Mohon tunggu...
Pewirausaha
Pewirausaha Mohon Tunggu... wiraswasta -

Berbagi Info dan Artikel

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

E-ktpnisasi

11 November 2014   03:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:08 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

www.inkoppol.com - Salah satu hambatan dalam mengaplikasikan sebuah program adalah sumber data. Sistem tidak serta merta dapat berbuat banyak apabila sumber data yang diperoleh secara konvensional berantakan seperti data kependudukan. Harus ada penataan terlebih dahulu dari tingkat yang paling rendah yaitu Rukun Tetangga.

Jika kita ingin melihat kebawah, sebetulnya ada banyak permasalahan di tingkat RT yang seharusnya di tata dan dicarikan solusinya terlebih dahulu sehingga naik ketingkat lebih atas dapat lebih mudah dalam pendataan. Hal sederhana yang blm terselesaikan ditingkat RT misalnya pendefinisian warga menetap, warga kontrak, warga tinggal sementara, warga numpang tinggal, hingga warga yang bergabung secara sosial di sebuah lingkungan RT lain di luar RT nya sendiri.

Saya pernah memberikan pendapat atas masalahitu dengan membagi 2 SISTEM PENGAKUAN. Yaitu pengakuan secara YURIDIS dan pengakuan secara SOSIAL. Misalkan seseorang yang tinggal menetap di RT kita namun mereka memiliki KTP di daerah lain, SECARA YURIDIS MEREKA TIDAK TERDATA SEBAGAI WARGA , namun SECARA SOSIAL MEREKA KITA TERIMA SEBAGAI WARGA. Hal ini agar memberikan garis yang jelas mana warga yang memiliki KTP sama dengan alamat dia tinggal dan mana warga yang tidak memiliki KTP tidak sama dengan alamat tinggalnya.

Mengapa harus demikian ? Coba bayangkan, apabila seseorang awalnya tinggal di Surabaya dan memiliki KTP Surabaya, lalu karena dia banyak uang pindah ke Jakarta, membeli rumah di Jakarta dan menetap puluhan tahun di jakarta tapi tidak lakukan perubahan KTP. Pertanyaannya, apakah RT, RW, Kelurahan tempat tinggalnya di Surabaya mengetahui dimana keberadaan orang tersebut ? sementara apabila warga pindah tanpa ada surat pindah TIDAK ADA HUKUM YANG MENGATUR, sehingga melapor atau tidak melapor sah-sah saja. Demikian juga dengan kehidupannya di Jakarta, mereka tetap di izinkan tinggal meski tanpa membawa surat pindah, Demikian juga apabila dia membuka usaha di Jakarta tidak ada ketentuan yang mengatur bahwa seseorang yang membuka usaha di Jakarta harus memiliki KTP Jakarta.

Sehingga dengan tidak adanya aturan tersebut saat kita mengambil data kependudukan dari bawah akan sangat kacau balau dan apabila dipaksakan maka akan terjadi kekacauan data ditingkat yang lebih atas.

Ada lagi kasus lain, seseorang tinggal menetap (secara sosial bukan secara yuridis) di sebuah perumahan di ujung jalan disatu RT, dahulu rumah di ujung jalan tersebut bukan menjadi bagian dari perumahan tersebut, oleh karena itu warga tersebut memiliki KTP di perkampungan yang berhimpitan dengan perumahan tersebut. Oleh karena saat ini batas antara kampung dan rumahnya dibatasi sawah dan tembok maka secara sosial rumah tersebut yang berada segaris dengan jalan perumahan seolah olah menjadi bagian dari perumahan tersebut dan otomatis mereka berkegiatan sosial layaknya warga diperumahan. Sempat perumahan akan menutup juga batas rumahnya dengan batas perumahan tapi bagaimana bisa ? karena apabila itu ditutup maka rumah itu tidak ada jalan keluar dan terkurung.

Ada banyak kasus kependudukan seperti diatas yang menyebabkan definisi-definisi warga tetap, kontrak, numpang tinggal dll menjadi tidak jelas danhal inilah yang akan menyebabkan kekacauan.

Beberapa solusinya menurut saya adalah sebagai berikut :


  1. Harus ada peraturan yang tegas, bahwa jika seseorang pergi meninggalkan RT nya lebih dari 1 tahun misalnya harus mengajukan surat pindah ke RT asal, dan RT tempat dia tinggal harus mempertanyakan status tinggalnya
  2. Harus ada peraturan misalnya, setiap warga yang akan membuka usaha di daerah dan tidak memiliki KTP di daerah tersebut harus membawa surat ijin numpang usaha dari RT asalnya.
  3. Harus ada peraturan tentang izin tinggal wilayah seperti layaknya paspor yang berbatas waktu, sehingga apabila masa berlaku habis mereka wajib memperpanjangnya.


Dan mungkin peraturan peraturan lain yang dibuat berdasarkan kondisi-kondisi yang terjadi di lingkungan saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun