat jengkel kelompok lawan.
Koalisi Merah-Putih yang kalah dalam pemilihan Presiden tidak tinggal diam. Mereka menyiratkan “boleh kalah Pilpres tetapi harus menguasai parlemen”. Intrik khas dunia politik ini membuat was-was koalisi pemenang Pilpres. Jika koalisi tetap bertahan, gabungan partai Merah Putih bisa memenangkan pemilihan pemimpin daerah dengan suara mayoritas.
Antropolog UI, Parsudi Suparlanpernah mengatakan, “Konflik dapat dilihat sebagai sebuah perjuangan antar individu atau kelompok untuk memenangkan sesuatu tujuan yang sama-sama ingin mereka capai.” Apa benar koalisi Merah Putih memiliki tujuan yang sama untuk tata cara memilih pemimpin daerah oleh DPRD, padahal mereka terdiri dari partai yang berbeda dan memiliki tujuan masing-masing. Persoalnnya bukan soal memenangkan pertarungan lewat DPRD saja, namun hal yang lebih besar adalah memenangkan pertarungan atau menguasai “medan peperangan” yang lain. Medan peperangan itu adalah menguasai parlemen dengan suara mayoritas.
Lalu, bagaimana soal suara kelompok yang ingin pemimpin daerah dipilih secara langsung oleh rakyat. Dalam analisa konflik, setiap kelompok mempunyai kepentingan yang harus dipenuhi, meski harus mengorbankan kepentingan pihak lain. Seperti koalisi Merah Putih, kelompok yang ingin kepala daerah tetap dipilih secara langsung juga mempunyai kepentingan sendiri. Konflik akan terus terjadi jika setiap koalisi mementingkan tujuannya masing-masing.
Bagaimana agar konflik tersebut bisa diatasi, konflik dapat diselesaikan dengan adanya perundingan, agar tercapainya persetujuan dari pihak-pihak yang terkait mengenai patokan keadilan yang harus mereka patuhi bersama dan merasa diuntungkan dengan adanya perdamaian di antara mereka. Jika dilihat kondisi terkini mengenai gonjang-ganjing tata cara memilih pemimpin daerah, setiap kelompok mempunyai pendapatnya masing-masing dan belum ada tanda-tanda ingin berunding untuk kepentingan bersama yang lebih besar yaitu kepentingan Negara. Bahkan, kelompok Merah-Putih berulang kali menyatakan, pertarungan baru dimula!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H