Mohon tunggu...
Phadli Harahap
Phadli Harahap Mohon Tunggu... Freelancer - Aktif di Komunitas Literasi Sukabumi "Sabumi Volunteer"

Seorang Ayah yang senang bercerita. Menulis dan Giat Bersama di sabumiku.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kenapa Tidak Memasukkan Anaknya Ke SMP Negeri? Pertanyaan Tidak Masuk Akal

22 Juli 2024   09:54 Diperbarui: 23 Juli 2024   20:39 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertanyaan itu kembali ditanyakan kepadaku. Kenapa ya? Padahal kan ada SMP Negeri, kok malah memilih SMP Swasta. Sebenarnya ketika mendengarkan pertanyaan itu untuk kesekian kali, rasanya mau tertawa. Karena dijawab pun, saya tidak meyakini orang yang bertanya akan menerima atau mengerti penjelasan yang dilontarkan.

Jadi begini, sebelum menentukan anak akan melanjutkan ke sekolah mana, sebagai orang tua sudah mengukur kemampuan anak dan kemungkinan dimana dia bisa duduk di jenjang SMP. Sejak awal kami melihat aturan yang berlaku, lalu disadari kalau Arden sangat tidak mungkin masuk SMP Negeri. Kecuali jalur belakang atau titipan. No, it's not a choice dong. Kami sama sekali tidak berupaya memasukkan ke SMP Negeri dengan cara tak masuk akal, karena memang tidak bisa juga toh. Ada kok peraturan atau ketentuan dari Kemdikbud yang bisa dipahami dengan mudah, tentang jalur-jalur masuk SMP Negeri.

Lalu, pilihan tentu saja ke SMP Swasta. Sejujurnya SMP swasta banyak juga di Cianjur, dari yang berbiaya "murah" hingga yang "mahal". Tetapi setelah dipikirkan dengna bijaksini dan bijaksana, ok pilihan melanjutkan ke SMPIK saja, terusan dari SDIK. Apalagi tidak ribet daftarnya, karena dari sekolah yang sama.

Kalau dari segi biaya tentu jauh lebih mahal dibandingkan dari sekolah Negeri. Namun, faktor utama yang kami cari adalah kultur belajar. Sekolah yang dikelola Muhammadiyah ini berbeda dari segi pembelajaran dari SMP Negeri dan SMP IT. Dari SDIK pun terlihat beda dibandingkan SD IT. Meski begitu, kurikulumnya ya sama-sama dari pemerintah.

Kultur belajar di tingkat SDIK yang terlihat pada anak saya adalah dampak dari segi pembelajaran. Dia memahami mata pelajaran dengan berproses, diperoleh dari guru dan teman-temannya. Jadi, guru menjelaskan dengan pemahaman yang bisa dikuasai anak. Lalu, ditambah Arden bisa bertanya pada teman-temannya.

Hasilnya tidak ada rasa gusar selama belajar di SDIK. Oh ya, anak saya adalah siswa pindahan dari Sukabumi. Karena banyak pertimbangan ini-itu, semesta memberi jawaban untuk pindah ke Cianjur berikut memindahkan sekolah Arden. Hasilnya, kalau kata anak saya, dia jauh lebih memahami pembelajaran, karena 2 faktor utama, guru dan teman-teman. Faktor penting lainnya, ada buku bahan ajar yang bisa dibaca dan dibawa pulang ke rumah. Sementara di sekolah sebelumnya tidak ada.

Selain sudah memahami kultur belajarnya, anak saya juga memilihuntuk masuk SMPIK (SMP Islam Kreatif) yang dikelola Organisasi Muhammadiyah. Arden masuk ke bilingual class yang kurikulum belajarnya sebenarnya penggabungan dari Kurikulum Pendidikan Nasional, Majelis DIKDASMEN Muhammadiyah, bekerja sama dengan Oxford University Press dan Pearson.

Jadi, kami mempelajari lebih dulu, kenapa memilih SMPIK Muhammadiyah Cianjur ini. Hingga hari ini, Arden sudah belajar memasuki pekan ketiga dengan materi yang lebih banyak menggunakan bahasa Inggris. Emang Arden bisa bahasa Inggris? Nanti juga bisa karena terbiasa. Terbukti, hingga hari ini pergi ke sekolah selalu ingin cepat-cepat. Anaknya nyaman belajar di sekolah tersebut.

Jadi, jawaban dari pertanyaan kenapa enggak memasukkan anaknya ke sekolah negeri? Ya memang enggak bisa, itu jawaban singkatnya.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun