Mohon tunggu...
Alex Palit
Alex Palit Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Membaca Bambu Mengungkap Makna

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Saya, Prabowo Subianto

22 Mei 2014   09:35 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:15 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1400700716507754080

[caption id="attachment_324960" align="aligncenter" width="300" caption="Prabowo Subianto saat pidato di acara deklarasi Prabowo - Hatta di Rumah "][/caption]

Dalam artikel ini saya sengaja tidak menuliskan atau mengutip pidato Prabowo Subianto di acara Deklarasi Prabowo – Hatta yang digelar di Rumah ‘Bung Karno’Polonia, jalan Cipinang Cempedak – Jakarta Selatan (19/5). Tapi di sini saya lebih suka mengutip apa yang ditulis Prabowo dalam bukunya berjudul ”Surat Untuk Sahabat” yang setidaknya merepresentasikan apa ia pidatokan di acara deklarasi tersebut.

Saya Prabowo Subianto, cita-cita saya adalah Indonesia menjadi Bangsa yang merdeka. Bangsa yang bersih, kuat, aman, dan bermartabat. Bangsa yang berdiri di atas kaki sendiri, berdaulat secara ekonomi, berdaulat secara politik, berdaulat secara kebudayaan. Tidak dinjak-injak, tidak menjadi budak, tidak menjadi kacung bangsa lain.

Itulah cita-cita saya saat ini. Itulah cita-cita saya sebagai anak bangsa, anak bangsa Indonesia. Dilandasi cita-cita ini saya pula akhirnya mendorong saya terjun ke panggung politik mencalonkan diri sebagai calon presiden Indonesia di Pilpres 2014, untuk mewujudkan cita-cita tersebut.

Karena saya sadar dengan cara mencalonkan diri menjadi presiden, nantinya saya lebih bisa berbuat banyak untuk mengabdikan diri untuk membangun bangsa dan berjuang demi kepentingan rakyat. Saya ingin melihat rakyat Indonesia sejahtera dan hidup layak, dan menjadi tuan di negeri sendiri.

Semoga cita-cita saya ini juga menjadi bagian dari cita-cita kita bersama. Pastinya sebagai anak bangsa kita ingin melihat negara kita Indonesia yang aman, Indonesia yang damai, Indonesia yang makmur, Indonesia yang rakyatnya hidup rukun penuh toleransi saling menghargai dan menghormati, Indonesia yang mampu mensejahterakan rakyatnya, wong cilik iso gemuyu.

Saya sadar dan merasakan bahwa kadang-kadang ketika kita memiliki cita-cita yang baik untuk bangsa kita dan rakyat kita, justru sering diserang, dicerca, difitnah, dijelek-jelekkan. Setiap saat saya merasakan serangan dan cobaan-cobaan seperti itu diarahkan kepada saya oleh orang-orang yang tidak ingin Indonesia berubah menjadi bangsa yang berdikari dan menjadi tuan di negeri sendiri.

Jika kita melongok kembali kepada pengalaman pelajaran sejarah, memang perjuangan dan menjadi pejuang yang berusaha untuk menegakkan kebenaran, kejujuran dan keadilan tidaklah mudah, tidaklah ringan. Banyak contoh, mereka-mereka dalam cerita sejarah yang ingin menegakkan keadilan, kebenaran dan kejujuran justru dihajar. Bahkan, banyak yang disingkirkan karenanya.

Di sini saya katakan, saya Prabowo Subianto tidak sedikitpun bergeming oleh semua itu. Tekad ini sudah menjadi cita-cita dari sejak masa remaja untuk mengabdi kepada bangsa dan negara yang sangat saya cintai ini.

Sejak saya masih remaja, tekad saya, dedikasi saya, komitmen saya adalah untuk membela negara dan bangsa, serta menjunjung tinggi Sang Merah Putih dan NKRI. Keputusan ini saya buktikan dengan pilihan saya untuk mengabdi menjadi tentara.

Ketika saya menjadi tentara, saya mengabdi puluhan tahun di pasukan satuan komando yang terberat latihannya, yang terberat tantangan operasionalnya di medan-medan yang berat dan sulit. Semua itu saya jalani dengan penuh kecintaan dan dedikasi tinggi karena cinta saya pada Tanah Air.

Sejak kecil saya dididik oleh orang tua saya tentang arti semangat nasionalisme. Begitu juga dari kakek dan nenek saya yang ikut membesarkan saya selalu mendidik dan menanamkan di jiwa saya untuk menjadi seorang pendekar pembela Tanah Air untuk selalu siap memberikan jiwa raga demi kepentingan Merah Putih. Semangat ini sudah ditanamkan kepada saya sedari masih kecil. Semangat bela negara dan berjuang demi kepentingan rakyat ini sudah menjadi cita-cita saya sejak semasa remaja.

Masih melekat terbayang dalam memori ingatan saya, pada berbagai kesempatan orang tua serta kakek dan nenek saya membawa saya ke Taman Makam Pahlawan untuk melihat makam paman-paman saya yang gugur di perang kemerdekaan. Sejak kecil, saya telah diberi lihat: “Ini paman-pamanmu. Mereka gugur membela Indonesia. Membela tanah air kita.”

Oleh orang tua serta kakek nenek saya, saya dididik, dibesarkan dalam suasana alam Merah Putih. Pembicaraan di meja makan hampir selalu mengenai kebesaran bangsa Indonesia dan cerita kepahlawanan, seperti tentang kepahlawanan Pangeran Diponegoro, Sultan Agung, Wolter Mongisidi, dan Ngurah Rai. Mereka adalah nama-nama pahlawan yang hebat, pejuang sejati yang rela berkorban demi bangsa dan negara yang banyak memberi pengaruh dalam kehidupan saya sejak kecil akan arti semangay nasionalisme.

Ada sebuah kebiasaan saya, yang terus saya lakukan semenjak masih remaja hingga sekarang yaitu belajar dan mempelajari sejarah. Saya tidak pernah bisa berhenti mempelajari sejarah kita, dan juga sejarah bangsa-bangsa lain, di mana kebetulan juga saya pernah hidup 10 tahun di kalangan masyarakat Eropa. Saya belajar dan masih bisa berbicara bahasa mereka, budaya mereka, sejarah mereka, adat-istiadat mereka.

Bukan berarti lantas saya menjadi mereka. Justru sebaliknya yang tertanam di jiwa saya yaitu semangat dan cita-cita bahwa suatu saat nanti saya harus kembali Indonesia, saya harus ikut membangun bangsa dan Tanah Air saya. Saya harus berbuat untuk Indonesia, membuat Indonesia menjadi hebat, menjadi terhormat, menjadi sejajar dengan bangsa-bangsa yang dulu pernah menjajah kita atau negara-negara yang memandang sebelah mata bangsa Indonesia.

Saya pernah belajar dari Barat. Saya merasakan dan memahami apa pandangan mereka tentang Indonesia, dan dengan cara-cara apa mereka memperlakukan bangsa kita. Prinsip saya, saya tidak mau membiarkan bangsa saya menjadi bangsa yang diinjak-injak oleh siapapun, yang dipermainkan oleh siapapun. Saya tidak suka kalau bangsa saya dibohongi, atau dianggap bodoh, atau diolok-olok. Namun, tidak lantas kita berbalik membenci mereka. Justru di sini kita harus menunjukkan dan membuktikan kepada mereka bahwa kita mampu tidak serendah anggapan mereka.

Di sini saya akan mengutip sebuah cuplikan pidato bapak proklamator kita Bung Karno; Beri aku 10.000, ya 1000 orang dewasa kuat perkasa, aku akan dapat mengugurkan Gunung Semeru. Tetapi sebaliknya, berilah aku 100, ya 10 pemuda gagah perkasa, yang jiwanya menyala-nyala dengan semangat persatuan dan kepahlawanan untuk kemerdekaan, maka aku akan dapat menggemparkan dunia!”

Dari cuplikan pidato Bung Karno ini saya ingin menjadikan dan mengajak kader Gerindra sebagai kader yang militan yang kuat, gagah perkasa dan berjiwa patriotis rela berkorban dan berjuang demi kecintaan kita kepada Indonesia dan demi bangkitnya kembali Indonesia Raya. Ini harapan saya, pastinya harapan ini juga menjadi harapan kita bersama.

Semangat cita-cita itulah yang kini bergelora dan berkecamuk di hati saya, yaitu keinginan untuk menjadikan dan melihat Indonesia yang besar, berdaulat dan bermartabat secara politik, ekonomi, budaya, dan kembali mengaum menjadi Macan Asia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun