Mohon tunggu...
Phadli Harahap
Phadli Harahap Mohon Tunggu... Freelancer - Aktif di Komunitas Literasi Sukabumi "Sabumi Volunteer"

Seorang Ayah yang senang bercerita. Menulis dan Giat Bersama di sabumiku.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Catatan Kecil Akhir Tahun dari Amran, Siapa yang Tak Mau Sekolah?

31 Desember 2015   20:14 Diperbarui: 31 Desember 2015   23:15 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ah sekolah, lebih baik mengembala sapi daripada sekolah.

“Waktu aku kecil pak. Aku mau pergi sekolah. Dimarahi sama bapak. Kalau kau sekolah, siapa yang mengembala sapi ini. Siapa yang mengasih makan. Bisa kena marah Haji Dullah, karena sapinya kurus kelaparan.”

Maka, Amran pun menjaga sapi sampai ia tamat SD. Bergantian sama bapakknya. Kalau ia sedang sekolah, bapaknya bertugas menjaga sapi. Setelah pulang sekolah, ialah mengembala sapi ke kebun-kebun milik orang, entah milik siapa. Amran ingat, ia berhasil mendapat 2 ekor sapi, hasil dari 5 tahun menjaga sapi. Dari 2,5 tahun mengembala sapi, ia mendapat 1 ekor anak sapi dari Haji Dullah.

“Sudah lepas aku sekolah SD itu, aku menangis. Kuminta biar aku boleh sekolah. Tak mau aku lagi mengembala sapi. Kalau aku turuti menjaga sapi itu, aku bisa-bisa sama bodohnya kayak sapi. Tiap hari berjalan jauh ke kebun orang, makan rumput, menahan panas matahari.”

Tak mudah bagi  Abduh membiarkan anaknya melanjutkan sekolahnya. Apalagi gugurlah sudah hak mengembalakan sapi itu. Haji Dullah mengalihkan sapinya hak mengembalakan sapi kepada tetangganya.  Karena Abduh tak tak punya tenaga, tak ada anak yang mau menjaga sapi, tak ada lagi Amran yang rela bergaul dengan sapi dibawah terik matahari.

Hingga tahun 2015, masih ada anak-anak pengembala sapi di Desa Cikoang. Tak banyak seperti beberapa tahun lalu, tetapi nyatanya mereka masih sering terlihat melintasi kebun-kebun milik petani. Karena sapi harus dijaga seharian, tentulah mereka menjadi putus sekolah. Fakta lain ada ratusan anak usia sekolah sudah lihai berkerja sebagai tukang baso dan buruh bangunan. Mereka berkerja untuk diri mereka dan tentus saja sebagian diberikan kepada orang tua. Lalu apa kata orang tua, “anakku memang tak mau sekolah. Enggak usahlah dipaksakan. Dia sudah bisa mencari uang. Sudah bisa dia hidup dari pekerjaannya sendiri.”

*) Sumber Gambar: Dok. Pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun