Mohon tunggu...
Phadli Harahap
Phadli Harahap Mohon Tunggu... Freelancer - Aktif di Komunitas Literasi Sukabumi "Sabumi Volunteer"

Seorang Ayah yang senang bercerita. Menulis dan Giat Bersama di sabumiku.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Manuver Tepat AHY Membangun Citra Partai Demokrat

16 Mei 2019   09:59 Diperbarui: 16 Mei 2019   10:22 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertemuan Presiden Joko Widodo dan AHY. Sumber Foto: Fanpage Presiden Joko Widodo

Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mulai memainkan peran yang lebih signifikan setelah Pemilihan Umum Persiden dan Anggota Legislatif 2019. Dia seolah mengambil tongkat komando arah politik Partai Demokrat. Ketika partai-partai koalisi pengusung Prabowo terus mendukung untuk menolak Hasil Pemilihan Presiden (Pilpres), AHY mengatakan akan mengambil langkah konstitusional.

Apalagi kalau bukan melaporkan ke Mahkamah Konstusi jika tidak menerima hasil perhitungan Pilpres dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Langkah yang bertolak belakang dengan pernyataan koordinator juru bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga, Danil Anzar yang tidak akan membawa sengketa hasil pemilihan Presiden ke MK.

AHY tampak bergeming dan mengambil jalan lain untuk kebijakan partainya. Bahkan, dia menerima undangan dari Presiden Jokowi Pada 2 April 2019 dan memberi pernyataan bahwa pertemuan tersebut membicarakan masa depan Indonesia yang lebih baik. Belakangan, AHY juga turut hadir dalam pertemuan dengan sejumlah kepala daerah untuk menyepakati upaya menjaga perdamaian sampai penetapan hasil pemilu 2019.

Sesungguhnya tindakan yang diambil AHY sangat menarik untuk melihat langkah ke depan Partai Demokrat. Dia bergerak menjadi simbol politik dari partai, setelah sang Ayah Soesilo Bambang Yudhoyono harus mengalihkan perhatian kepada sang ibu yang sedang dirawat di Singapura.

AHY tampaknya berupaya menampilkan citra Partai Demokrat yang selalu mengikuti aturan main kepemerintahan, meski tidak sedang berada dibayang-bayang pihak oposisi. Dia tidak menolak undangan-undangan dari pihak pemerintah dan menunjukkan biarpun oposisi tetapi dilakukan dengan cara elegan. Tidak kasak-kusuk dan tanpa ada upaya menjatuhkan citra Pemerintah saat ini.

Untuk apa AHY melakukan itu semua, bukannya lebih menarik kalau mengkritik Pemerintah secara keras, agar mendapat perhatian dan liputan media massa. Namun tampaknya, AHY tidak mengambil langkah serupa karena tidak begitu menguntungkan bagi partai Demokrat.

Bukan rahasia lagi kalau pihak yang lebih diuntungkan dipihak oposisi adalah Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang berhasil meningkatkan elektabilitas dari hasil Pemilu tahun 2019. Sementara Partai Demokrat cukuplah menjaga angka keterpilihan mereka supaya tidak jatuh-jatuh amat dibandingkan partai lainnya.

Sepak terjang AHY yang tampak seperti "anak manis" dan sering memberikan pernyataan yang membuat tenang dalam menanggapi persoalan pemilihan umum kali ini adalah langkah yang tepat dan lebih menguntungkan bagi Partai Demokrat. Daripada mengikuti arah angin dari BPN Prabowo-Sandiaga yang secara hitung-hitungan politik belum tentu berdampak positif pada masa depan.

Langkah AHY yang menjadi garda terdepan partai lebih tampak sebagai siasat untuk melangkah ke masa depan. Pameo tidak ada kawan abadi dalam politik coba dipraktikkan oleh AHY. Dia bisa dengan senang hati mendengatkan diri dengan Presiden Joko Widodo dan berdamai-damai dengan kepada daerah yang sebagiannya mendukung Koalisi Jokowi-Amin.

Tiada yang lebih indah berdamai dengan keadaan. AHY bisa berjalan ke kiri dan juga sambil merangkul sebelah kanannya. Seiring itu pula partai Demokrat tetap berada di koalisi Prabowo-Sandiaga. Partai Gerindra dan kawan-kawan juga sulit membiarkan Partai Demokrat pergi begitu saja. Karena bakal tampak begitu goyahnya koalisi.  

Gong dari langkah politik AHY adalah menjaga elektabilitas partai lima tahun ke depan dan meraup pemilih dari kedua koalisi. Lihat saja, seiring waktu Partai Demokrat lebih tampak berada di posisi abu-abu. Mereka tampaknya sadar betul terlalu bersuara keras di Pemilu 2019 toh tiada gunanya, malah bisa dimusuhi kawan dan lawan.

Sementara lima tahun ke depan, angin politik belum jelas berhembus ke arah mana. Semua partai bisa berkoalisi dengan partai apa saja. Bukan tidak mungkin kedekatan dengan Jokowi untuk menabung citra baik partai dan mana tahu bisa berkoalisi Partai Demokrat bisa berkoalisi dengan PDI Perjuangan sebagi partai dengan tingkat keterpilihan tertinggi Pemilu 2019. Meski belum tentu SBY dan Megawati bisa akur dengan mudah.

Kalau pun tidak, partai-partai koalisi yang mendukung Pemerintah lainnya lebih menarik diajak koalisi, soalnya belum ada figur kuat yang muncul sebagai simbol orang yang layak untuk didukung.Berbeda dengan AHY, dia sudah punya modal menjadi calon gubernur Jakarta, elektabilitas bisa diuji, dan paling utama mendapat dukungan kuat dari Partai Demokrat sendiri.

Tidak usah berlama-lama berada dalam carut-marut Pilpres, AHY sudah memulai lakukan manuver yang tepat untuk membangun citra baik Partainya dimulai dari sekarang. Sekalian, mana tahu bisa mengangkat elektabilitas dirinya untuk menjadi calon pemimpin lima tahun mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun