Perih rasanya mendengar kasus perkosaan berakhir pada kematian korban. Meninggalkan dunia ini tanpa bisa menuntut keadilan atas kegetiran hidupnya dan hanya mengadu dalam diam di pusara kuburan ayahnya. Satu-satunya perisai pelindung yang dipercaya oleh Novia Widyasari. Â
Semesta rupanya tidak mau berdiam diri melihat seorang perempuan pergi dalam kejamnya dunia. Dari cerita yang korban tuliskan di akun Quora dan dibantu cuitan-cuitan netizen akhirnya terungkap kejadian sebenarnya. Kematian korban bukanlah karena depresi kehilangan Ayahnya, namun kerena pengalaman pahit semasa hidup diperkosa, hamil, dan dipaksa aborsi oleh pacarnya.
Seorang polisi berpangkat Bripda yang bernama RANDY BAGUS HARI SASONGKO. Nama tersebut ditabalkan oleh pengguna twitter beriringan dengan tagar #SAVENOVIAWIDYASARI. Â Netizen bergerak cepat membuat kasus pemerkosaan dan pemaksaan aborsi tersebut naik kepermukaan. Setelah menjadi viral, terduga pelaku tersebut akhirnya ditangkap dan kasusnya masuk dalam tahap penyelidikan tim gabungan Direskrimum, Polres Mojokerto dan Pasuruan.
Seperti kebanyakan kasus pemerkosaan, korban kerap kali kesulitan untuk menyuarakan kondisi perih yang dialaminya. Tidak tahu bagaimana kepada siapa dirinya seharusnya mengadu  dan sulit meminta pertolongan, bahkan kepada paman sendiri. Korban Pemerkosaan malah menjadi orang yang disalahkan dan posisinya kian terpojok ketika pelaku dengan kuasa meminta korban untuk melakukan aborsi.
Walau tetap saja tidak menyelamatkan korban, tetapi kita menjadi tahu ketika keadilan tidak bisa diungkap seorang diri dan tidak tahu cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah. Maka, suara berisik netizen (dengan konotasi positif) terbukti berhasil mendorong kasus pemerkosaan menjadi diselidiki pihak kepolisian.Â
Media sosial seperti twitter bisa menjadi tempat dan salah satu cara agar kasus pemerkosaan jauh lebih diperhatikan  dan yang paling utama pelakunya tidak bisa melenggang bebas setelah membuat korban kehilangan nyawanya.
Mendengar Kasus Pemerkosaan dari Persfektif Korban
Ada satu hal yang lebih mendasar dari kasus pemerkosaan ini adalah korban telah berupaya untuk menceritakan kisah hidupnya yang tertekan dan semakin tersudut. Namun, suaranya kian tenggelam ketika langkahnya untuk mengadukan nasib ke keluarga pelaku dan keluarga sendiri malah menyalahkan korban.Â
Laporan ke Propam pun dirasa percuma karena tidak ada tindakan lanjutan. Setelah meninggal barulah pelaku perkosaan yang berstatus anggoa kepolisian itu dipanggil dan mengaku telah memerintahkan aborsi sebanyak dua kali kepada korban. Ingat, bukan hanya satu kali.
Sudah sangat jelas dari tulisan korban di quora bahwa dirinya mengalami dua hal, yaitu kekerasan seksual dan depresi yang tak tertahankan. Kepahitan kian terasa karena korban yang sudah didera derita diperkosa dan dipaksa aborsi itu, malah kian tak dipercaya, diragukan, dan menjadi pihak yang disalahkan. Pada akhirnya meninggalkan rasa sakit dan trauma yang sangat dalam. Depresi yang membuatnya mengambil jalan terakhir dan paling sulit dengan bunuh diri.
Maka, mendengar kasus pemerkosaan dari pesfektif korban itu sangat penting, agar bisa menelusuri dan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Bukan malah menyalahkan dan menyudutkan serta malah membuat luka demi luka semakin menganga. Korban adalah korban dan tidak semestinya dalam posisi yang serba salah.
Dalam ranah yang lebih luas, kejadian pemerkosaan membuktikan begitu pentingnya peraturan undang-undang yang bisa melindungi para korban kekerasan dan pelecehan seksual.Â