Mohon tunggu...
Phadli Harahap
Phadli Harahap Mohon Tunggu... Aktif di Komunitas Literasi Sukabumi "Sabumi Volunteer"

Seorang Ayah yang senang bercerita. Menulis dan Giat Bersama di sabumiku.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Gengsi Dong! Malu Sama Tetangga

28 Mei 2012   04:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:41 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi-pagi si ponakan sudah datang ke rumah bersama ibunya. Ah, aku masih malas-malasan meski mentari pagi sudah mulai memanas. Ngantuk rasanya menjaga si bayi tadi malam, tetapi si ponakan suaranya menderu deru. Berisik! Kutanya sama istriku ada apa, ternyata si ponakan ingin beli mainan. Sebenarnya, sangat mahfum kalau anak kecil selalu pengen beli mainan. Masa kecil adalah waktunya bemain, masa yang begitu gembira. Nah yang jadi permasalahan, Mainan si ponakan dibeli atas dasar keributan dengan tetangga sebelah rumah. “Pokoknya, Aku mau beli yang lebih bagus”, kata ibunya. Sekonyong konyong ibunya ngomel enggak karuan.

Si anak ternyata merebut mainan tetangga kemarin sore. Akibatnya, si tetangga pun berkata, “beli dong bu, murah ini”. Tak ada pikiran lain, amarah sudah diubun ubun, namun tetap dipendam di dalam hati. “Awas, mainan anakku pasti lebih bagus”. Aku pernah senyum senyum sendiri melihat mainan si ana yang seabreg abreg. Bisa jadi, sebagain mainan dibeli gara gara emosi disuruh beli mainan yang sama oleh tetangga.

Tak ayal. Mainan baru itu dibeli, gitar dengan suara nan lucu, aneka binatang. Bagaimana dengan ekspresi si anak. Septi biasa senyum sebentar dan meninggalkan mainan, malah mengejakku main zuma zuma di laptop.

Rasanya, menuruti keinginan si anak tidak harus sembari penuh amarah apalagi karena tetangga. Bisa bangkrut dong, kalau beli aneka ragam mainan, sukur kalau masih terjangkau isi dompet. Setelah keluar kamar dan mencuci muka. Aku sempat bertanya, “ada apa dengan si kecil yang cantik”. Si kecil senyum sambil teriak, “Uwakkkk”. Alih-alih si kecil mengerti pertanyaanku, si ibu langsung menjawab dengan cepat  bak cerdas cermat,” itu loh Bang, Masa pegang mainan anak tetangga sebentar saja, langsung disuruh beli”. Aku pun senyum senyum mendengarnya. Aku bilang padanya, semuanya tidak harus didengarin. Si Adik Ipar menjawab, “ih gengsi dong, Kita juga bisa beli mainan murah kayak gitu doang”. Setelah jawaban itu aku tak mau bertanya lagi.

Aku berpikir ini bukan masalah dari si adik ipar saja. Mungkin juga anda pernah mengalami. Atas dasar gengsi, kita harus membeli barang barang yang sebenarnya tidak begitu dibutuhkan. Wong, si kecil juga belum begitu mengerti, hanya si ibunya saja yang emosi jadi wajib membeli mainan yang Alhamdulillah kalau lebih murah. Mainan yang dibeli harganya lebih mahal.

Kasus GENGSI mewabahi kehidupan keseharian kita. Dari wajib membeli tas yang bermerk, baju nan mahal dari kain sutra, sampai wajib memiliki mobil, meski hidup di kota besar begitu macetnya. Tas bermerk hanya dipakai sehari, mobil anyar diparkir saja dihalaman rumah, semakin lucu ketika baju sutra dipakai ketika mencuci. Seringkali yang tak dibutuhkan menjadi seolah olah begitu penting atas dasar alasan gengsi semata. Seperti mainan si anak tadi. Secara sosial ini bisa termasuk Geger Kebutuhan. Malu dong sama tetangga!

Geger Kebutuhan ini dapat merogoh uang dari dompet dan membuat seseorang begitu konsumtifnya. Secara sadar atau tidak, barang yang tak dibutuhkan bertumpuk di rumah. Sukur-sukur ada ruang penampungan dan tertata rapih, kalau tidak barang hasil dari geger kebutuhan tadi disimpan dimana saja. Namun, bagi anda yang punya uang mungkin menjadi tak masalah membeli semua orang. Wong uang uang kita. Itu terserah anda.

Selagi menulis ini, istri aku mengingatkan untuk membeli Kereta Bayi. Aku bilang, “untuk apa bunda, kan yang bekas si ponakan masih bagus?”. Istri aku menjawab, “udah jangan ngeblog di kompasiana terus, tinggal beli apa susahnya seh. Malu dong nanti dilihat tetangga dibilang enggak punya Kereta Bayi yang baru. Jedigggggg, haduh sama saja istriku juga.

#Menulis itu indah seperti kehidupan....

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun