Dalam bab tulisan ini saya sengaja mengawali dengan pertanyaan; benarkah kita yang secara historis kultural dikenal sebagai bangsa yang ramah, rukun, saling menghargai dan menghormati sebagaimana dari cerita yang ada, kini sudah kehilangan kemesraan sosial?
Indonesia yang secara historis kultural digambarkan sebagai bangsa yang ramah, selalu hidup rukun penuh toleransi saling menghormati dan menghargai yang disemangati oleh warisan budaya kearifan lokal sebagai perekat sosial, benarkah kini sedang dihadapkan pada fenomena fanatisme ideologi keberagamaan atas nama kemurnian agama?
Sering kita saksikan atas nama kata ‘pemurnian agama’, ada pemaksaan kehendak dan pembenaran diri atas nama keyakinan ideologis keberagamaan. Begitu halnya kita sering dipertontonkan oleh kekerasan-kekerasan sosial yang dipicu dilatari oleh isu sentimen ideologis keagamaan, hanya karena beda pendapat, paham dan keyakinan. Begitu pula bagaimana kita disuguhi cerita miris hanya lantaran beda pendapat, paham dan keyakinan, sekelompok orang diburu mendapat perlakukan tidak manusiawi, sampai harus menyelamatkan diri hidup dalam pengungsian menjadi pengungsi di negeri sendiri.
Yang pasti tulisan ini tidak mengkaitkan dengan manisfesto politik Partai Gerindra prihal kebebasan beragama yang menyoal poin kemurnian agama. Karena masih melekat dalam ingatan saya, kala Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto ini ditanya wartawan seputar kebebasan beragama, di kantor DPP Partai Gerindra – Jakarta, 1 November 2013 lalu. Secara tegas oleh Prabowo dijawab, setiap warganegara dijamin kebebasan dalam beragama dan mendapatkan perlindungan selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila. Prabowo yang juga akrab disapa PSD juga menegaskan bahwa tidak boleh lagi ada warganegara siapapun itu hidup dalam pengungsian di negeri sendiri yang dilatari sentimen konflik keagamaan.
Lewat tulisan ini, saya hanya ingin mengajak kita semua sebagai anak bangsa merenungkan kembali sejarah panjang bangsa ini lewat pemahanan dari sebuah lirik lagu bertema kemesraan sosial ciptaan Franky Sahilatua dan Iwan Fals, berjudul “Di Bawah Tiang Bendera”;
Kita adalah saudara dari rahim Ibu Pertiwi
Diterpah oleh gelombang, dibesarkan zaman
Di bawah tiang bendera
Dulu kita bisa bersama dari cerita yang ada
Kita bisa saling percaya yakin dalam melangkah
Lewati badai sejarah
Pada tanah yang sama kita berdiri
Pada air yang sama kita berjanji
Karena darah yang sama jangan bertengkar
Karena tulang yang sama usah berpencar
Indonesia... Indonesia... Indonesia...
Mari kita renungkan, lalu kita bertanya;
Benarkah kita manusia?
Benarkah kita bertuhan?
Katakan aku cinta kau
Indonesia... Indonesia... Indonesia...!!!
Indonesia... Indonesia... Indonesia...!!!
Indonesia... Indonesia... Indonesia...!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H