Mohon tunggu...
Phadli Harahap
Phadli Harahap Mohon Tunggu... Freelancer - Aktif di Komunitas Literasi Sukabumi "Sabumi Volunteer"

Seorang Ayah yang senang bercerita. Menulis dan Giat Bersama di sabumiku.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Matinya Sang Penggerak Desa

23 Mei 2015   23:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:40 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hari ini sedih sekali rasanya ketika membaca Koran Kompas “Penggerak Pembangun Desa Kini Terlantar”. Kabarnya mereka hampir lima bulan tidak mendapat uang saku, menunggu gaji tanpa kepastian. Hal yang lebih naas adalah salah satu penggerak asal Aceh bernama Subhan meninggal dunia. Subhan tidak memiliki uang lagi untuk mengobati penyakit paru-parunya. Jikalau uang yang seharusnya diterima sekitar Rp3,9 juta digelontorkan pemerintah tepat waktu, mungkin dia memiliki nafas lebih panjang. Subhan merupakan satu dari dua puluh depalan peserta program Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Perdesaan (PSP-3) yang ditugaskan di Maluku. Sisa penggerak desa yang tak meninggal tentu bernasib miris sedang kesulitan memenuhi kebutuhan hidup yang tak murah di Maluku sana.

Biar tahu saja, Program PSP-3 ini merupakan program menempatkan pemuda di perdesaan selama dua tahun untuk mendorong pembangunan yang mulai dirintis pada tahun 1989. Jumlah orang yang sudah bergiat dalam program ini tidaklah sedikit sampai 2012 saja sudah 16.567 sarjana yang ditempatkan di berbagai penjuru negeri. Pihak yang bertanggung jawab akan program ini adalah Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).

Kepada Pak Menpora yang tak lain tak bukan bernama Imam Nahrowi tolong bacalah kabar pilu di Koran Kompas Hari sabtu tertanggal 23 Mei 2015 ini. Apakah kasus ini terjadi karena Pak Menteri sibuk mengurus PSSI yang tak kurun usai permasalahannya. Tugas anda tentu tidaklah hanya mengurus sepak bola Indonesia yang tak diketahui arahnya tendangannya. Menariknya diberita yang sama, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Maluku Samuel Huwae mengatakan keterlambatan pencarian dana ini disebabkan adanya persoalan dalam sistem pembayaran dan banyak data peserta yang harus diperbaiki. Kok rasanya sedih amat ya, program berskala nasional yang sudah berjalan pejabat terkait masih mempersoakan perkara sistem pembayaran. Ini artinya program sepertinya tidak dipersiapkan dengan baik, buktinya kegiatan telah berjalan kok bisa-bisanya ada persoalan sistem pembayaran.

Bukan yang Pertama

Kenyataan pahit yang menimpa penggerak desa ini bukan program pemerintah pertama yang terkendala masalah penggajian. Masih banyak program pemerintah lainnya yang justru kontra produktif, Pemerintah mencari pekerja sosial untuk mendukung program tetapi tak mampu menggaji mereka tepat waktu. Bagaimana mungkin orang mau bekerja dengan benar jika gajinya saja ditunda pembayarannya. Beberapa tahun yang lalu, kebetulan saya pernah terlibat penelitian tentang program PNPM Mandiri Perkotaan di kota Mataram, NTB. Beberapa fasilitator mengeluhkan akan keterlambatan Pemerintah dalam menggaji mereka. Bahkan ada yang sampai 3 bulan menahan sabar menggantungkan hidup dengan berhutang ke sana ke mari. Sementara tugas mereka teramatlah berat menjalani hari siang dan malam dalam mendampingi masyarakat sampai tingkat bawah seperti RT, RW dan Kelurahan.

Tertundanya pembayaran gaji Program NasionalPemberdayaan Masyarakat (PNPM) ini ternyata terjadi di berbagai tempat di barbagai wilayah di Indonesia. Alasan penundaan gaji ini pun ternyata rumit sekali urusannya, dari karena terkait sistem yang berjenjang, hingga bermuara pada masalah urusan pejabat-pejabat yang di atas sana, yakni para pembuatan keputusan (sumber ada di sini). Seperti biasa lempar bola sembunyi tangan. Nasib fasilitator PNMP Mandiri baik perkotaan maupun perdesaan semakin menyedihkan ketika akhirnya pemerintah membubarkan program tersebut sejak Januari 2015, sebagai dampak pemberlakuan undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang desa. Pemerintah sepertinya tidak mau terjadi pelaksanaan program yang tumpang tindih di perdesaan.

Pemerintah Harus Menyelesaikan Permasalahan ini

Permasalahan tentang penggajian atau permasalahan lainnya mungkin saja terjadi dalam program pemerintah yang lainnya. Pemerintah harus mampu membuat sistem pembayaran dengan menggaji mereka dengan tepat waktu. Apalagi pemerintah jelas-jelas membutuhkan mereka dan sering merekrut tenaga pendampingan sosial untuk melancarkan program yang berskala nasional. Jangan sampai ada lagi nasib penggerak desa, pendamping desa atau apapun label yang diberikan pemerintah tidak menerima gajinya sesuai waktu yang telah dijanjikan. Jangan sampai pemerintah merekrut sarjana-sarjana lain untuk misi programnya tetapi tidak memenuhi kebutuhan dan tidak bertanggung jawab atas nasib mereka. Jangan sampai ada lagi Subhan-Subhan lain yang mengakhiri hidupnya justru ketika sedang bekerja demiprogram pemerintah. Demi kemajuan wilayah-wilayah di berbagai pelosok negeri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun