Tepat sepekan lalu, teman sekelas anak saya mengajak nobar alias nonton bareng film Nussa. Karena usianya masih 9 tahun, orang tua tentu harus ikut. Jadilah ke bioskop bersama orang tua lain dan beberapa anak kecil lengkap memakai masker dan masuk dengan akses PeduliLindungi. Jadi, merasa lebih amanlah masuk ke gedung bioskop yang ternyata ramai penonton.Â
Anak saya tertarik menonton film Nussa, karena sudah melihat cuplikan singkatnya di Youtube. Katanya ada bikin-bikin roket persis praktik yang pernah dilakukan bersama teman-teman ketika kelas 2 di tempatnya belajar, Sekolah Alam Indonesia Sukabumi.Â
Dimulai dengan cerita Nussa yang jagoan bikin Roket dan sering menang lomba. Kemudian memiliki teman baru sekelas bernama Jonni yang juga mahir bikin roket. Alur film mengalir menggambarkan serunya dunia sekolah anak-anak, penuh imajinasi, tawa, dan manisnya persahabatan masa kecil. Saya tidak mau cerita detail filmnya, tetapi mengenai apa yang ditangkap anak saya tentang film Nussa.Â
Selama menonton anak saya tampak wajahnya berseri-seri dan sesekali berbisik. Dari bilang keren sampai mengajak bikin roket seperti yang Nussa bikin. Anak saya juga tertawa dan gemes melihat tingkah laku Rara. "Adiknya lucu". Setelah film Nussa selesai, wajahnya tampak sumringah. "Filmnya bagus banget, yah."
Selain Bagus, Film Nussa itu...
Pada malam harinya, saya mengajaknya menceritakan apa yang dia tangkap dari film Nussa. Begini kata anak saya, "Karena dulu pernah bikin roket sama teman-teman, anak-anak lain juga pasti bisa bikin persis yang dibikin Nussa." Lalu bagaimana dengan roket milik Jonni? Anak saya tertawa, "Kalau roket Jonni tinggal beli saja di toko mainan. Itu kan mirip pesawat pakai remote control."Â
Bagi anak saya, roket Nussa bisa dibikin anak-anak karena menggunakan barang bekas dan alatnya mudah dicari. "Kalau botolnya kan tinggal pakai botol Aqua besar. Bagian-bagian lainnya juga tinggal cari saja, pendorong roketnya bisa pakai air," begitu dipikirannya. Sedangkan roket Jonni, enggak mesti dibikin, lagi-lagi dia bilang, "Ya tinggal beli saja."
Selain mengenai roketnya. Anak saya bercerita serunya punya teman-teman yang baik dan mendukung Nussa biar tetap ikut lomba. Meski, bentuk roket Nussa kalah bagus daripada punya Jonni. "Di sekolah juga begitu, teman-teman enggak ada yang jahat. Enggak ada berantem. Kalau bikin praktik buat selebrasi kelas selalu sama-sama." Jadi, pertemanan yang dijalin Nussa dengan dua orang sahabatnya Syifa dan Abdul, dirasakan juga oleh anak saya di sekolahnya. Sehingga, cerita tersebut sangat relate dengan apa yang dia rasakan dalam kehidupan nyata.Â
Cuma bedanya, Umma (ibu Nussa) dan Abba (Ayah Nussa) penyayang banget. "Kalau Ayah dan Ibu kan kadang-kadang suka marah," katanya sambil menatap pasti mata Ayahnya. Â Sepertinya ia menangkap bagaimana hubungan penuh kasih dan sayang antara orang tua dan anak yang digambarkan di Film Nussa.Â
Bagaimana menurut orang tuanya tentang Film Nussa? Sesuai apa yang dikatakan anak saya, film tersebut bagus sekali dan layak ditonton oleh anak-anak, karena membangun imajinasi yang sangat tinggi. Mana tahu kelak, gara-gara film Nussa, ada anak Indonesia yang bisa membuat Roket untuk pergi ke planet lain. Mungkin saja kan? Â Oh ya, selamat Film Nussa mendapatkan Piala Citra dengan kategori animasi panjang terbaik. Mari tepuk tangan yang kencang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H