Mohon tunggu...
Phadli Harahap
Phadli Harahap Mohon Tunggu... Freelancer - Aktif di Komunitas Literasi Sukabumi "Sabumi Volunteer"

Seorang Ayah yang senang bercerita. Menulis dan Giat Bersama di sabumiku.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anti Plastik 200 Perak

7 Maret 2016   13:08 Diperbarui: 7 Maret 2016   13:38 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Plastik berbayar"][/caption]
Setelah berseliweran informasi mengenai plastik berbayar berseliweran di berbagai media, rupanya beberapa minimarket sudah mewajibkan pelanggannya untuk membayar plastik Rp200. Ketika pertama kali tahu, saya yang doyan mengantar anak jajan di minimarket mengerutkan dahi, karena harus membayar 200 perak untuk plastik yang tipis dan ukurannya relatif kecil. “Maaf teteh, saya enggak usah pakai plastik ya,” saya sontak mengatakannya sambil memberikan plastik dan uang saya dikembalikan Rp200 oleh pegawai minimarket. Saya tidak mau disuruh membayar plastik itu, ora sudi. Minimarket ternyata telah membuat pemberitahuan bertajuk ‘Indonesia bebas sampah 2020’ dan menuliskan pula ‘kantong plastik berbayar Rp200’.

Setelah mengetahui kenyataan bahwa plastik kresek harus dibayar, saya pun putar otak. Ketika anak saya meminta jajan ke minimarket lagi, saya membawa wadah kantong berbahan kain milik sendiri. Sayangnya, pegawai minimarket ternyata tidak bertanya mau membayar plastik atau tidak. Pegawai minimirket malah sekonyong-konyong memasukkan seluruh makanan dan minuman yang dibeli ke dalam plastik. Saya tentu saja menolak untuk membayar plastik tersebut. Wong saya membawa wadah sendiri kok. “Maaf teteh, saya enggak pakai plastik ya,” kata saya sambil tersenyum dan pegawai tersebut membalas dengan menyunggingkan bibir merahnya. Ah senangnya, enggak perlu membayar Rp200.

Sejujurnya, saya setuju kebijakan untuk membayar kantong plastik ini. Apalagi dikuatkan dengan Surat Edaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor S.1230/PSLB3-PS /2016 tentang Harga dan Mekanisme Penerapan Kantong Plastik Berbayar, disepakati kantong plastik berbayar Rp 200 sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Nah, hal yang membuat saya enggak setuju itu dari apa yang dilakukan pegawai minimarket tersebut. Meskipun informasi tentang plastik berbayar sudah tertera dengan jelas, tetapi sang pegawai sama sekali tidak bertanya kepada pembeli mau membayar atau tidak kantong plastik tersebut. Padahal tujuan kebijakan plastik berbayar itu untuk diet plastik atau mengurangi penggunaan kantong plastik, bukan membeli plastik dua ratus perak. Atas tindakan pegawai minimarket tersebut, sepertinya pemilik usaha tidak mengedukasi pegawainya tentang penerapan plastik berbayar tersebut.


Pemilik dan Pegawai Minimarket Tidak Tanggap Diet Plastik 
Jadi begini, diberitakan bawah kebijakan plastik berbayar terkendala oleh konsumen yang belum siap atas aturan baru tersebut. Tetapi melihat kenyataan pegawai minimarket yang asal ‘plung’ memasukkan barang belanjaan ke kantong plastik, justru mengindikasikan bahwa pihak pemilik dan pegawai minimarket yang tidak siap dengan kebijakan tersebut.

Jadi menurut saya, pihak pemilik minimarket yang lebih dulu disadarkan tentang penerapan plastik berbayar ini. Ketika mereka sudah memiliki pengetahuan yang cukup tentang dampak penggunaan plastik, barulah mereka mampu memberikan edukasi kepada pelanggan tentang plastik berbayar ini. Apalagi kabarnya enggak sedikit pembeli yang tidak senang ketika disuruh membayar plastik dari minimarket tersebut.

Kabar Buruk Bagi Kita Semua Sampah Plastik Banyak Sekali Jumlahnya
Kenapa diet plastik penting? Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menilai persoalan sampah plastik sungguh meresahkan. Indonesia termasuk peringkat kedua di dunia sebagai penghasil sampah plastik ke Laut setelah Tiongkok. Jika dihitung plastik hasil dari 100 toko atau anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) dalam waktu satu tahun bisa mencapai 10,95 juta lembar sampah kantong plastik. Jumlah itu ternyata setara dengan luasan 65,7 hektare kantong plastik atau sekitar 60 kali luas lapangan sepak bola (infonya ada di link berikut). 

Jumlah sampah plastik enggak kira-kira jumlahnya. Kalau penggunaan plastik tidak dikendalikan jumlahnya bisa bahaya. Bayangkan saja 60 kali luas lapangan bola jumlahnya. Jadi para pembaca yang budiman, mari mulai bawa kantong berbahan non plastik sendiri dan jangan relakan 200 perak anda untuk membayar kantong plastik dari minimarket.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun